Istri Kecil Tuan Ju

Aku Merindukanya!



Aku Merindukanya!

0"Vania .... Sayang ... Aku rindu." Ucap Julian sambil membelai foto yang ada di atas meja samping tempat tidur.     

Seketika itu, Julian teringat akan kisah manis yang ia jalani dari SMA bersama Vania. Ia tidak menyangka kalau kebersamaan yang terjalin belasan tahun dengan Vania, malah berakhir tanpa ujung yang pasti.     

"Aku tidak sabar menjadi istrimu. Menemanimu dalam suka dan duka. Menatapmu setelah aku membuka mata di pagi hari. Aku, akan terus belajar menjadi istri yang terbaik buatmu. Jadi, cepatlah pulang!" Kata-kata Vania ini selalu mengusik tidurnya setelah hari ia tahu kalau cintanya pergi untuk selama-lamanya.     

"Vania ... Kenapa kamu begitu jahat padaku? Kamu meninggalkanku lalu mewarisi hal yang begitu berat. Apakah ini caramu agar aku tidak bersama wanita yang lain? Apakah begitu?" Tanya Julian sambil meneteskan air mata ketika mencium foto Vania. Ia seperti orang gila yang terus-terusan bertanya pada benda mati.     

Tepat saat itu, ponselnya berbunyi yang ternyata itu dari Mama nya. Ia pun segera menggeser icon hijau setelah menyeka air mata di pipinya yang bersih dengan garis wajah tegas yang bisa meluluh lantahkan hati wanita yang melihatnya.     

"Hallo ... Ma!" Sapa Julian terlebih dahulu dengan suara lembut tanpa ekspresi.     

"Hallo sayang ... Kamu dimana? Bagaimana dengan keadaan mertuamu?" Tanya Sarah dengan nada panik.     

"Mertuaku belum juga siuman. Ia di temani oleh Papa mertuaku. Sekarang, aku ada di rumahnya menjaga Qiara yang sedang terpuruk."Jawab Julian dengan nada lemas.     

"Oh baguslah. Tapi, kenapa suaramu lemas begitu? Apa ada yang salah?" Tanya Sarah dengan lembut. "Aku hanya rindu Vania." Jawab Julian.     

"Mama tau kalau Vania tidak akan mudah tergantikan oleh siapapun di hatimu. Tapi, kamu harus bisa menyimpannya di bagian hatimu yang lain, dan berusahalah untuk menyimpan Qiara yang sudah sah menjadi istrimu di bagian hatimu yang terdalam. Sayang, terkadang kita tidak bisa memaksakan semua berjalan sesuai dengan harapan kita. Akan tetapi, ada masa kita di tuntut untuk mencintai apa yang sudah terjadi meski berat, tapi itulah kunci bahagia." Jelas Sarah yang mencoba memberikan nasehat terbaiknya bagi putra sulungnya itu.     

"Akan Julian coba Ma. Tapi, jika Julian gagal melakukan itu. Maka, Julian mohon agar Mama mendukung apapun yang Julian akan putuskan." Ucap Julian dengan ekspresi memohon.     

"Apapun itu, Mama akan dukung selagi baik buatmu. Oh ya, adikmu yang nakal itu sepertinya ingin kambali ke rumah. Karena tadi ia mengirim pesan ke Mama kalau Papamu mengancamnya. Jika ia tidak ada di rumah saat Papa kembali, maka ia akan di coret dari daftar ahli waris." Kata Sarah setelah menarik nafas dalam.     

"Biarkan saja dia Kemabli karena ia memang harus melakukan itu setelah setahun memilih pergi dari rumah karena Papa menentang impiannya menjadi anak band. Jadi, Mama sambut saja dia dengan baik tanpa bertanya apapun atau memarahinya. Oh iya, kapan Papa kembali?" Tanya Julian setelah memberi nasehat kepada Mama nya tentang adik satu-satu nya itu.     

"Iya, Mama tidak akan melakukan itu. Dan, Papa akan pulang dua hari lagi karena Papamu sudah memutuskan untuk mencalonkan diri menjadi perdana Menteri di kota A. Jadi, dia memintamu untuk mengurus segala hal tentang pencalonan itu." Jawab Sarah.     

"Baiklah. Kita akan bicarakan ini setelah Papa tiba di rumah. Kalau begitu, aku akan tutup dulu karena aku mau istrihat!" Kata Julian dengan sopan.     

