Istri Kecil Tuan Ju

Tenggelam Dalam Kenangan



Tenggelam Dalam Kenangan

0Ia pun berinisiatif untuk mencari gadis itu. Karena sekolahnya sangat luas dengan ribuan siswa dan ruang kelas yang begitu banyak membuat Julian kesulitan untuk menemukan gadis itu. Hingga dua Minggu berlalu, ia tidak juga menemukannya. Ia pun akhirnya menyerah dan memilih melupakan gadis itu.     

Hal yang tidak Julian lakukan adalah bertanya siapa nama gadis itu sehingga ia kesulitan untuk menemukannya.     

"Apa kakak adalah kak Julian?" Suara lembut itu mengagetkan Julian saat ia sedang duduk menyantap makanannya di kantin super mewah itu. Julian pun langsung menoleh, seketika itu matanya melotot dan makanan yang baru saja dia kunyah tertelan begitu saja saking kagetnya.     

"Iya ... " Jawab Julian dengan gugup. Semua gadis yang ada di kantin itu langsung memandang Vania dengan Tatapan buas. Mereka tambah kesal lagi ketika melihat reaksi Julian yang terlihat terpesona pada Vania.     

"Maaf karena saya telat mengembalikan jaket kakak. karena saya sibuk mempersiapkan diri untuk olimpiade bulan depan. Sehingga, saya menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan. Tapi, kakak tidak usah khawatir karena saya cuman sekali memakainya dan saya juga sudah mencuci lalu menyetrikahnya hingga bersih." Jelas Vania dengan ekspresi menyesal.     

"Ahh ... Kamu memang salah. Dan saya sangat marah. Oleh karena itu, saya ingin kamu menebus kesalahanmu dengan duduk menemani saya dan teman saya makan." Kata Julian sambil tersenyum licik.     

Vania terdiam sambil berfikir kalau ia tidak mungkin bisa lama-lama karena ia harus melanjutkan untuk belajar. Tapi, dia juga tau kalau dia salah dan harus bertanggung jawab.     

"Dasar Playboy cap kaki tiga. Apakah dia korbanmu selanjutnya?" Bisik Rama di telinga Julian sambil memukul bahunya.     

"Jangan salah ... Aku ini playboy terhormat. Tidak pernah menyakiti para gadis. Melainkan pemilih yang harus benar-benar menemukan gadis yang cocok untuk menerima ungkapan cintaku. Jadi, butuh pendekatan terlebih dahulu baru memutuskan akan berakhir pacaran atau dijadikan teman saja." Jelas Julian sambil berbisik juga, selagi Vania masih terdiam.     

"Hey ... Kenapa kamu hanya diam saja? Waktunya akan segera habis. "Tanya Julian dengan tidak sabaran.     

"Baiklah! Kali ini, aku akan membayar terimakasih ku serta pemintaan maaf ku." Kawah Vania seraya duduk di kursi seberang Julian.     

"Begitu dong. Oh iya, siapa nama kamu?" Tanya Julian seraya menatap Vania yang tidak berani mengangkat wajahnya itu.     

"Kakak bisa memanggilku Vania. Aku anak kelas satu."Jawab Vania.     

"Hallo Vania!" Sapa Rama setelah mendengar Vania memperkenalkan dirinya. Vania hanya mengangguk sambil tersenyum menanggapi sapaan Rama.     

"Apa kamu mau menjadi teman kami Vania?" Lanjut Julian seraya menawarkan diri untuk menjadi teman.     

"Bukankah kita ini teman satu sekolah?" Tanya Vania seraya mendongak melihat sosok tampan yang sedang tersenyum memandangnya itu.     

"Ha ha .. Iya. Kamu benar." Ucap Julian sambil terkekeh karena ia tidak tau harus berbicara apa. Rama pun ikut tertawa bersama Julian. Sedang Vania hanya terdiam sambil memandang aneh kearah dua lelaki di depannya.     

Para gadis di kantin itu semakin geram ketika melihat Vania bisa membuat seorang Julian yang tidak banyak bicara dan tidak sembarang orang yang dekat dengannya. Malah tertawa hanya karena sosok gadis biasa seperti Vania. Seiring berjalannya waktu. Vania dan Julian sering bertemu. Namun, Vania sering minder dan menjauhi Julian ketika ia sadar kalau Julian adalah anak orang kaya dengan fans wanita yang hampir semua gadis di sekolah itu menyukainya. Karena tidak hanya kaya, dia juga tampan. Perlahan tapi pasti, mereka mengawali hubungan dengan persahabatan.     

