Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Tamparan Keenam (7)



Tamparan Keenam (7)

0Qin Yue terduduk di kursinya, kepalanya berat.     

Siapa yang menyangka, Klan Qing Yun yang begitu terkenal di seantero daratan, dalam sebuah ekspedisi ke Kerajaan kecil Qi, berpapasan dengan pembawa kematian?     

Kerajaan yang tak mencolok dan sedang tertidur sebenarnya menyembunyikan sebuah kekuatan iblis yang mampu melenyapkan seluruh Klan Qing Yun!     

Jika dulu ia tahu, Qin Yue akan menyerahkan Giok Jiwa, dan berharap ia tak pernah berjumpa dengan Jun Xie!     

Tetapi, sekarang sudah terlambat untuk penyesalan dan tak mungkin ia dapat membalikkan keadaan.     

"Hua Yao, kau memiliki waktu kurang dari satu jam." Jun Wu Xie berpaling untuk melihat pemuda tampan yang berdiri di sampingnya. Kematian Qin Yue dan Klan Qing Yun adalah fakta yang tak dapat diubah, tetapi ia tidak melupakan kesepakatannya dengan Hua Yao dan Qiao Chu.     

Hua Yao mengangguk dan dengan satu tepisan tangan, ular tulang berkepala dua melata dengan cepat menyerang Qin Yue. Tetua yang ketakutan di dekat Sang Pemimpin berteriak dan berhamburan ke segala arah. Wajah Qin Yue sudah seputih kertas dan ketika matanya melihat ular raksasa berkepala dua, Qin Yue yang kalah telak bahkan tak ingin lari.     

Dengan kemampuan Qin Yue, bahkan jika ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk bertarung, ia hanya dapat memberikan gangguan kecil bagi Jun Wu Xie dan sekutunya.     

Tetapi dengan semua yang sudah terjadi, itu telah meruntuhkan niatnya dan menghancurkan harapan yang sebelumnya masih ada.     

Kekacauan di dalam Klan Qing Yun, protes dari para Tetua, dan kiamat yang tak tertunda baginya. Semua ini adalah bagian dari rencana Jun Xie, yang menggerakkan dan mengendalikan semuanya dengan tangannya. Semua kejadian ini, telah mencetuskan semua peperangan yang disebabkan oleh Sang Pemimpin yang angkuh di sepanjang hidupnya.     

Hanya membunuh musuhnya akan mudah bagi Jun Wu Xie, tetapi jika semua musuhnya mati dalam satu kali pukulan, itu akan terlalu mudah bagi mereka.     

Maka, Jun Wu Xie membuat Mu Chen dan Hua Yao berakting, untuk memancing keributan dan meneruskan permainan ini hingga detik terakhir, memotong keinginan semua orang. Jun Wu Xie ingin seluruh Klan Qing Yun merasakan kepahitan, bahkan sampai saat terakhir kematian mereka.     

Ular tulang berkepala dua melilitkan ekornya ke tubuh Qin Yue, tulang yang seperti pisau menyayat daging Qin Yue. Rasa sakit yang begitu pedih memenuhi benak Qin Yue dan sepasang mata merah bagaikan direndam di dalam darah menatap tajam dirinya. Qin Yue hidup dalam mimpi buruknya dan darahnya mengalir keluar dari luka-lukanya, membasahi pakaian mewahnya dengan bercak merah cerah. Ular Tulang Berkepala Dua membawa Qin Yue ke hadapan Hua Yao. Penguasa Klan Qing Yun yang sebelumnya begitu angkuh dan tak terjangkau kini diseret dari kursinya dan ia memandang dengan tatapan menyedihkan. Tak ada tanda keangkuhan dan kesombongan di matanya, wajahnya yang pucat kelabu datar tanpa ekspresi.     

"Di mana peta yang diberikan Ke Cang Ju padamu?" Hua Yao bertanya langsung padanya setelah membuka penyamarannya.     

Qin Yue yang kalah telak dan menyerah mendengar pertanyaan Hua Yao dan matanya berkilat karena terkejut. Namun matanya kembali tanpa ekspresi sebelum akhirnya menjawab dengan lemah, "Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan."     

Hua Yao mengernyitkan keningnya karena gusar dan mengayunkan tangannya untuk memberi isyarat. Lilitan Ular Tulang semakin erat, dan duri-durinya menancap semakin dalam, setengah terkubur di dalam daging Qin Yue.     

Ratapan pilu terdengar dari mulut Qin Yue, dan pembuluh darah di leher dan wajahnya semakin menonjol. Wajahnya semakin merah padam dan keringat mengalir deras di wajahnya. Kepalanya terangkat ke belakang seraya dirinya mengerang kesakitan.     

Tetesan darah merah terciprat di lantai, genangan itu semakin melebar dan berwarna merah tua.     

"Di mana itu?" Hua Yao bertanya dengan nada mengancam sekali lagi.     

Qin Yue kehilangan kesadaran karena rasa sakit yang dideritanya dan kram mulai menghancurkan tubuhnya, Qin Yue bahkan tak dapat berbicara. Ia hanya dapat menggelengkan kepalanya lemah.     

Diikuti dengan teriakan yang semakin kencang, suara yang memilukan seakan menembus ke dalam hati Tetua lain. Mereka ketakutan tak berdaya dan tak bergerak sama sekali dari tempat mereka berdiri, ketakutan menyaksikan teror yang mendera Qin Yue, berdoa semoga mereka tak akan menjadi korban berikutnya dan menjalani nasib yang sama.     

Waktu terus berjalan, tak dapat dihentikan. Sepertiga jam telah lewat, dan napas Qin Yue semakin lemah, tetapi ia masih menolak untuk mengungkapkan satu kata pun mengenai keberadaan peta itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.