Istri Kecil Tuan Ju

Aura Dingin Yang Mengerikan.



Aura Dingin Yang Mengerikan.

0"Ohhh ... Santai saja! Anda tidak perlu terburu-buru karena saya akan menunggu dengan senang hati selama apapun anda pergi." Ucap Qiara dengan suara lembut seraya tersenyum licik.     

Mendengar apa yang Qiara katakan. Asisten itu merasa lega. Ia pun pamit dan langsung bergegas keluar dari kamar Qiara. Julian yang sedang duduk di sofa depan kamar Qiara itu pun melirik heran kearah asisten yang baru saja berlari dari kamar Qiara. 'Ada apa dengan orang itu? Apa Qiara membuat ulah?' Batin Julian sambil melepas kaca mata khsusus untuk membaca ataupun ketika bekerja. Julian semakin bingung ketika melihat sang asisten berulang kali bolak balik.     

"Ada apa denganmu?" Tanya Julian seraya menghentikan asisten itu yang sedang membawa satu buah gaun berwarna merah menyala.     

"Ahhh ... Maaf Tuan! Ny. Ju meminta saya untuk menukar gaun yang sudah kami bawakan dengan yang ada di mobil. Tapi, tidak ada satu pun yang cocok dengan Ny. Ju." Jelas asisten itu.     

Mendengar penjelasan asisten itu. Ekspresi Julian menjadi berubah gelap. Ia melirik kearah pintu dengan tatapan sinis. Setelah itu ia melirik jam yang sudah menunjukkan waktu di selenggarakannya pesta sudah sudah lewat beberpa menit.     

"Berikan gaunnya! Aku akan urus sendiri. Kalian boleh pergi sekarang." Seru Julian seraya mangambil gaun dari asisten itu.     

"Baik Tuan. Saya akan memberitahu bos saya." Sahut asisten itu. Ia pun bergegas masuk ke kamar Qiara untuk memanggil bosnya. Tidak lama setelah itu. Mereka semua pergi meninggalkan rumah Julian dengan memberi hormat. Julian pun menunjukkan sikap ramahnya kepada para tamu yang dia undang.     

Sementara itu di dalam kamar. Qiara tertawa penuh kemenangan karena berhasil mengusir orang-orang butik. Tentu nya Julian pasti kesal melihat ulahnya itu. Fikir Qiara. Tepat saat ia duduk di pinggir tempat tidur sambil bermain game. Julian masuk membawa gaun yang baru saja dia ambil dari asisten itu.     

"Bangun!" Qiara merasa merinding mendengar suara berat dan dingin yang datang dari arah belakangnya.     

"Qiara ... " Lanjut Julian dengan ekspresi dingin yang mengerikan. Karena Qiara tidak juga menoleh.     

"Kenapa?" Tanya Qiara setelah ia menoleh dengan ekspresi sinis. "Pasang pakaianmu sekarang juga!" Seru Julian seraya menjulurkan gaun merah menyala itu dengan ekspresi dingin yang mengerikan.     

"Iya ... " Ucap Qiara dengan cemberut. Entah kenapa dia tidak berani menantang tatapan Julian yang dingin sehingga ia memilih mengalah. Ia pun bangun dari duduknya lalu meraih gaun menyala dari tangan Julian.     

"Kamu hanya punya 10 menit untuk bersiap-siap. Jika lewat maka aku yang akan memakaiakan gaun itu ke tubuhmu." Setelah mengatakan itu Julian pergi meninggalkan Qiara sendiri di kamarnya.     

'Dasar orang tua tukang ngatur. Kalau saja bukan karena Mama. Aku pasti akan memukulmu. Tapi, kenapa aku sangat patuh tadi?' Batin Qiara dengan ekspresi kesal seraya mengepalkan tinjunya. Mengingat waktu yang terus berjalan. Qiara pun bergegas masuk ruang ganti.     

Setelah mengenakan pakaian yang menurutnya cukup norak, ia pun segera merapikan rambutnya dengan diikat ke samping. Sedang make up nya sudah siap oleh orang-orang salon tadi.Tidak lama setelah itu, Qiara keluar menemui Julian sebelum 10 menit berakhir.     

"Ayo berangkat!" Seru Julian tanpa menoleh kearah Qiara.     

