Istri Kecil Tuan Ju

Kecemasan.



Kecemasan.

0Tidak hanya itu, Siska juga melihat betapa girangnya beberapa mahasiswa mengambil gambar dan vidio pertengkaran mereka. Siska yakin semua orang yang melihatnya akan berpihak padanya. 'Kita tunggu saja bagaimana berita tentang keributan hari ini akan menghancurkan karir Rena. Juga, si gadis bar-bar yang tidak akan lama kuliah disini.' Batin Siska seraya berjalan meninggalkan tempat itu.     

Di waktu yang sama. Rena masih memandang Qiano dan Qiara dengan ekspresi kesal.     

"Kak Rena, sekali lagi saya minta maaf atas kelancangan teman saya! Kalau begitu, saya akan membawanya pergi sekarang!" Setelah mengatakan itu, Qiara pun membawa Qiano pergi dari hadapan Rena. 'Tunggu! Bukankah dia yang menolongku waktu di pantai? Kenapa dia bisa ada disini? Kalau di lihat dari cara berpakaiannya sih. Dia Mahasiswa baru disini. Jadi, dia adik tingkat ku?' Batin Rena seraya menatap tajam kearah Qiara yang sedang membawa Qiano pergi.     

Mengingat kejadian itu. Rena ingin mengejar Qiano. Akan tetapi, dia mengurungkan niatnya karena ia merasa kalau ini bukan waktu yang tepat.      

Setelah lama terdiam, Rena pun meninggalkan tempat itu dengan kesal dan dipenuhi amarah. Dia tidak perduli dengan tatapan dan pandangan orang lain terhadapnya. Di waktu yang sama, tepat saat Qiara membawa Qiano pergi. Ia mendengar bisik-bisik teman-temannya lagi. Meski begitu ia mengabaikan mereka semua.     

"Auhhh ... " Ringis Qiano ketika ia merasakan perih di bagian yang tertusuk. Seketika itu Qiara pun kaget dan langsung menoleh kepada Qiano.     

"Qiano ... Apa kamu baik-baik saja?" ucap Qiara dengan lirih saat melihat darah yang semakin banyak membasahi kemeja Qiano. Hatinya pun semakin sakit melihat bahu Qiano yang terus mengeluarkan darah. Kecemasan pun tergambar di wajah Qiara.     

"Aku baik-baik saja kok! Kamu jangan khawatir begitu!" Jawab Qiano sambil tersenyum diantara sakit yang dia rasakan.     

"Yaaa ... Qiano! Apa kamu fikir aku bodoh? Kamu kira aku akan percaya begitu saja dengan apa yang kamu katakan? Bagimana mungkin kamu bisa baik-baik saja jika bahumu terus mengeluarkan darah?" Teriak Qiara dengan kesal.     

"Iya maaf! Jangan marah lagi dong!" Kata Qiano lagi yang berusaha menenangkan hati Qiara.     

"Sudah, jangan banyak omong lagi! Sekarang kita harus ke rumah sakit.!" Kata Qiara seraya memapah Qiano.     

Tanpa membantah perintah Qiara. Ia pun langsung mengikutinya dengan patuh.     

Tepat saat itu, supir Julian tiba untuk menjemput Qiara. "Ny. Ada apa?" Tanya supir itu dengan terkejut ketika baju Qiara kena noda darah.     

"Ahhh ... Kebetulan bapak datang. Tolong bawa kami ke rumah sakit sekarang juga!" Kata Qiara yang merasa lega ketika melihat supir Julian.Tanpa banyak tanya. Pak supir pun langsung membawa Qiara dan Qiano pergi meninggalkan kampus menuju rumah sakit.     

Di sepanjang perjalanan. Qiara membantu menutupi bahu Qiano yang tidak henti mengeluarkan darah hingga wajah Qiano menjadi pucat.     

'Siapa pemuda ini? Kenapa Ny. Sangat perhatian padanya? Apa mungkin Ny. Sudah berselingkuh di belakang Tuan? Tapi, Ny. Juga terluka. Haruskah aku memberitahu Tuan?' Batin Pak Supir sambil memperhatikan majikannya dari kaca spion.     

