Istri Kecil Tuan Ju

Tercengang



Tercengang

0Tercengang     

"Ya pak?". Jawab Qiara dengan ekspresi tegang. "Kemampuan Matematikamu sangat rendah. Tapi, kamu masih saja tidak mau memperhatikan penjelasan saya, kalau kamu tidak mau belajar silahkan keluar!".      

Teriak pak Rahmat dengan kumis yang ikut menegang. "Maafkan saya pak! Tapi, saya mau belajar". Ucap Qiara seraya menunduk sedih.      

Qiano menjepit alisnya, melihat tampang sedih Qiara yang mengatakan ingin belajar. Karena biasanya, kalau disuruh keluar dia pasti langsung keluar, tapi sekarang berbeda.      

"Ohhh .... Jadi kamu mau belajar? Baik, kalau begitu kamu saya izinkan tetap belajar dengan syarat kamu harus bisa menjawab soal dari bapak! Bagaimana?". Ucap pak Rahmat dengan senyum licik.      

Entah mengapa Qiara langsung mengangguk dan itu membuat semua teman-temannya kaget.      

Ada yang mengejeknya dan ada juga yang khawatir. "Kalau aku bisa jawab, maka bapak tidak boleh berteriak-teriak lagi sama Qiara dan teman-teman Qiara, Bagaimana!". Ucap Qiara setelah ia maju ke depan.      

pak Rahmat tersenyum licik lalu mengangguk setuju, sedang semua teman-temannya termasuk Qiano menatap heran pada Qiara. "Kenapa Qiara membuat perjanjian seperti itu? Nilai Matematikanya kan selalu di bawah 5 itupun karena dia nyontek.      

Aduhh ... Cari dia cari mati". Batin Mia seraya menepuk jidatnya. Sesaat kemudian pak Rahmat sudah selesai menulis pertanyaan di papan. Dengan sengaja ia memberikan pertanyaan yang sangat sulit karena merasa bosan dengan tingkah Qiara.      

Kini dia punya kesempatan untuk membuat Qiara mengemis untuk bisa ikut belajar di kelasnya.     

Melihat dua pertanyaan yang tertulis di papan, Qiara langsung tersenyum.      

Sedang Qiano terlihat tenang karena dua pertanyaan di depan ada di antara 10 pertanyaan yang dia berikan dan entah mengapa dia merasa yakin kalau Qiara bisa menyelesaikannya.     

"Bagaimana Qiara? pertanyaan yang saya berikan apakah kamu sanggup untuk menjawabnya?". Tanya pak Rahmat sambil tersenyum mengejek.      

"Ra, kamu nyerah saja deh daripada kamu membuat malu". Teriak teman-temannya sambil menertawakannya.      

"Saya akan menyelesaikannya pak!". Ucap Qiara dengan percaya diri dan mengabaikan perkataan teman-temannya.      

"Silahkan kalau begitu!". kata pak Rahmat sambil duduk di kursinya kembali.      

Meski masih ragu dengan kebenaran jawaban Julian, tapi Qiara berfikir kalau dia akan tetap menggunakan cara yang Julian gunakan, setidaknya ada yang dia tulis dari pada diam mematung di depan.      

Tidak lama setelah itu, Qiara mengambil spidol dari tangan pak Rahmat lalu satu persatu soal dikerjakan dengan cepat, untungnya Qiara sudah menghafal dan mempelajari dengan baik cara yang digunakan oleh Julian. Memiliki ingatan tajam memang kelebihan Qiara.      

"Selesai!". Ucap Qiara dengan senyum sumringah, setelah itu dia langsung kembali ke tempat duduknya tanpa menunggu hasil koreksi pak Rahmat.      

Qiano yang sedari tadi diam memperhatikan mendadak terkejut dengan langkah-langkah penyelesaian yang digunakan oleh Qiara. "Rasanya itu bukan langkah yang aku ajarkan kemarin deh. Tapi, sepertinya langkah yang digunakan Qiara jauh lebih mudah, bagaimana Qiara bisa memikirkannya, apakah ada yang mengajarnya?". Batin Qiano.      

pak Rahmat langsung memeriksa jawaban Qiara. Seketika itu ia terkejut melihat semua soal yang sulit itu bisa diselesaikan dengan sempurna oleh Qiara.      

"Qiara, dari mana kamu menemukan rumus ini?". Tanya pak Rahmat dengan heran.      

"Memangnya jawaban saya benar?". Tanya Qiara dengan harap-harap cemas. "Jawabanmu sempurna, rumus ini biasa digunakan oleh orang-orang bergelar master. Jadi, bagaimana bisa kamu memecahkan rumus ini?". Jawab pak Rahmat dengan terpukau.      