Beberapa bulan kemudian, Vania dan Julian sangat dekat hingga membuat para gadis di sekolah itu iri terhadap Vania. Tidak jarang Vania di kerjain bahkan di fitnah agar Julian menjauhinya.     

"Apa kamu bodoh? Tidakkah kamu bisa melawan jika di bully begitu?" Tanya Julian dengan raut wajah kesal saat menemukan Vania yang hampir saja di siram dengan air kotor.     

"Berhenti memanggilku bodoh! Aku tidak bodoh! Aku hanya tidak ingin membuat masalah selama sekolah disini. Sudah ya! Julian ku Jangan marah lagi"Jawab Vania seraya mengusap rambut Julian dengan berjinjit sambil tersenyum.     

Kemarahan Julian langsung luntur seketika melihat senyum Vania. Ia benar-benar heran sekaligus kagum ketika melihat sikap Vania lembut dan selalu bisa tersenyum bahkan dalam keadaan terdesak pun ia masih bisa senyum.     

"Kenapa kamu selalu mengusap kepalaku saat aku marah? Apakah ini berarti kita sudah menjadi sepasang kekasih!" Tanya Julian seraya tersenyum licik dan menyimpan harapan yang besar.     

"Ummm ... Apakah mengusap kepalamu membuatku menjadi tidak sopan? Jadi, apa kamu marah? Kalau begitu aku minta maaf!" Sahut Vania dengan ekspresi yang rumit.     

"Marah? Mana mungkin aku bisa marah pada wanita bodoh sepertimu. Justru Aku selalu menyukainya saat kau melakukannya, meskipun aku sadar, kau tidak lebih tua dariku." Jawab Julian yang mulai membuat Vania tersipu.     

"Cie .. Ada yang tersipu malu nih. Kita pacaran saja yuk!" Lanjut Julian seraya menyenggol bahu Vania yang sedari tadi diam dan senyum-senyum sendiri. "Apaan sih? Aku sudah bilang berulang kali kalau aku ke kota A untuk menuntut ilmu bukannya pacaran. Kalau kamu pengen banget pacaran. Sebaiknya kamu cari wanita lain saja."Jawab Vania seraya melangkah meninggalkan Julian.     

"Tunggu Nona! Kenapa anda benar-benar dingin padaku hari ini? Apa anda sedang PMS?" Kata Julian yang kembali menghalangi jalan Vania.     

"Kenapa kakak tiba-tiba berbicara formal padaku? Apakah ada yang salah dengan kepala kakak!" Tanya Vania seraya menempelkan tangan kanannya di dahi Julian.     

"Jangan panggil kakak! Karena itu ketuaan. Bukankah aku sudah bilang padamu. Panggil saja seperti biasa dengan sebutan kamu. Kita kan sahabat baik!" Protes Julian dengan cemberut.     

"Iya ... Kalau begitu, kita masuk kelas yuk! Karena bel sudah berbunyi dari tadi. " Kata Vania seraya menarik lengan Julian sambil tertawa bersama. Dan saat itu mereka tertawa bersama hingga sampai di kelas masing-masing. Dan semenjak Vania pindah sekolah karena penyakitnya. Julian merasa separuh dari dirinya menghilang begitu saja. Ia merasa bodoh karena tidak bisa menahan Vania untuk tidak pergi. Karean Julian ingin selalu berada di dekat Vania.     

"Vania ... Kenapa kamu harus pindah? Kita belum sempat menulis kisah kita sebagai sepasang kekasih. Aku ingin menjadi orang pertama yang menggenggam tanganmu ketika kita ingin jalan-jalan menghirup udara bebas. Aku juga masih ingin memberikan rasa yang hangat untukmu. " Ucap Julian seraya menatap mobil yang baru saja keluar dari kos Vania sambil meneteskan air matanya. Karena tidak bisa mengejar mobil yang membawa Vania.     

Julian pun pulang dengan perasaan yang kacau. Ia kembali mengurung diri di kamar karena sang Papa tidak mengijinkannya untuk pindah sekolah ke Jakarta.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.