Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Akademi Phoenix (4)



Akademi Phoenix (4)

0Secepatnya mengambil botol obat dari tangan Jun Wu Xie, Hua Yao menenggaknya sampai habis dan melepaskan semua perban dari tubuhnya sendiri. Duduk di atas kasur tak bersuara, ia menyerahkan tubuhnya pada Jun Wu Xie tanpa berkata-kata.     

Luka Hua Yao sedikit berbeda. Kebanyakan terdapat pada tulangnya, dan Jun Wu Xie menghabiskan waktu sedikit lebih lama merawatnya tetapi kecepatan tangannya masih sama.     

Segera setelah disentuh oleh tangan penyembuh Jun Wu Xie, Hua Yao dan Qiao Chu sepertinya mendapatkan kembali warna di pipi mereka.     

"Terima kasih." Hua Yao berkata singkat.     

Jun Wu Xie menjawab dengan menganggukkan kepalanya dan berjalan ke arah Rong Ruo yang berwajah putih, mengambil kembali Kucing hitam kecil ke dalam pelukannya.     

Melihat wajah Jun Xie menjadi putih, Qiao Chu dan Hua Yao sangat menyadari bahwa Jun Xie sendiri belum pulih sepenuhnya tetapi ia bersikeras merawat mereka berdua. Jun Xie mungkin tak mengatakan apa pun tetapi mereka memahami niatnya yang tak terucap.     

Jun Xie berterima kasih pada mereka karena tak ragu-ragu mendukungnya dengan segala cara.     

"Hmm, Xie Kecil, kau mungkin bisa tinggal sebentar bersama kami di sini dan kembali pulang ke rumah ketika kau merasa lebih baik." Qiao Chu berkata tiba-tiba.     

"Tidak perlu terburu-buru." Jun Wu Xie menjawab dengan lembut. Guru Hua Yao mengatakan bahwa kolam ini mampu menyelamatkan Teratai salju, dan ia tak tergesa-gesa ingin pergi.     

Teratai Kecil telah mengorbankan satu lengannya untuk menyelamatkan nyawanya dan berubah menjadi Teratai Mabuk dengan terpaksa tanpa bantuan alkohol. Intisari Spiritualnya telah dirusak parah oleh Pria berjubah putih. Jun Wu Xie tak tahu bagaimana menyelamatkan Teratai Mabuk dan jika pria berjanggut bisa melakukannya, Jun Wu Xie rela menyerahkan segalanya untuk itu.     

Jun Wu Xie benar-benar dalam masalah besar. Setelah mengalami episode traumatis seperti itu, ia dipaksa untuk menyadari bahwa dunia ini jauh lebih rumit daripada yang dibayangkannya. Kekuatan kedua pria misterius itu jauh di atas mereka semua dan bahkan Hua Yao dan Qiao Chu yang telah melepaskan kekuatan spiritual level ungu mereka, masih tak dapat menandingi Pria berjubah putih. Terlebih lagi, kekuatan Pria berjubah abu-abu masih di atas pria berjubah putih.     

Begitu banyak ahli berkekuatan tinggi di dunia ini dan kekuatan yang melampaui energi spiritual level ungu jelas ada di luar sana. Berhadapan dengan kekuatan super seperti itu, racunnya tak akan bekerja dengan cukup efektif.     

Jun Wu Xie menyipitkan matanya, dan pancaran dingin terlintas.     

Ia hampir saja tidak selamat kali ini, mengorbankan nyawa orang lain. Jika pria berjubah hitam itu tak muncul tepat pada waktunya, dan meledakkan tubuhnya sendiri, ia mungkin sudah mati.     

Dan lain kali?     

Target musuh mereka adalah menangkap Teratai saljunya dan selama Teratai salju berada bersamanya, ia pasti akan bertemu lagi dengan mereka, dan saat itu ia mungkin tidak seberuntung sekarang!     

Ia tak tahu mengapa mereka begitu menginginkan Teratai salju, tetapi ia menolak untuk hanya duduk diam.     

Ia harus menjadi lebih kuat!     

Ini tak boleh terjadi lagi, selamanya, tidak boleh lagi!     

Jun Wu Xie mendadak berdiri. Dirinya yang membisu selama ini telah membuat keempat orang di dalam ruangan itu diam dan empat pasang mata menatapnya seraya ia berdiri.     

"Bawa aku ke tempat kau mengubur tulang ular itu." Jun Wu Xie berkata, sambil melihat Rong Ruo.     

Rong Ruo sejenak ragu tetapi menganggukkan kepalanya dan ia memandu Jun Wu Xie keluar dari kamar.     

Di dalam kamar, Qiao Chu yang mencoba sekuat tenaganya untuk tetap santai di hadapan Jun Wu Xie langsung lemas berbaring di kasurnya.     

Luka-luka di tubuh mereka lebih serius daripada apa yang mereka coba perlihatkan. Mereka beruntung menerima perawatan dari tangan ajaib Jun Wu Xie, atau mereka sudah jatuh pingsan sekarang.     

"Kita benar-benar beruntung masih hidup." Qiao Chu berkata tiba-tiba seraya berbaring lemah di kasur.     

Mengingat hari nahas itu, ia telah menerima bahwa hidupnya mungkin akan berakhir di pegunungan itu.     

"Kita tidak boleh mati dulu." Hua Yao menatap kosong langit-langit di ruangan mereka, dan matanya dipenuhi kebencian.     

Fei Yan melenguh panjang, dan senyum berseri-seri hilang dari wajahnya. "Jika kau masih mengingat sumpah yang kita ambil, kau harus menghargai nyawamu. Kita semua akan mati suatu hari nanti, tetapi ini bukan tempat yang tepat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.