Istri Kecil Tuan Ju

Seuntai Kenangan Bahagia.



Seuntai Kenangan Bahagia.

0Sementara itu. Di kamar Vania, Qiara duduk di pinggir tempat tidur. Kamar Vania terlihat sangat terawat karena Papa selalu membersihkannya dan menganggap kalau putrinya masih akan tidur di tempat tidur itu.     

Qiara meraih foto berukuran 5 R dengan bingkai cantik yang berada di atas meja kecil dekat tempat tidur. Dari foto itu, Qiara bisa melihat senyum cantik Vania. Seketika itu , hatinya sakit.Tepat saat itu juga, kenangan bersama Vania muncul begitu saja. Saat mengingat betapa gembiranya mereka menghabiskan waktu bercerita dan jalan-jalan. Qiara juga meneteskan air mata yang deras saat melihat foto mereka berdua yang tertawa bersama dengan posisi ia berada dalam pelukan Vania dan itu di taman yang tidak jauh dari rumahnya.     

"Ya Tuhan ... Melihat foto ini membuat hatiku ngilu. Dia kakak terbaik yang tidak pernah marah. Selalu mendukungku meski ia tau betapa nakalnya aku. Aku masih ingat apa yang dia suka dan semua kebiasaannya. Aku menyesal karena telah melewatkan banyak kesempatan bertemu dia karena aku selalu menolak untuk menginap di rumah Papa." Ucap Qiara seraya mencium fotonya dengan Vania sambil menangis sesegukan. Ia benar-benar rindu sosok Vania. Karena gengsi yang terlalu tinggi. Qiara sangat sulit mengucapkan kalau dia sayang sama Vania.     

Ketika ada yang membandingkannya dengan Vania. Sejujurnya dia merasa minder, karena Vania memang mempesona dan sangat di kagumi oleh siapapun yang mengenalnya. Buktinya, waktu pemakaman Vania, semua dosen Maha University ikut menangisi kepergiannya.     

"Aku merindukanmu kak ... Sangat merindukanmu!" Ucap Qiara lagi sambil tangis yang tidak ada berhenti sedikit pun. Qiara sadar kalau ungkapan rindu nya itu percuma karena Vania telah pergi sangat jauh. Dan, tidak mungkin mendengarnya.Tidak ada bedanya dengan Qiara. Julian pun merasa semakin menyesali semuanya. Semua yang terjadi hingga ia merasa bodoh karena telah kehilangan Vania.     

"Qiqi .. ?" panggil sebuah suara membuyarkan kenangan Qiara tentang Vania. Seketika itu ia menyeka air matanya.     

"Ada apa?" Tanya Qiara setelah melirik Papa yang sudah berdiri di belakangnya. Papa tersenyum saat melihat Qiara meletakkan kembali foto nya bersama Vania.     

Meskipun kesedihan di wajah Papa masih terlihat dengan jelas. Tapi, ia tetap berusaha menunjukkan sikap tegarnya di depan Qiara dan selalu begitu setiap kali ia bertemu putri kecil nya itu.     

"Vania pasti sangat senang melihatmu menginap di kamarnya. Apa kamu mau mengunjungi Makamnya nanti sore!" Kata Papa dengan lembut setelah duduk di samping Qiara dengan sedikit gugup karena takut Qiara tidak suka dengan sikapnya itu.     

"Qiqi tidak bisa pergi. Karena, sore ini Qiqi ada janji mau bertemu teman Qiqi."Jawab Qiara sambil menunduk menyembunyikan matanya yang sembab.     

"Ohhh ... Baiklah kalau begitu. Istirahatlah! Kamu bisa menggunakan pakaian Vania yang sudah Papa bersihkan dan rawat untukmu. Karena, Papa fikir kamu bisa menggunakannya setiap kali kamu datang kesini. " Ucap Papa dengan gugup.     

"Papa akan Keluar sekarang. Agar kamu bisa beristirahat!" Lanjut Papa seraya bangkit dari duduknya karena merasa tidak enak terlalu lama di kamar Vania yang akan membuat Qiara merasa tidak nyaman.     

"Terimakasih Pa!" Ucap Qiara pelan ketika Papa akan membuka pintu untuk keluar. Mendengar ucapan terimakasih dari Qiara dengan panggilan Papa. Ia pun merasa bahagia karena ini pertama kalinya Qiara mau memanggilnya Papa dengan suara yang lembut.     

