Istri Kecil Tuan Ju

Memata- Matai



Memata- Matai

0"Apa kamu percaya dengan ucapan perempuan ini? Bukankah kamu pintar untuk membedakan mana yang salah atau benar?" Kata Jasmin sambil menatap Faris dengan ekspresi yang rumit.     

"Hei ... Apa maksud dari kata-katamu itu? Jangan menuduh sembarangan jika kamu tidak punya bukti!" Ucap Aliya dengan ekspresi yang semakin gelap.     

"Hari ini saat aku sedang melakukan siaran langsung. Kamu mengirim kepadaku seorang wanita yang marah-marah karena suaminya aku ambil. Sayangnya rencana mu gagal karena penggemarku tidak percaya itu. Jika kamu butuh bukti, aku bisa memberikannya. Namun, aku ingin kamu mengakuinya sebelum aku menunjukkan bukti." Jelas Jasmin sambil tersenyum licik.     

Semua orang tau, kalau Jasmin sangat pandai bicara. Oleh karena itu banyak penggemar yang ingin melihatnya menjadi pengacara untuk menegakkan hukum.     

"Aku tidak faham maksudmu! " Ucap Aliya sambil memalingkan wajahnya kearah Faris.     

"Aku lelah, bisakah kamu meminta nona itu keluar?" Lanjut Aliya dengan manja. Mendengar perkataan Aliya, Faris langsung mengangguk seperti seorang pelayan pada tuannya.     

"Jasmin! Ayo bicara di luar!" Seru Faris sambil memegang lengan Jasmin.     

"Jangan sentuh aku menggunakan tanganmu yang kotor itu! Aku jijik. Aku akan pergi karena aku muak dengan tampilan menjijikkan kalian. Namun, bersiaplah wanita jalang! Karena kamu menantangku dan tidak mau mengaku, maka aku akan memberimu hadiah. Setelah itu, tamat riwayatmu sebagai artis." Setelah mengatakan itu Jasmin berbalik untuk pergi tanpa perduli dengan ekspresi tegang Aliya.     

Melihat Jasmin yang hendak keluar, Qiara segera pergi dan duduk di bangku pasien untuk menghilangkan kecurigaan.     

'Wahhh ... Tubuhnya langsing dan tinggi, kulitnya juga sangat kinclong dan putih, rambutnya benar - benar panjang. Melihat nya lewat TV membuatku mengaguminya, tapi melihatnya secara langsung membuatku semakin menyukainya. Dia kakak ipar yang aneh. Tapi, aku akan membantunya untuk menemukan cintanya. Karena aku masih ingat bagaimana Papa ingin melihatnya menikah. Pokoknya, sebelum aku bercerai, aku akan melakukan hal-hal baik kepada keluarga ini. He ...' Batin Qiara dengan penuh semangat.     

Setelah kepergian Jasmin. Qiara tetap duduk sampai menunggu Dokter Faris keluar. Tidak lama kemudian, Dokter Faris keluar dengan ekpsresi yang tidak enak di lihat.Ia berjalan melewati lorong rumah sakit dengan langkah cepat. Qiara pun mengikutinya dari belakang dengan hati-hati.     

Setelah lama mengikuti dokter Faris. Qiara pun akhirnya sampai di sebuah penginapan klasik yang tidak begitu ramai. Dengan langkah ragu Qiara melangkah masuk ke penginapan itu. Ia berusaha mencari keberadaan sang dokter. Karena dia ingin bicara dengan nya serta ingin mencaritahu lelaki macam apa yang membuat kakak iparnya sampai meninggalkan keluarganya.     