Aura dingin yang di perlihatkan Julian pun benar-benar membuat Qiara bergidik ngeri sehingga ia tidak banyak bertanya dan mengikuti Julian dengan patuh.     

Sepanjang perjalanan. Baik Qiara maupun Julian tidak membuka suara satu pun. Untuk sesaat Julian merasa tenang melihat Qiara yang juga ikut tenang dan tidak cerewet seperti biasanya. Tidak lama setelah itu, mereka pun sampai di tempat acara.     

Qiara mengerutkan keningnya melihat para tamu satu persatu keluar dari gedung Hotel itu. "Kenapa mereka sudah pulang? Apakah acaranya sudah selesauI?" Tanya Qiara dengan bingung sambil melirik Julian. "Acara sudah hampir selesai. Ini semua gara-gara ulahmu. Jadi, mungkin saja kita adalah tamu terakhirnya. Sekarang ayok kita masuk!" Sahut Julian seraya menarik tangan Qiara. "Aku tidak kau masuk! Pokoknya aku tidak mau masuk di acara pesta yang sudah hampir berakhir. Aku akan menunggumu di mobil saja." Kata Qiara seraya menarik tanganya Kembali. Tanpa mengatakan apapun, Julian langsung menarik lengan Qiara untuk masuk.     

Seketika itu semua tamu yang hendak keluar, langsung berhenti ketika melihat sosok kalem, hangat, tinggi dan berkulit khas Indonesia banget dengan tatapan yang jernih dan lembut, bibirnya tipis dan kemerah-merahan, bahunya lebar dengan dada yang menonjol dibalik kemeja dan jas yang dia gunakan. Yang terpenting ia tenang dan terkumpul, jalanya berirama bak model papan atas, hanya saja dia tidak banyak bicara. Meskipun Julian datang membawa gadis kecil yang imut, tapi itu tidak membuat semua orang berhenti menatapnya. Namun, mereka juga merasa penasaran dengan sikap Qiara yang seperti terpaksa dan ingin menangis. Tepat saat itu. Qiano yang baru saja kembali mengantar dua temanya pergi, memasang ekspresi keheranan melihat Qiara yang tiba-tiba muncul bersama seorang pemuda dewasa yang gagah, sambil menggenggam tanganya. 'Qiqi? Kenapa dia datang ke pesta ini? Dan siapa lelaki itu? Batin Qiano seraya menatap Qiara tanpa berkedip dan bertanya-tanya dalam hatinya.     

Lion yang baru saja turun dari pelaminannya sambil mendorong kursi roda Nana langsung tersenyum melihat kedatangan Julian walupun sebagai tamu terakhir.     

"Selamat datang Tuan Julian! Kenapa anda hadir di akhir pesta?" Sambut Lion dengan ramah ketika ia dan Nana sudah berdiri di depan Julian dan Qiara.     

"Maaf! Semua ini karena aku harus mengurus istri kecilku terlebih dahulu." Jawab Julian seraya melirik Qira tanpa ekspresi. Mendengar penjelasan singkat Julian. Lion dan Nana langsung menoleh kearah Qiara yang ngedumel sedari tadi karena merasa tidak nyaman dengan pakaian pesta dan sepatu hak tinggi yang sedang ia pakai.     

"Apa dia istrimu? " tanya Nana dengan ekspresi tidak percaya. Karena menurut Nana, Qiara terlalu muda buat Julian.     

"Sayang! Kenapa kamu heran begitu? Bukannya kalian sudah ketemu kan di pesta pernikahanya David?" Sahut Lion menjawab pertanyaan Nana mendahului Julian.     

"Maaf! Aku lupa." jawab Nana cengengesan.     

'Apa? Qiqi sudah nikah? Dan lelaki itu suamiya? Bagaimana mungkin? Ya Tuhan ... Apa yang sedang terjadi? Rasanya baru kemarin kami bersama menikmati perayaan kelulusan sekolah. Tapi, kenapa gak ada kabar tentang pernikahannya? Selain itu, baru tadi pagi ia minta bertemu denganku.' Batin Qiano dengan tatapan yang mulai memerah.      

Hati Qiano terasa sakit seperti di sayat-sayat oleh pisau dogma yang dak matis. Napasnya terenggah-enggah seketika itu fikiranya langsung semeraut dan gemetaran. Dia cinta pertamanya tapi ternyata sudah menjadi milik orang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.