Istri Kecil Tuan Ju

Suntikan Semangat.



Suntikan Semangat.

0Mendengar tawaran Qiano. Qiara pun langsung bersemangat. Jika tidak bisa lulus jalur pertama maka masih bisa menggunakan jalur mandiri.     

"Tentu saja aku mau. Pokoknya aku harus membawa pengumuman kelulusan ketika aku berangkat ke kota A agar orang itu tidak merendahkanku." Kata Qiara dengan semangat.     

"Orang itu? Siapa?" Tanya Qiano dengan heran. Mendengar pertanyaan Qiano. Qiara pun terdiam lalu menunduk menyesali keceplosan nya.     

"Maksudku ... Orang yang akan denganku tinggal nanti. Tante ku punya anak yang sangat menyebalkan dan suka mengejekku makanya aku bilang begitu."Jawab Qiara seraya berdalih dari jawaban yang sebenarnya.     

"Wahhh ... Bagus kalau begitu. Iya sudah, kamu harus belajar yang semangat. Agar tidak di remehkan olehnya. "kata Qiano dengan penuh semangat juga.     

"Oke. "Jawab Qiara penuh semangat.     

Semenjak saat itu Qiara meminta Winda untuk berhenti datang. Sehingga ia bebas belajar bersama Qiano di rumahnya Abah Ujang sambilan membantunya melatih murid-murid Abah Ujang setelah belajar. Dengan bantuan dan kesabaran Qiano yang membimbingnya belajar. semenjak saat itu juga, Qiara memilki harapan untuk bisa diterima di Kemas. Tidak hanya itu yang terjadi Seiring seringnya mereka bertemu, tanpa terasa perasaan cinta tumbuh semakin besar di hati mereka.     

Sayangnya cinta yang terasa tidak ubahnya seperti rumus Kimia dan Fisika yang sangat susah untuk di pecahkan ataupun di mengerti. Saking sibuknya Qiara mempersiapkan untuk tes. Ia lupa dengan Julian, meskipun ia sadar kalau sebentar lagi Julian akan menjemputnya karena berulang kali Renata mengingatkannya untuk hal itu. Tidak terasa, hari pengumuman yang ditunggu-tunggu datang juga setelah Qiara mengikuti tes secara online beberapa hari yang lalu. Dengan harap-harap cemas Qiara membuka pengumuman di webisite Kemas melalui jalur mandiri yang juga dilakukan secara online saking banyaknya peserta. Tidak lama setelah itu, Qiara mengketik nomer pesertanya. Dengan begitu muncullah hasilnya. Seketika itu ia merasa sulit bernafas dan jantungnya berhenti berdetak. Hingga air matanya tidak mengalir deras tidak tertahan.Tepat saat itu ponselnya berbunyi, dan itu dari Qiano.     

Setelah melihat ID pemanggil. Qiara mengendalikan emosinya lalu menghentikan tangisnya sebentar agar Qiano tidak tau kalau dia sedang sedih.     

"Hallo ... No! " Sapa Qiara setelah menggeser icon hijau di ponselnya.     

"Ra ... Bagaimana pengumumannya? Aku dengar kalau hari ini keluar kan?" Tanya Qiano dengan nada yang tidak sabaran.     

"Aku ... Tidak diterima No." Jawab Qiara seraya menahan tangisnya sekuat tenaga. Karena ia tidak mau terlihat lemah di fikiran Qiano.     

"Benarkah? Kalau begitu ... Kamu harus lebih berusaha lagi. Tapi, kamu tidak apa-apa kan? Aku harap semangat kamu tidak kendor karena masih banyak jalan lagi untuk bisa tetap kuliah. Walaupun di Kemas kamu tidak bisa diterima, tapi kamu masih punya kesempatan di universitas lain kan?" Ucap Qiano seraya menyemangati Qiara agar tidak menyerah dan tetap semangat.     

Suntikan semangat dari Qiano tentu saja membuat hati Qiara terasa lebih baik. Mungkin ini yang namanya kekuatan cinta.     

"Terimakasih! Tapi, aku hanya ingin Kemas. Walaupun orang lain menganggap aku hanya mimpi karena aku berani bermimpi untuk bisa kulaih di Kemas sedang aku hanyalah siswa dengan peringkat terbawah. Tapi, aku tetap percaya kalau aku pasti bisa masuk Kemas. Pasti akan ada jalur lain lagi." Ucap Qiara yang juga kembali menyemangati dirinya sendiri.     