'Ahhh ... Dokter itu kemana? Juga, kenapa aku pergi sejauh ini? Di sini banyak kamar. Tidak mungkin kan aku buka satu-satu untuk menemukannya. Lagian, kenapa tidak ada pelayan atau pemilik penginapan sih disini. Kenapa mereka tidak berjaga, bagaiamana kalau maling masuk? Untung aku yang masuk.' Batin Qiara sambil memperhatikan setiap kamar. Tidak lama kemudian, ia berdiri di depan sebuah kamar yang didalamnya seperti orang lagi bercakap - cakap. 'Di kamar ini pasti ada orang. Buktinya ada suara orang ngobrol. Apa mungkin itu dokter tadi, karena sedari tadi aku tidak melihat siapapun lewat selain dokter itu. Padahal ini masih jam 7 malam.' Batin Qiara seraya menarik nafas dalam. Dan dengan langkah pelan Qiara mengumpulkan keberaniannya membuka kamar itu dengan lebar.     

"Aaa ... " Qiara berteriak histeris ketika melihat seorang lelaki tanpa baju sedang berada diatas perempuan muda yang tidak memakai baju. Seketika itu dua pasangan yang lagi berada dalam hubungan suami istri itu kaget melihat Qiara yang berteriak serta melotot kearah mereka.     

"Yaaa .... Siapa kamu?" Teriak sang lelaki dengan ekpsresi buruk. Karena suatu hal yang sangat tidak enek dilihat ketika sedang melakukan hubungan suami istri. Tepat saat itu, mata Qiara langsung di tutup oleh sebuah tangan kokoh, sambil menariknya mundur agar ganggang pintu yang dia tarik ikut teratarik dan menutup. Setelah pintu tertutup. Qiara berbalik dan menemukan dada bidang yang di balut jas warna hitam dan dasi yang ada di depannya. Wangi parfum yang sangat akrab membuatnya mendongak menatap orang itu. Seketika itu jantungnya berdetak tidak karuan.     

"Julian ... ?" Ucap Qiara dengan ekspresi jatuh. Sebab dia merasa buruk kepergok oleh Julian sedang melihat dua orang mesum diatas ranjang.     

"Aku ... Mereka sedang ... "Lanjut Qiara dengan terbata-bata. Namun, ucapannya terhenti ketika Julian menatapnya dengan sinis, seketika itu pun ia terkejut dan tidak berani memandang Julian.     

'Aku tidak menyangka tenyata di era modern ini masih ada gadis polos dan naif seperti istriku ini. Namun, aku senang karena ini menunjukkan dia yang tidak pernah tersentuh oleh lelaki lain meskipun dia terkenal nakal.' Batin Julian sambil geleng-geleng kepala.     

"Ayo pergi!" Kata Julian sambil menarik lengan Qiara dengan ekspresi yang buruk sebab dia tidak ingin berlama-lama di tempat itu. Apalagi, istrinya sudah mengganggu orang lain.     

'Wajahnya sangat mengerikan. Apa dia marah padaku? Atau aku akan kena hukuman? Aduhhh ... Mama, aku takut dengan suami kejam ini.' Batin Qiara seraya berjalan cepat mengikuti langkah Julian yang cepat. Tidak lupa Julian menggunakan kaca mata hitamnya agar tidak ada yang mengenalinya sama sekali. Karena akan sangat bahaya jika ada yang mengambil fotonya di tempat yang tidak seharusnya. Tidak lama setelah itu. Qiara dan Julian masuk ke mobil. Lalu, dengan cepat Julian membawa mobilnya pergi dari tempat itu.     

"Bagaimana kamu bisa menemukanku ?" Tanya Qiara dengan bingung.     

"Itu mudah bagiku." Jawab Julian dengan dingin.     

Seketika itu bulu kuduk Qiara merinding, dan udara di dalam mobil menjadi sangat dingin seperti sedang berada di kutub utara. Tentu mudah bagi Julian mengetahui setiap pergerakan Qiara. Karena dia bisa mendeteksi Qiara melalui ponsel canggihnya yang sudah dia aktifkan tanpa sepengetahuan Qiara.     

"Apa yang kamu lakukan? Mulai dari rumah sakit hingga penginapan itu?" Tanya Julian setelah terdiam sesaat.     

"Bagaimana kamu tau kalau aku juga ada di rumah sakit?" Tanya Qiara balik dengan ekspresi yang semakin bingung.     

