Istri Kecil Tuan Ju

Merasa Tercekik!



Merasa Tercekik!

0Keesokan paginya, gemerisik arus laut membangunkan mereka yang semalaman meringkuk di bibir pantai. Perlahan mata Qiara terbuka. Pandangannya langsung menerawang jauh, sejauh matahari terbit. Udara dingin dari angin laut membuat Qiara merasakan dingin yang menyengat. Ia pun mendongak menemukan Julian yang masih memejamkan matanya.     

Seketika itu Qiara tersenyum dan bangun dari tidurnya. Tepat saat itu Qiara memandang wajah tampan Julian yang masih memejamkan mata dengan rakus. Seketika itu suara ombak yang menghantam karang terdengar indah bagaikan siulan romansa yang mendebarkan hati. Terutama saat memandang bibir manis Julian yang kemerah-merahan. 'Memiliki lelaki ini di sampingku, aku merasa bahagia! Tapi, akankah ini selamanya? Secara, aku belum pantas menjadi pendamping lelaki seperti dia. Itu sebabnya aku takut mengenalnya lebih jauh, takut kalau aku akan kecewa. Pernikahan Mama dan Papa sudah cukup membuatku teroma. Aku tidak berharap banyak dari pernikahan tanpa cinta ini.' Batin Qiara seraya tersenyum pahit sambil memandang wajah Julian.     

"Ada apa kamu memandangku begitu lama? Apakah kamu bahagia melakukannya?" Suara Julian yang diiringi dengan mata yang terbuka pelan itu, membuat Qiara terkejut.     

"Aaa ... ? Iya, aku bahagia!" Ucap Qiara dengan gugup disela ekspresi kagetnya.     

"Aku tau itu. Karena aku adalah lelaki yang tampan. " Ucap Julian sambil menggeliat merenggangkan tubuhnya yang kaku karena semalaman tidur sambil duduk.     

"Julian ... Kamu kepedean. Dasar lelaki mesum ... " Teriak Qiara kearah laut tanpa jawaban sampai tenggorokanya tercekat baru ia berhenti.     

Julian tersenyum sambil merebahkan tubuhnya yang kaku di pasir dan membiarkan Qiara melampiaskan kekesalannya dengan berteriak kearah lautan.     

"Auhhh ... Teriakan kehidupan yang selalu membuatku bersemangat. " Ucap Julian sambil nenatap langit dengan tersenyum. Karena setiap kali ia mendengar teriakan Qiara. Ia selalu merasa hidup kembali menjadi orang baru yang bisa merasakan marah dan di marahi.     

Tepat saat itu, Julian teringat akan Vania. Iya, kisahnya bersama Vania benar-benar panjang. Namun, Vania kini berada dalam pelukannya yang dingin. Hingga Qiara hadir dalam hidupnya memberi kehangatan di pelukannya. Deru nafas Qiara selalu menjadi candu disetiap ia mengambil aroma tubuh yang berhasil dia taklukkan di malam yang penuh hasrat itu.     

Seiring berjalannya waktu. Julian mendapat teguran karena ia masih menyimpan Vania dan membiarkan wanita yang dia nikahi berada di luar hatinya. 'Apakah terlambat bagiku untuk menyadari bahwa Vania sudah benar - benar tidak ada? Janji yang kami ukir dua tahun lalu sudah tidak ada artinya. Dia yang sekarang bersamaku adalah masa depanku. Cinta yang aku pertahankan hingga sekarang hanyalah fatamorgana yang membuatku tersadar sekali lagi, bahwa Vania sudah tenang bersama para penghuni surga yang mungkin lebih membuatnya bahagia dari di sisiku jika terus hidup.' Batin Julian sambil meneteskan air mata bening dari sudut matanya.     

Mengingat Vania, membuat Julian teringat rekaman CCTV jalan raya yang kebetulan merekam insiden kecelakaan mobil yang dialami oleh Vania. Seketika itu Julian merasa tecekik untuk ke sekian kalinya. Karena ia tidak bisa membayangkan bagaimana Vania harus mengadu nyawanya dengan mobil dan aspal. Mengulur senyum walaupun nafasnya berakhir dalam hitungan dan lelap dalam damai bersama darah yang mengalir dari kepala dan mulutnya.     

"Ukhuk ... Ukhuk ... " Qiara yang sedari tadi menikmati matahari terbit itu, kaget mendengar Julian terbatuk.     