"Sama-sama sayang! Ya sudah, Papa akan keluar sekarang." Setelah mengatakan itu Papa pun keluar dengan perasaan bahagia. Qiara hanya menarik nafas dalam saat menyadari Papa sudah keluar. Setelah itu, ia pun bergegas untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Karena ia ingin tidur siang sebelum bertemu dengan Qiano. Sementara itu. Di rumah mewah Julian. Ia duduk seorang diri di kamar sambil menatap foto Vania di dompetnya.     

Foto yang dia dapatkan ketika Vania masih SMA karena foto itu sangat ia sukai. Kau berdiri di bawah pohon maple yang kehilangan daunnya, dengan syal tebal melilit lehermu. Tanganmu membuka menangkap mereka dengan seulas senyum di bibirmu. Kau begitu indah.     

"Vania ... Aku masih ingat betul bagaimana dedaunan itu mengelilingimu saat hari pertama kita bertemu. Sebagaimana dedaunan itu berguguran. Akankah kita bisa memutar balik waktu agar kita bisa kembali bersama?Akankah lebih mudah bersamamu jika yang aku nikahi adalah kamu?" Ucap Julian dengan tatapan memerah yang terus-terusan bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Rasa rindu yang Julian rasakan membawanya kembali ke masa lalu.     

Masih keringat Jelas hari dimana ia pertama kali bertemu dengan Vania si gadis lugu yang lembut dengan senyuman yang mempesona.     

"Flas Back" Pagi itu udara cukup dingin. Namun, seorang perempuan berdiri di depan gerbang sekolah karena lupa membawa Jaketnya. Musim dingin di hari itu menjadi saksi terjadi pertama kalinya Julian melihat sosok gadis manis yang sedang terlihat bingung. Antara kembali ke kos mengambil jaket atau melanjutkan masuk karena gerbang sebentar lagi akan di tutup. Julian berdiri tepat di belakang sang gadis sambil melirik pak satpam yang masih sibuk menasehati beberapa Siwa yang penampilannya melanggar aturan. Entah kenapa Julian merasa tertarik dengan gadis itu. Tepat saat itu, dedaunan yang tidak jauh dari gerbang sekolah berguguran menerpa dua anak manusia itu. Saat melihat gadis itu tiba-tiba menggigil. Julian melepas jaket mahal nya lalu memakaikannya ke gadis itu.     

"Julian ... " Belum sempat menanyakan nama Julian mendengar suara teriakan salah satu sahabatnya yaitu Rama yang juga teman sekelasnya.     

"Hey! Rama ... Aku disini!" Jawab Julian seraya mengangkat tangannya untuk memberitahukan keberadaannya.     

"Hey! Kenapa bediri di sana? Ayo masuk! Sebelum satpam kiler itu menutup gerbang untukmu." Kata Rama dengan tawa nyaring saat mendekat kerah Julian.     

"Kita akan bertemu lagi! Aku Julian anak kelas 2 IPS 3. Kamu bisa menemukanku jika kamu ingin mengembalikan jaket itu. " Kata Julian sambil berlari menghampiri Rama. Wajah gadis itu masih dia ingat betul sangat linglung dan heran melihatnya yang sok kenal dan sok dekat.     

"Siapa dia? Aku tidak pernah mengajaknya kenalan? Tapi, dia siswa kelas 2 IPS. Itu artinya dia kakak kelasku?" Ucap Vania dengan menatap heran kearah lelaki yang baru saja memberinya jaket tanpa mengenalnya. Karean ia lagi flu. Vania pun terpaksa memakai jaket itu untuk menghindari udara dingin. Namun, ia berjanji kalau ia pasti mengembalikannya besok setelah ia mencuci dan menyeterikahnya. Selang beberapa hari. Julian semakin menunggu gadis yang menarik perhatiannya itu yang tidak kunjung datang untuk mengembalikan jaketnya. Ia pun berinisiatif untuk mencari gadis itu. Karena sekolahnya sangat luas dengan ribuan siswa dan ruang kelas yang begitu banyak membuat Julian kesulitan untuk menemukan gadis itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.