"Qiara dan Qiano sama-sama terkejut mendengar penjelasan pak Rahmat begitupun siswa yang lainnya. Termasuk group nya, karena mereka tidak mungkin memikirkan Vania yang mengajarnya Karena ia sudah meninggal beberapa bulan yang lalu.      

Mereka tidak menyangka cara semudah itu hanya digunakan oleh orang-orang bergelar master?.      

"Apakah Julian memiliki gelar Master?". Batin Qiara dengan heran.      

"Ra, siapa yang mengajarimu?". Bisik Natasya. Mendengar pertanyaan Natasya, Qiara tampak berfikir, sesaat kemudian dia menatap pak Rahmat kembali seraya memberikan jawaban terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Natasha.     

"Saya diajarin sama Qiano. Hehe ...". Jawab Qiara cengengesan.      

Mendengar jawaban Qiara, mendadak kelasnya menjadi sunyi, Qiano sendiri menatap aneh kearah Qiara, karena ia merasa tidak pernah melakukannya.      

"Kenapa Qiara harus berbohong?". Batin Qiano.      

pak Rahmat bertepuk tangan dan kembali memuji-muji Qiano, murid teladannya. Ia pun langsung melempar senyum ke arah Qiano. "Bagus Qiano! Kamu memang patut jadi contoh, karena bisa mengubah si bodoh menjadi berguna sedikit.      

Ya sudah, mari lanjutkan pelajarannya". Kata pak Rahmat, mereka pun langsung kembali fokus.      

Sedang Qiano hanya tersenyum pahit karena ucapan itu sebenarnya bukan untuknya.      

"Ra, sejak kapan kamu belajar sama Qiano?". Tanya Mia. Qiara merasa frustasi mendengar pertanyaan temannya itu. Kenapa dia harus menyebut nama Qiano? Namun, lebih tidak mungkin lagi kalau dia menyebut nama Julian.      

"Jangan banyak tanya lagi! Aku malu karena semua teman-teman menatapku heran". Bisik Qiara.      

Kelompoknya hanya mengangguk dan Mencoba menahan rasa penasarannya.      

Waktu terus berlalu, bel pulang berbunyi. Semua siswa pun tampak bersemangat lalu bersiap-siap untuk pulang.      

"Ra, bisa bicara sebentar?". Tanya Qiano yang tiba-tiba menghadang jalannya bersama ketiga sahabatnya itu.      

Ekspresi Qiara menjadi rumit ketika melihat Qiano. "Khemm ... Sepertinya aku harus pulang duluan nih! Papaku pasti sudah jemput". Kata Lola dengan senyum licik lalu pergi begitu saja.      

"Aku juga". Kata Mia dan Natasya menyusul Lola. Hanya untuk memberikan ruang buat Qiara dan Qiano untuk bicara berdua.      

Tepat saat Qiara ingin memanggil teman-temannya yang kabur meninggalkannya bersama Qiano.      

Tiba-tiba ponsel Qiara berbunyi dan itu dari Julian. Seketika itu ia sangat kaget karena ia sedang bersama Qiano.      

"Ahhh ... Kenapa Julian menelpon diwaktu yang tidak tepat begini? Ada apa dengannya yang sangat rajin sekali menelponku?". Batin Qiara dengan ekspresi yang buruk.      

"Ada apa Ra? Siapa yang menelponmu?". Tanya Qiano seraya mengerutkan keningnya.      

"Aaa ...? Oh ini. Yang menelpon bukanlah orang penting melainkan tukang Laundry yang memintaku untuk mengambil pakaianku". Jawab Qiara.      

Tanpa sadar ia menggeser icon hijau di ponselnya karena kaget mendengar pertanyaan Qiano.      

"Tukang Laundry? Sejak kapan aku menjadi tukang Laundry? Aku ini pengusaha yang sangat terkenal di kota A. Semua orang senang menerima telepon dariku, tapi kenapa anak kecil ini berani sekali mengabaikanku, bahkan mengatakan aku ini tukang Laundry. "Batin Julian ketika mendengar perkataan Qiara dari seberang telpon.      

Karena kesal, Julian langsung mematikan panggilannya. Sementara itu Qiara masih tidak menyadari panggilan itu. Dengan cepat ia memasukkan ponselnya ke saku bajunya ketika ponsel itu tidak berdering lagi.      

"Ohh ... Begitu. Lalu apa kita bisa bicara sekarang?". Tanya Qiano dengan ekspresi penuh harap.      

Qiara terdiam sejenak mengabaikan pertanyaan Qiano. Ia melirik ke berbagai arah. Dimana dia merasa ada banyak mata yang memandangnya, dengan kesal karena ia terlihat dekat dengan Qiano. Tentu saja itu membuatnya risih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.