"Begitu dong! Ini baru namanya Qiara yang tidak mudah putus asa ketika ia memiliki keinginan. Aku akan selalu mendukungmu! Karena aku percaya sama ku!" Sahut Qiano dengan senyum menghiasi wajahnya di sebarang telpon. Karena apa yang dia ucapkan adalah sesuatu yang benar adanya.     

"Terimakasih lagi! Oh iya, bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sudah mengambil keputusan lagi untuk kuliah dimana?" Tanya Qiara sambil menyeka sisa air mata yang ada di pipinya.     

"Aku jadi memilih Maha University .... Bahkan aku sudah selesai registrasi kemarin. Minggu depan aku akan pindah dan hidup sebagai anak kos. Tapi, jika kamu tetap tinggal di kota A maka kita pasti masih bisa ketemu karena Kota A tidak begitu jauh dari tempatku. " Jawab Qiano.     

"Wahhh ... Selamat ya No! Kamu memang pantas kuliah disana. Apalagi dengan beasiswa. Aku bangga punya teman sekaligus musuh sepertimu." Sahut Qiara dengan ikut senang kalau orang yang dia cintai bisa secerdas itu.     

"Baiklah kalau begitu! Aku akan beres-beres dulu. Karena besok aku akan berangkat ke Kota A. Sekali lagi terimakasih! Bay No!" Setelah mengatakan itu Qiara pun menutup telponnya lalu melanjutkan tangisnya dengan pelan agar Renata tidak mendengar suara tangisnya.     

Keesokan paginya. Di luar rumah sudah terparkir mobil dengan supir di dalam nya yang di kirim Julian untuk menjemput Qiara. Renata tersenyum saat melihat Qiara keluar dari kamar sambil membawa dua kopernya. Namun, senyum Renata langsung hilang ketika melihat ekspresi Qiara yang pucat pasi. Ia pun langsung teringat perkataan Qiara semalam yang tidak mau keluar kamar gara-gara tidak enak badan. Saat iya ingin memberikan obat, Qiara malah bilang sudah minum sehingga ia merasa lebih baik. Tapi, pagi ini nyatanya Qiara masih kelihatan sakit.     

"Sayang! Apa kamu masih sakit? Kalau iya, kamu tunda saja keberangkatanmu ke Kota A. Julian pun pasti akan mengerti." Kata Renata setelah menempelkan telapak tangannya pada kening Qiara.     

Renata tau betul bagaimana Qiara kalau sakit. Ia manja dan selalu ingin dipeluk kalau mau tidur dimalam hari sehingga ia cemas jika Qiara jauh darinya disaat sakit begitu. Namun, yang tidak diketahui oleh Renata kalau Qiara pucat gara-gara tidak tidur semalaman memikirkan bagaimana ia bisa tinggal di rumah yang jauh dari Ibu nya.     

"Qiqi udah baikan kok Ma. Juga, Qiqi tidak mungkin menghianati janji Qiqi setelah beberapa kali menunda keberangkatan Qiqi. " Jawab Qiara sambil berusaha melukis senyuman di bibirnya.     

"Tapi ... Wajahmu masih pucat sayang. Badan kamu juga masih anget." Sahut Renata dengan ekspsi cemas.     

"Mama ... Qiqi baik-baik saja. Atau, Mama tidak rela melepaska Qiqi pergi? Bukankah Qiqi sudah mengajak Mama?" Kata Qiara dengan suara lembut.     

"Mama tidak berhak untuk tidak rela melepaskanmu karena kamu bukan lagi tanggung jawab Mama sayang. Kewajibanmu adalah mematuhi suamimu. Dan tempatmu ya ada di samping suamimu. Kalau soal Mama ... Kamu tidak perlu fikirkan! Karena Mama sudah terbiasa sendirian. Disini juga banyak tetangga kita yang akrab sama Mama bahkan anak-anak mereka sering menginap disini kan?" Jelas Renata sambil memeluk putrinya yang sejujurnya sangat berat untuk dia lepaskan. Hatinya sangat sedih karena berat melepas putri satu-satunya itu.     

"Mama ... Jangan lupa makan! Jangan terlalu keras bekerja! Juga, Mama harus sering menelpon Qiqi. Kalau Mama kangen bilang aja! Qiqi akan pulang menemui Mama.     

Ya!" Kata Qiara dengan deraian air mata sambil memeluk erat Ibu nya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.