"Baiklah sayang! Mama juga akan tidur sekarang karena besok pagi Mama harus kembali ke Kota A untuk menyambut kedatangan Papa yang sudah lama pergi untuk tugas kenegaraannya yang membuat Mama selalu merindukannya. He .. "     

"Julian tau itu Ma. Sekarang, Mama tidurlah! Besok, aku akan kirim mobil beserta supir untuk membawa Mama kembali ke kota A." Sahut Julian.     

"Iya. Salam sama Qiara! Mama tutup dulu! Assalamualaikum!" Ucap Sarah sambil tersenyum.     

"Waalaikumsalam." jawab julian.     

Setelah menutup telpon Julian pun merebahkan tubunya di tempat tidur Vania. Ia berusaha memejamkan mata seraya memeluk foto Vania.     

"Sayang! Apa kamu melihatku diatas sana? Sekarang, aku sedang berbaring diatas tempat tidurmu. Aku bisa merasakan kehadiranmu disampingku. Oleh karena itu, datanglah walau hanya dalam mimpi untuk menebus rindu dihatiku." Ucap Julian sambil tersenyum.     

Tidak lama setelah itu, ia tertidur tanpa melepas kemejanya. Keesokan paginya setelah selesai Sholat subuh. Qiara keluar dari kamar Ibunya lalu mencari keberadaan Julian yang dia fikir tidur di kamarnya.     

"Dimana dia? Apakah dia sudah pergi semalam?" Tanya Qiara pada dirinya sendiri. Setelah bosan bertanya-tanya. Qiara berjalan menuju pintu keluar untuk memastikan apakah Julian benar-benar pergi. Tapi, nyatanya mobil Julian masih ada di depan.     

"Mobilnya ada di depan. Itu artinya dia belum pergi. Lalu, dimana dia?" Tanya Qiara lagi seraya melirik kesegala penjuru di rumahnya. Hingga bola matanya berhenti ketika melihat pintu kamar Vania yang tidak tertutup sempurna. Ia pun bergegas mendekati kamar Vania dengan perasaan yang rumit.     

Tepat saat pintu terbuka. Qiara terkejut melihat Julian tertidur pulas di tempat tidur Vania. Dan dia lebih terkejut lagi ketika melihat foto Vania berada di lantai dengan bingkai yang pecah karena semalam tanpa sadar Julian menjatuhkannya dari pelukannya.     

"Julian ... " Teriak Qiara seraya menarik tangan Julian untuk segera bangun dari tempat tidur Vania.     

Mendengar teriakan Qiara dan merasakan tangannya di tarik-tarik. Julian pun tersenyum licik lalu menarik lengan Qiara.     

"Ehhh ... "Qiara terkejut saat Julian menariknya hingga jatuh di dada bidang Julian.     

Seketika itu jantungnya berdetak tidak karuan. Berulang kali, Qiara mengedip-ngedipkan matanya melihat wajah tampan Julian dari jarak yang sangat dekat.     

'Ya ampun ... Situasi seperti apa ini? Kenapa aku tidak bisa segera menarik diri dari Julian? Tidak, aku harus segera bangkit sebelum terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.' Batin Qiara seraya mengumpulkan tenaganya untuk bangun. Namun, ia gagal karena Julian menekan pinggangnya tanpa membuka matanya.     

"Julian ... Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu tidak mau melepaskan aku dasar lelaki mesum!" Teriak Qiara.     

"Jangan bergerak! Siapa suruh kamu membangung suamimu dengan berteriak. Tidakkah kamu fikir itu terlalu menggoda?" Ucap Julian tanpa ekspresi.     

"Aku tidak pernah bermaksud untuk menggodamu. Aku hanya ingin membangunkan mu karena kamu tidak seharunya tidur di kamar ini." Kata Qiara dengan ketus.     

"Lalu, aku harus tidur di mana? Bukankah kamu mengusirku dari kamar?" Lanjut Julian sambil tersenyum licik. "Percuma ngomong sama lelaki brengsek dengan muka tembok sepertimu. Sebaiknya, kamu lepaskan aku sebelum aku melakukan tindakan yang akan membuatmu menye ... " Belum sempat Qiara melanjutkan kata-katanya, Julian langsung menutup mulutnya dengan bibirnya.     

Seketika itu Qiara terdiam membisu mendengarkan suara detak jantungnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.