Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Hanya untuk Lelaki Sejati (3)



Hanya untuk Lelaki Sejati (3)

Sosok Teratai Mabuk yang cukup tangguh untuk membuat pengguna roh nila khawatir dan alternatif menggoda yang ditawarkan Jun Wu Xie, telah membuat orang yang paling kuat di dalam kelompok, yang memang tak menyukai Klan Qing Yun, memilih untuk pergi.     

Dengan gabungan kekuatan dan strategi, Jun Wu Xie mengalahkan mereka dengan cepat.     

Ketika tekanan besar itu diangkat, Prajurit Rui Lin yang tak dapat bergerak kembali berdiri di atas kaki mereka. Mereka mengepung utusan Klan Qing Yun dan mendorong kelompok itu terus mendekat ke arah taring yang mengancam dan cakar tajam dari monster hitam yang menakutkan, dan tinju kasat mata yang tak kenal ampun dari Teratai Mabuk yang sadis.     

Teratai Mabuk melepaskan angkara murkanya karena ia tak harus berhati-hati lagi.     

Dalam waktu kurang dari satu jam, keempat murid Klan Qing Yun, dan kelima ahli yang bergabung dengan konvoi itu tewas, dilumat dan dicabik-cabik.     

Kolam darah merah yang berkilau di atas tanah menggenangi kaki Teratai Mabuk, dan jubah putihnya kini menjadi merah. Wajahnya yang luar biasa tampan tak menunjukkan rasa jijik atau kebencian, melainkan begitu bersinar dengan suka cita karena pembantaian massal sadis yang baru saja dilakukannya!     

"YEAHHH!!" Teratai Mabuk berteriak kegirangan seraya mengepalkan tangannya yang penuh darah di dadanya dan diam-diam tangan satunya menangkap kepalan itu di balik lengan bajunya yang tebal. Dengan sebuah lompatan kecil, tubuh rampingnya melukis busur indah dan ia mendarat tepat di hadapan Jun Wu Xie.     

"Nona, semua sudah mati." Teratai Mabuk melapor dengan wajah berseri-seri.     

Jun Wu Xie mengangguk pelan. Ancaman terhadap Istana Lin telah sirna, tetapi itu jauh dari dikatakan sudah berakhir. Jun Wu Xie memerintahkan supaya para prajurit yang terluka segera dirawat. Selama mereka masih bernapas, ia yakin dapat menyelamatkan mereka.     

Luka Jun Xian dan Jun Qing tidak serius, tetapi Long Qi, yang tulang rusuknya patah di tiga tempat, dan menderita luka parah, menggertakkan giginya dan diam melewati siksaan ini.     

Ia kemudian memerintahkan agar obat untuk menstabilkan kondisi tubuh yang luka dibagikan tetapi ia tak kembali ke Istana Lin. Ia berdiri di gerbang, menatap mayat para utusan Klan Qing Yun, tatapannya begitu dingin.     

"Sayangku, apa yang kau pikirkan?" Jun Wu Yao yang selama ini menghilang tiba-tiba berdiri di sebelah Jun Wu Xie.     

"Kau yang melepaskan Teratai Mabuk?" Jun Wu Xie bertanya.     

Jun Wu Yao tersenyum dan mengamati tumpukan 'daging cincang' yang mengotori tanah, dan tawanya melebar. "Bukankah kau selalu ingin tahu seberapa kuat Teratai Mabuk?" Maka, ia telah memberikan kesempatan pada Teratai Mabuk.     

Kelihatannya, metode pembantaian Teratai Mabuk, tepat sesuai perkiraannya.     

"Aku akan pergi ke Istana Kekaisaran." Jun Wu Xie berkata.     

Senyum di wajah Jun Wu Yao menjadi kaku.     

"Ini belum semua orang dari Klan Qing Yun. Tanpa mendapatkan Giok Jiwa, mereka tak akan menyerah. Aku menduga sisanya, sedang berkonfrontasi dengan Mo Qian Yuan." Jun Wu Xie berkata sambil memicingkan mata. Dari apa yang diketahui dari Long Qi, Klan Qing Yun menyerang Istana Kekaisaran kemarin. Kelihatannya Mo Qian Yuan sudah jatuh ke tangan Klan Qing Yun selama satu hari.     

Apa yang akan dipelajari oleh Kaisar kecil yang lugu dari cara yang digunakan Klan Qing Yun?     

"Kau mau menyelamatkannya?" Jun Wu Yao menaikkan alisnya.     

"Ya."     

Senyum Jun Wu Yao memudar ….     

"Aku akan pergi denganmu." Seorang gadis menyelamatkan anjing yang teraniaya, tugas yang sangat mulia.     

Jun Wu Xie mengangguk dan memerintahkan monster hitam dan Teratai Mabuk untuk menuju ke Istana Kekaisaran. Ketika Wu Xie sudah siap, ia digendong oleh Jun Wu Yao di dalam tangannya dan mereka terbang ke Istana Kekaisaran.     

Di depan Istana Lin, monster hitam menatap murung Teratai Mabuk yang dipenuhi darah dan ujung bibirnya mencibir.     

Teratai Mabuk menatap sang monster hitam dengan satu alis terangkat dan melompat di atas punggungnya lalu meremas daging dan bulu hitam itu hingga tangannya penuh. Ia kemudian tertawa dingin, "Kucing bodoh! Bawa aku ke sana! Jalan!"     

" …. " Monster hitam itu hampir menangis, mengasihani dirinya sendiri.     

Nonanya jangan sampai meninggalkannya hanya berdua dengan bunga aneh yang sadis ini lagi!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.