Istri Kecil Tuan Ju

Sosok Manis Yang Dirindukan.



Sosok Manis Yang Dirindukan.

0Pemandangan yang sudah lama tidak dia lihat membuatnya rindu pada Vania karena terakhir kali ke Jakarta bersama Vania, waktu dia masih SMP. Hati Qiara pun berubah sedih karena ia mulai merindukan sosok Vania. Julian hanya tersenyum menyikapi apa yang Qiara katakan. Karena Qiara memang tidak tau siapa dia sebenarnya. Lebih tepatnya, Qiara belum memahami siapa sebenarnya Julian. Yang dimana, banyak wanita kota A yang berlomba untuk mengambil hatinya. Tidak hanya itu, para orang tua juga sering menawarkan anak mereka untuk menjadi istri Julian. Sayangnya, Julian tidak bisa berpaling dari sosok Vania.     

Tidak lama setelah itu. Mobil Julian terparkir di depan rumah Papa Qiara. Untungnya si Papa ada di rumah. "Ayo turun!" Seru Julian seraya membuka pintu mobil. Sebelum mengangguk dan turun. Qiara menatap lekat rumah dimana ia dan Vania sering menghabiskan waktu saat liburan sekolah. Namun, ia kini datang hanya untuk menemui Papa yang tidak begitu dekat dengannya. Sesekali, Qiara merasa Papa adalah orang asing. Semua karena saat bertemu Papa, usia nya sudah 12 tahun. Itu pun ia masih takut dengan sosok Papa yang sudah meninggalkannya bersama Mama belasan tahun lalu.     

"Apa kamu tidak mau turun?" Tanya Julian ketika ia sudah membukakan pintu buat Qiara.     

"Ahhh ... Iya. Aku akan turun sekarang." Jawab Qiara dengan terbata-bata. Setelah itu, Qiara dan Julian berjalan bersama mendekati pintu depan.     

"Assalamualaikum ... " Ucap Julian setelah menutup pintu.     

"Waalaikumsalam ... " Suara paruh baya itu terdengar dari dalam rumah. Julian tau kalau mertuanya ada di dalam ketika melihat mobil taunya parkir di depan.     

"Ya ampun ... Ada anak dan menantuku. Ayo masuk!" Kata Papa dengan raut wajah yang gembira. Ia benar-benar senang melihat anak semata wayangnya datang berkunjung. Qiara dan Julian pun bergegas masuk ke dalam.     

Di ruang tamu yang sederhana itu. Papa menjamu Qiara dan Julian setelah mengambil minum untuk keduanya.     

"Kenapa tidak memberitahu terlebih dahulu kalau kalian mau datang? Papa kan bisa beli makanan dan cemilan yang banyak untuk kalian. " Kata Papa dengan ramah tanpa mengedipkan mata sedikit pun ketika melihat putrinya yang tomboy ternyata bisa dandan.     

"Kamu mirip dengan Vania jika berdandan seperti itu. Gadis kecil Papa sudah besar rupanya." Lanjut Papa yang tidak bisa menahan rasa kagum nya. Melihat Qiara membuatnya rindu pada Vania.     

"Iya lah?" Respon Qiara malah tidak begitu enak. Julian mulai kesal lagi dengan Qiara yang ternyata tidak begitu hormat pada Papa nya.     

"Ummm ... Papa ... Maafkan kami sebelumnya karena tidak memberitahu kalau mau datang. Ini benar-benar dadakan. Kami tadi sudah dari pesta pernikahan rekan bisnisku. Di tengah jalan, Qiara mengatakan ingin menginap di rumah Papa makanya kami kesini. Tapi, dia akan menginap sendiri karena aku ada urusan yang mengharuskan ku untuk lembur. " Jelas Julian dengan ramah. Julian dan Papa Qiara memang sangat dekat semenjak Julian mulai berpacaran dengan Vania pas masih SMA di Kota A. Mereka sering ngobrol dan banyak tukar pendapat tentang rencana Julian di masa depan. Hingga Julian kembali setelah menyelesaikan kuliahnya di London bersama Alvin, ia tetap datang dan ngobrol bersama Papa Qiara.     

