Istri Kecil Tuan Ju

Cinta Tak pernah Salah?



Cinta Tak pernah Salah?

0"No ... " Panggil Qiara setelah lama terdiam. Kini, ia tidak mampu menahan air matanya karena merasa bersalah akan beberapa hal.     

Qiara merasa bersalah karena telah membohongi Qiano dan Ibu nya, serta sudah menjadi istri yang selingkuh. Lalu, apa yang lebih buruk dari hal itu? Jika hanya menyisakan sesak di dada. Fikir Qiara.     

"Ya? Ehhh ... Kenapa kamu menangis?" Qiano mulai panik melihat air mata meluncur deras di pipi Qiara.     

"Qiano ... Aku mencintaimu! Sungguh, perasaan ini baru aku sadari ketika aku jauh darimu. Akan tetapi, untuk beberapa hal aku tidak bisa memberitahumu karena itu terlalu menyesakkan bagiku." Kata Qiara, setelah itu ia menghambur ke pelukan Qiano.     

Mengingat betapa sulitnya semua ini. Qiara Merasakan rasa sakit di dadanya. Sakit saat cinta tidak bisa ia peluk seutuhnya.     

"Aku juga mencintaimu. Karena besok kamu akan kembali. Maka, bisakah kita menikmati malam hingga berkahir?" Jawab Qiano seraya menepuk-nepuk bahu Qiara yang sedang tergugu di pelukannya.     

"Aku akan memberitahu Papa kalau aku akan menginap di rumah temanku." Jawab Qiara yang secara tidak langsung menerima tawaran Qiano. "Iya." Ucap Qiano seraya mengajak Qiara duduk di pasir. Seketika itu Qiara bersandar di bahu Qiano sambil memejamkan matanya. Malam itu, Qiara dan Qiano mengahabiskan malam bersama dengan bercanda, bercerita, makan bersama hingga mereka terlelap di pinggir pantai dalam keadaan terduduk.     

Keesokan paginya. Tepatnya saat waktu subuh menjelang. Gemerisik arus laut membangunkan mereka yang semalaman meringkuk di bibir pantai.     

Tepat saat itu. Satu pesan masuk ke ponsel Qiara. Sambil mengedip-ngedipkan matanya Qiara membaca pesan itu yang berbunyi,     

'Aku akan menjemputmu pagi ini! Karena pesawat kita akan berangkat jam 7 pagi.'     

'Apa? Dia akan datang ke rumah pagi-pagi sekali? Ini tidak boleh terjadi. Aku harus segera pulang karena aku tidak mau si tukang ngadu itu menceritakan kalau aku tidak tidur di rumah Papa. 'Batin Qiara.     

Karena tidak ingin mengganggu tidur Qiano yang masih terlihat nyenyak. Qiara pun pergi pelan-pelan. Tidak lama setelah itu. Qiano membuka matanya yang diterpa sinar dari matahari terbit.     

Seketika itu ia terkejut ketika tidak menemukan Qiara di sampingnya. Pandangannya menerawang jauh, sejauh matahari terbit.     

'Dimana Qiara? Kenapa dia pergi tanpa pamit? Atau pun meninggalkan pesan. ' Batim Qiano sambil berdir dan mencoba menemukan keberadaan Qiara seraya berharap Qiara masih di sekitar pantai itu.     

"Maafkan aku No! Aku sudah pergi tanpa pamit padamu. Tapi, aku bahagia karena bisa melewati satu malam yang panjang bersamamu." Ucap Qiara sambil senyum penuh sesal ketika ia sudah berada di dalam taxi.     

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Qiara pun sampai di rumah Papa.     

"Sayang ... Apa kamu senang tinggal bersama temanmu?" Tanya Papa yang menyambut kedantangan Qiara di depan pintu.     

"Aku sangat bahagia. Oh ya, Papa jangan memberitahu suamiku kalau aku menginap di rumah temanku ya!" Jawab Qiara seraya memohon satu permintaan pada Papa nya.     

"Iya. Papa akan tutup mulut. Ya sudah, kamu masuk dulu setelah itu serapan sebelum suamimu menjemputmu. " Sahut Papa seraya membawa Qiara untuk masuk. Qiara pun mengikuti Papa dengan patuh.     

Setelah sampai di kamarnya. Qiara langsung mandi dan mengganti pakaiannya. Karena dia hanya memebawa satu pakaian, Qiara pun terpaksa menggunakan gaun Vania yang juga pemberian Julian. Karena semasa mereka pacaran, Julian sangat suka memberikan Vania hadiah berupa gaun. Julian sangat menyukai Vania dengan gaun yang indah.     