"No, tolong tahan ya! Kita sebentar lagi akan sampai di rumah sakit." Kata Qiara dengan ekspresi yang sangat khawatir.     

"Ra, aku masih kuat kok. Jangan khawatir!" Kata Qiano sambil memegang tangan Qiara yang dingin karena panik.     

Mendengar perkataan Qiano. Qiara pun hanya bisa menarik nafas dalam karena dia baru sadar kalau sikapnya mulai berlebihan.     

'Ada apa dengan perasaanku? Kenapa aku begitu panik melihat Qiano terluka? Juga, kenapa dia harus menerima tusukan itu begitu saja? Harusnya dia menong dengan cara lain bukan malah mengorbankan dirinya sendiri. Qiano, kenapa aku lagi-lagi harus terlibat denganmu?' Batin Qiara dengan mata yang berkaca-kaca.     

"Hei ... Kenapa diam? Ada apa denganmu? Kamu sepertinya mau nangis." tanya Qiano dengan heran.     

"Aku tidak apa - apa. Kamu fokus sama lukamu! Dan jangan ganggu aku!" Setelah mengatakan itu. Qiara pun memalingkan wajahnya dari Qiano.     

Melihat Qiara yang seperti itu. Qiano pun langsung diam karena dia tidak ingin membuat Qiara semakin emosi.     

Di waktu yang sama. Berita tentang perkelahian Siska dan Rena masih santer terdengar dan menjadi topik utama di kampus. Walaupun itu sudah berlalu beberapa menit yang lalu.     

Di ruang musik itu. Jhonatan terdiam memikirkan kejadian tadi. Karena merasa bosan. Ia pun pergi meninggalkan ruangan itu dengan langkah perlahan. Kebetulan hari sudah semakin sore. Tepat saat ia melewati para kerumunan Mahasiswi yang biasanya selalu heboh setiap kali melihatnya. Malah begitu cuwek sehingga Jhonatan pun menjadi bingung.     

'Apa? Jadi, mereka sibuk membicarakan anak baru itu? Apa bagusnya dia? Mereka tidak melihatku sedikit pun ketika sedang membicarakan pemuda itu. Juga, kenapa Rena menatapnya seperti itu? Apa dia juga menyukai si anak baru?' Batin Jhonatan sambil melirik kearah para gadis yang sibuk bergosip.     

Karena tidak tahan. Natan langsung pergi meninggalkan para gadis itu dengan kesal.     

"Natan ... Apa kamu mau pulang?" mendengar suara cempreng itu. Dengan malas Natan menoleh karena ia sangat akrab dengan suara yang sudah sering dia dengar semenjak duduk di bangku SMA.     

"Kalau aku mau pulang, memangnya kamu mau apa?" Tanya Natan dengan malas.     

"Ummm ... Mobilku ada di bengkel. Jadi, bolehkah aku ikut pulang denganmu?" Tanya Siska dengan centil.     

"Oh begitu. Ya sudah, kamu pakai taxi saja karena aku harus pergi ke suatu tempat. Permisi!" Ucap Natan seraya berbalik melanjutkan langkahnya menuju parkiran.     

Wajah Siska langsung memerah mendengar penolakan Jhonatan yang secara halus. Saking kesalnya, Siska menghentakkan kaki nya dengan cemberut. 'Natan, awas saja kamu! Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Tunggu sampai aku menjadi akrab dengan tante Sarah. Aku akan memintanya untuk membuatmu menikah denganku.' Batin Siska dengan kesal.     

Setelah itu ia pun pergi dari situ. Waktu terus berlalu. Tanpa terasa malam pun tiba. Qiara pulang dengan tubuh yang lemas setelah mengantar Qiano kembali ke kampus untuk mengambil motornya. Untungnya, ada teman Qiano yang juga akan pulang ke kosnya sehingga Qiano di bonceng olehnya.     

"Kenapa baru pulang?" Mendengar suara berat dan dingin itu. Qiara pun langsung terkejut dan menoleh ke sumber suara.     