Awalnya dia berfikir kalau Julian akan menjadi menantunya karena menikah dengan Vania. Namun, yang tidak di sangka malah gadis kecilnya lah yang menikah dengan pemuda yang juga sangat dia sukai karena sikap santun dan bertanggung jawab nya.     

"Benarkah? Apakah Qiqi benar-benar mau menginap di rumah Papa?" Tanya Papa tidak percaya. Karena setaunya, Qiara hanya mau menginap kalau di bujuk oleh Vania atau Ibu nya.     

"Iya. Ini atas kemauan Qiara." Jawab Qiara dengan ragu.     

"Papa sangat senang mendengarnya. Ya sudah, apa kalian mau makan? Papa akan pesan buat kalian." Sahut Papa dengan ekspresi bahagia.     

"Tidak perlu Pa! Kami sudah makan. Ya sudah, Julian pamit sekarang! Titip Qiara ya Pa!" Setelah mengatakan itu, Julian berpamitan dengan penuh hormat sambil mencium punggung tangan mertuanya sebagaimana yang selalu ia lakukan waktu pacaran sama Qiara.     

Tidak lama setelah itu Julian bergegas meninggalkan rumah penuh kenangan itu bersama Vania. Tanpa sadar matanya mulai berair karena rumah Papa hanya membuatnya semakin rindu sama Vania. Oleh karena itu, ia memilih segera pergi agar tidak terlihat sedih. Setiap sudut di rumah itu adalah Vania. Taman di samping rumah itu adalah hasil karya mereka berdua. Vania hanya sekolah setahun di SMA elit tempat Julian bersekolah karena ia mendapat beasiswa disana.     

Akan tetapi, dia sering sakit-sakitan makanya dia terpaksa kembali ke Jakarta. Demi Vania, Julian pun rela pindah sekolah di SMA Maha milik MH grup. Dengan prestasi cemerlang Vania, ia dengan mudah di terima di sekolah elit SMA Maha dan mendapat beasiswa penuh di sana. Sedang Julian sendiri, tentu menggunakan biaya dari orang tuanya yang kaya raya. Tanpa sepengetahuan mereka, Mama mereka ternyata bersahabat. Sehingga hubungan mereka mudah mendapatkan restu.     

"Vania ... Aku rindu " Ucap Julian dengan ekpsresi sendu. Setelah itu, ia bergegas masuk ke mobil, lalu pergi meninggalkan rumah Vania. Di sepanjang perjalanan. Julian terus teringat Vania dan menyesali akan beberapa hal. Salah satunya, ia tidak berada di detik terakhir Vania. Juga, dia tidak pernah menemui Vania selama satu bulan karena sibuk dengan proyek barunya yang mengharuskannya untuk bolak-balik luar negeri.     

Waktu memang akan terasa berjalan lambat ketika kita menyadari betapa pentingnya kebersamaan dan pertemuan setelah kira merasakan kehilangan. Saat dia benar-benar tidak ada di sisi kita lagi. Hidup pun terasa hampa dan kosong. Hal yang bisa membuat logika jungkir balik adalah, ketika senyum, tawa hingga deru napasnya yang tidak lagi bisa kita lihat dan rasakan. Yang tersisa hanya rindu yang menggila bahkan semakin menggila ketika kita menemukan atau mengingat beberapa hal yang menghubungkan kita tentang kenangan saat bersamanya.     

"Andai saja waktu itu, aku segera pulang memenuhi permintaannya. Mungkin, saat ini dialah yang akan aku lihat setiap membuka mata di pagi hari. Senyumnya akan selu menyambutku ketika aku menoleh sehabis sholat. Dan tentunya dengan bangga dan penuh bahagia aku menggenggam erat tangannya ketika menghadiri setiap acara penting hingga tertawa bersamanya sebelum kami tertidur di malam hari. Meski hanya bisa berandai, aku masih berharap dia tidak pergi begitu cepat dan meninggalkan semua kenangan dan janji yang kami buat.     

"Vania ... Sayang ... Aku merindukanmu. Apa kamu bahagia di sana?" Kata Julian seraya menyeka air mata yang sudah tidak tertahankan.     

Sementara itu. Di kamar Vania, Qiara duduk di pinggir tempat tidur. Kamar Vania terlihat sangat terawat karena Papa selalu membersihkannya dan menganggap kalau putrinya masih akan tidur di tempat tidur itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.