"Julian ... Apa kamu baik - baik saja?" Tanya Qiara dengan panik ketika melihat Julian memegang lehernya seolah ia sedang tercekik.     

"Aku ... " Julian merasa kesulitan untuk bicara. Dia merasa bingung kenapa setiap kali mengingat kejadian tabarakan itu, Julian masih saja merasa tercekik. Padahal, dia sudah berusaha untuk mengikhlaskan Vania dan melupakan kejadian na'as itu.     

"Tunggu sebentar!" Kata Qiara seraya berlari mencari toko yang di sekitaran pantai. Qiara merasa frustasi melihat Julian yang seperti itu. Julian terus saja memegang lehernya seakan ada yang mencekiknya.     

Tidak lama setelah itu, Qiara pun berhasil menemukan air dan bergegas kembali menemui Julian.     

"Julian ... Minumlah!" Kata Qiara setelah ia kembali ke hadapan Julian.     

Seketika itu, Julian meraih botol minuman itu lalu meminumnya dengan bantuan Qiara. Qiara memperhatikan wajah Julian yang terlihat kusut dan ada air mata yang mengalir dari sudut mata Julian. 'Ada apa dengan Julian? Kenapa dia tiba-tiba seperti orang yang sedang di cekik? Apakah dia mengidap suatu penyakit? Atau, dia sedang alergi?' Batin Qiara dengan cemas.     

Setelah melihat Julian menghabiskan air di botol itu dengan habis. Qiara pun tanpa sadar memeluk Julian dan memberikannya kehangatan.     

"Ada apa denganmu? Kenapa kamu tiba - tiba begini? Kamu membuatku khawatir!" Tanya Qiara seraya memeluk erat Julian. Mendengar pertanyaan Qiara, Julian pun mulai merasa lega. Nafasnya perlahan berhembus dengan teratur.     

"Aku baik - baik saja!" Ucap Julian sambil memeluk pinggang Qiara dan membenamkan wajahnya dalam pelukan hangat Qiara. Seketika itu ia menemukan kehangatan dan kenyamanan dalam pelukan itu.     

"Baguslah kalau begitu! Sekarang kita pulang saja ya! Aku akan merawat mu. Jadi, kamu harus libur bekerja hari ini. Oke." Kata Qiara yang masih memasang wajah tegang dan khawatir.     

"Tapi, apakah kamu benar-benar masih bisa untuk membawa mobil?" Tanya Qiara lagi ketika ia mengingat kalau Julian harus menyetir mobilnya.     

Setelah menarik nafas dalam. Julian pun melepas pelukannya, lalu menatap Qiara sambil melukis senyum di wajah tampannya.     

"Apa kamu benar - benar ingin merawat ku? " Tanya Julian sebelum menjawab pertanyaan Qiara. Mendengar pertanyaan Julian, Qiara pun terdiam sejenak dan mengingat apa yang baru saja ia janjikan.     

"Kenapa diam? Apa kamu sedang pura - pura lupa ingatan?" tanya Julian lagi ketika melihat Qiara yang terdiam membisu.     

"Ahhh ... Maksudku ... Aku akan merawat mu dengan memasak air panas untuk membuatkan mu teh. Juga, membuat bubur untukmu. " Jawab Qiara dengan gugup.     

"Memangnya kamu bisa masak?" Tanya Julian lagi dengan senyum yang mulai menggoda Qiara.     

"Kalau cuma masak air saja, aku bisa kok." Jawab Qiara lagi sambil menunduk malu karena dia memang tidak bisa memasak. Jangankan masak, masuk dapur saja dia jarang banget. Sekali nya masuk hanya untuk mengambil makanan dan cemilan saja.     

"Ya sudah. Ayo kita pulang! Jangan khawatir! Aku masih bisa membawa mobil kok." Kata Julian sambil membawa Qiara berdiri.     

" Apa kamu yakin? Karena aku tidak ingin kita kenapa-napa di jalan!" Tanya Qiara lagi untuk memastikan kalau Julian benar-benar sehat untuk membawa mobilnya.     

"Istriku sayang! Lihatlah betapa sehatnya suamimu ini! Apa perlu aku buktikan di mobil dengan itu ..." Kata Julian sambil mengedipkan matanya kearah Qiara seraya tersenyum licik. Qiara langsung memasang ekspresi buruk karena mengerti apa yang Julian maksudkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.