'Ya Tuhan ... Apa aku salah? Bukankah cinta tak pernah mengenal kata salah? Jujur, aku tak pernah ada niat untuk menipu siapapun. Aku hanya ingin bersama dengan orang yang aku cintai dan inginkan. Aku juga ingin seperti yang lain, yaitu bisa merasakan cinta yang sangat hangat. Walaupun terkadang kata orang cinta bisa membawa luka yang begitu perih. Tapi, aku pernah baca kalau dibalik kerasnya cinta disitulah ada kekuatan yang membuat hati kita menjadi lebih tegar dalam menghadapinya.' Batin Qiara seraya menatap wajahnya lewat cermin.     

"Sayang ... Apa kamu sudah selesai ganti pakaian?" Tanya Papa setelah mengetuk pintu dua kali.     

" Ya Pa. Qiqi sudah selesai dan akan keluar sebentar lagi!" Sahut Qiara dari balik pintu kamarnya.     

Mendengar sahutan Qiara, Papa pun langsung meninggalkan pintu kamar Qiara. Tidak lama setelah itu Qiara keluar dengan ekpsresi sendu sebab ia masih teringat dengan Qiano yang dia tinggalkan diam-diam.     

'Harusnya aku pamit dulu pada Qiano. Tapi, aku sudah menjadi orang yang benar-benar tidak sopan dan jahat. Aku tidak berani mengirimkan pesan padanya karena takut di cuwekin olehnya. Tapi, dia juga tidak mengirim pesan padaku. Apa dia marah?' Batin Qiara seraya berjalan menuju ruang makan sambil menatap ponselnya dengan ekspresi yang buruk.     

"Qiara ... ! " Mendengar suara akrab itu. Qiara berhenti lalu mendongak kearah sumber suara.     

Seketika itu matanya melotot menatap lelaki dengan stelan jas dengan penuh karismatik dan terlihat sangat dewasa itu berdiri sambil memandangnya tanpa ekspresi.     

"Julian ?" Ucap Qiara dengan suara lemah.     

"Qiqi ... Kenapa diam saja sayang? Suami datang harusnya di sambut." Ucapan Papa membuyarkan keterkejutan Qiara.     

"Iya Pa." Jawab Qiqi seraya berjalan menghampiri Julian dengan perlahan. Untuk sesaat Julian tertegun ketika menyadari gaun yang Qiara gunakan, seketika itu ia melihat Vania yang sedang berjalan sambil tersenyum kepadanya.     

'Vania? Apakah itu kamu? Apa aku tidak salah lihat? Dia benar-benar cantik menggunakan gaun itu ' Batin Julian sambil tersenyum.     

"Tuan Ju ... Kenapa anda bengong? Aku ingin salaman, tapi kenapa anda diam saja?" Tanya Qiara sambil mendongak menatap Julian yang bengong saja tidak menjulurkan tangannya kepada Qiara.     

"Ahhh ... Maaf karena saya tidak fokus! Tadi, kamu bilang apa?" Sahut Julian dengan memicingkan matanya kearah Qiara. Papa sangat faham dengan tingkah Julian yang tiba-tiba diam. Ia menduga kalau Julian sedang teringat akan Vania. Dan ia juga berfikir kalau tidak mudah bagi Julian untuk melupakan Vania dan memberikan Qiara.     

"Lupakan saja apa yang aku katakan tadi! Lebih baik kita sarapan saja dulu sebelum berangkat!" Ucap Qiara seraya melangkah meninggalkan Julian menuju tempat duduk untuk sarapan.     

Sebelum mengikuti Qiara. Julian melirik jam di tangangannya yang menunjukkan kalau waktu cukup banyak sebelum keberangkatan mereka ke Bandara.     

"Julian ... Ayo sarapan!" Kata Papa dengan ramah.     

"Iya Pa." Sahut Julian sembari mendekat kearah meja makan. Tanpa memperdulikan Julian. Qiara sarapan dengan tenang dan tidak berisik seperti biasanya. Julian pun tidak banyak kata dan langsung menikmati sarapannya.     

Papa merasa bahagia bisa sarapan bertiga pagi ini. Karena biasanya Papa selalu makan sendirian setelah kepergian Vania. Itu sebabnya sesekali ia mencuri pandang kearah Julian dan Qiara, untuk memastikan kalau ini bukan mimpi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.