"Jawab saja! Jangan banyak tanya!" Kata Julian masih dengan ekspresinya yang dingin. Pandangannya fokus kearah depan untuk melihat jalan agar tidak sampai menabrak karena ia sengaja tidak bawa mobil. Qiara menunduk ketakutan. Entah kenapa seorang Qiara selalu merasa takut kalau melihat Julian marah. Padahal dia adalah preman sekolah yang ditakuti banyak temannya.     

"Qiara ... Jawab!" Teriak Julian dengan tidak sabar.     

Dia benar-benar marah ketika menemukan Qiara ada di penginapan itu. Seketika itu Qiara terkejut karena ini kali pertama dia mendengar Julian berteriak padanya. Qiara pun merasa terintimidasi dan tidak terima.     

"Kenapa kamu harus berteriak padaku hah? Aku bukan anak kecil yang seenaknya saja kamu perintah. Aku sudah besar dan terserah padaku mau kemana. Juga, aku bisa jaga diri dan tidak butuh bantuan orang lain." Kata Qiara dengan geram. Ia benar-benar marah terhadap Julian yang sudah berani-beraninya meneriakinya.     

"Apa? Kamu sudah dewasa? Tidakkah kamu fikir kalau kamu itu hanya anak kecil yang tidak mengerti apa-apa? Jadi, aku harus memaklumi kamu datang ketempat itu?" Kata Julian lagi dengan suara berat.     

"Memangnya ada masalah aku datang kesana?" Tanya Qiara seraya menoleh kearah Julian dengan tatapan sinis.     

"Qiara ... Kamu bilang kalau kamu sudah dewasa? Tapi kamu tidak bisa membedakan tempat yang baik dan benar. Asal kamu tau, penginapan tadi adalah milik germo dan sering digunakan untuk melakukan hubungan sex. Apa kamu fikir itu tidak apa-apa kalau seorang gadis muda dan polos ada di tempat itu?" Jelas Julian dengan kesal.     

Mendengar penjelasan Julian, Qiara terkejut dan tidak menyangka kalau penginapan itu tempat pelacuran. Dia memang asal masuk tanpa membaca nama dari tempat itu. Pantas sepi dan tidak ada orang. Fikir Qiara.     

"Kalau itu tempat pelacuran, berarti dokter itu datang untuk tidur dengan seorang wanita? Apa begitu? Jadi, dia memang bukan dokter yang baik?" Kata Qiara dengan pelan. Tapi, Julian masih bisa mendengarnya dengan jelas.     

"Apa maksudmu? Kenapa kamu berkata begitu? Apa kamu sudah memata - matai seseorang?" Tanya Julian sambil melirik Qiara dengan tatapan mengerikan.     

"Aku ... Aku hanya ... " Qiara merasa tidak sanggup mengatakannya karena itu sangat memalukan. Dia tau kalau Julian pasti akan memarahinya jika dia tau kejadian yang sebenarnya.     

"Aku apa Qiara? Bicaralah dengan jelas! Jika kamu tidak jujur maka aku tidak akan bisa membantumu kalau orang yang kamu lihat tadi menuntut mu." Lanjut Julian seraya menggertakan giginya.     

'Ya ampun ... Bisa-bisa aku akan menjadi lelaki yang cepat tua kalau terus berurusan dengan bocah ini. Vania ... Lihatlah kelakuan adikmu! Aku tidak sampai kefikran kalau dia akan berani melangkah ketempat seperti itu. Dan dengan polosnya dia malah memarahiku balik.' Batin Julian.     

Ia selalu mengeluh dengan menyebut nama Vania ketika dia merasa tidak mampu menghadapi Qiara. Atau, ketika dia merasa senang dengan keberadaan Qiara.     

"Iya ... Aku akan cerita. Tapi, kamu jangan marah ya! Janji!" Sahut Qiara seraya menjulurkan jari kelingkingnya. Julian menarik nafas dalam.     

Kini dia merasa bukan lagi seorang suami, melainkan pengasuh bagi Qiara. Melihat Qiara menjulurkan kelingkingnya, entah kenapa Julian merasa geli karena itu adalah hal yang biasa anak kecil lakukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.