"Ohhh ... Astaga ... Kenapa kamu duduk di ruang tamu dengan lampu yang remang - remang? Kamu mengagetkanku tau." Ucap Qiara dengan ekspresi kaget ketika dia melihat Julian dengan jelas duduk di sopa dengan kaki di silangkan.     

"Jangan mengalihkan pembicaraan! Katakan padaku kalau kamu habis dari mana sehingga pulang jam segini? Juga, baju penuh darah. Ada apa?" Kata Julian lagi dengan panik ketika melihat baju Qiara masih ada noda darah.     

Walaupun sang sopir sudah memberitahunya. Tapi, Julian butuh penjelasan dari Qiara dengan pura-pura tidak tau.     

"Aku akan mandi dulu! Setelah itu aku akan menceritakan nya kepadamu. Kalau begitu, aku ke kamar sekarang!" Setelah mengatakan itu, Qiara pun melarikan diri ke kamarnya. Dia benar-benar lelah dan merasa sangat kotor. Julian hanya menarik nafas dalam melihat istrinya yang berlari masuk ke kamar.     

Tidak lama setelah itu. Qiara pun sudah selesai bersih-bersih. Karena dia belum ngantuk dan merasa sangat lapar. Ia pun keluar dari kamar untuk menemukan makanan yang masih bisa di makan.     

"Malam Ny. Ju!" Sapa pelayan nya dengan penuh hormat ketika melihat Qiara masuk ke dapur.     

"Ummm ... Saya lapar. Apakah kamu sudah memasak makan malam?" Tanya Qiara dengan ekspresi yang memelas.     

"Tentu sudah Ny. Apakah anda akan makan sekarang?" Tanya pelayan itu.     

"Iya. Tapi, dimana suamiku?" Kata Qiara seraya melempar pandangannya kemana-mana untuk menemukan keberadaan Julian.     

"Tuan ada di ruang kerjanya. Dari pulang kantor, Tuan juga belum makan sampai sekarang Ny. Ju Karena Tuan mau menunggu anda." Jawab pelayan itu sambil mempersiapkan hidangan makan malam buat Qiara dan Tuan Ju.     

Mendengar penjelasan pelayan itu. Qiara pun terdiam sejenak. Setelah itu ia melirik jalan menuju ruang kerja Julian.     

'Ummm ... Benarkah dia menungguku? Tapi, kenapa dia harus menungguku? Apakah dia kesepian jika makan sendirian? Tapi, dia harus terbiasa lagi. Karena setelah ini, aku akan pindah ke Asrama. Kalau begitu, aku ajak dia makan di ruangannya saja. Yaaa... Itung-itung sebagai ucapan perpisahan kami.' Batin Qiara seraya tersenyum.     

"Ny. Muda. Hidangannya sudah siap. Kalau begitu saya akan memanggil Tuan." Kata sang pelayan.     

"Tunggu! Kamu tidak perlu memanggilnya. Karena aku yang akan membawa makanannya kesana. Biar kami makan bersama di sana. " Kata Qiara seraya mempersiapkan hidangan itu.     

"Tapi, Tuan tidak suka makan kalau tidak di meja makan. Karena katanya itu kotor." Jelas pelayan itu dengan khawatir. Karena dia tidak ingin kena marah oleh Julian.     

"Tidak apa-apa! Kami hanya akan makan bersama. Dan, Mbak tidak perlu khawatir, aku yang akan bertanggung jawab." Setelah mengatakan itu, Qiara pun pergi membawa nasi dan lauknya menuju ruang kerja Julian.     

Pelayan itu pun mengangguk dan mempercayakan nasib pekerjaannya pada Qiara. Dia percaya kalau Qiara akan menolongnya apabila dia di pecat. Karena dia tau bagaimana Julian menyayangi Qiara.     

Tidak lama setelah itu. Qiara pun sampai di depan pintu ruang kerja Julian. Karena ingin mengejutkan Julian. Qiara pun membuka pintu dengan pelan setelah meletakkan apa yang dia bawa di lantai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.