Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Tamparan Kelima (2)



Tamparan Kelima (2)

0Pemuda itu menerima cambukan demi cambukan tanpa mengeluarkan suara sedikit pun dengan kepala tertunduk, seraya mengatupkan rahangnya erat-erat. Di dalam sepasang mata indah itu, mereka tak melihat jejak ketakutan atau teror, tetapi hanya tampak tatapan dingin yang menunjukkan ketenangan yang mengancam.     

Suara cambukan dari tongkat itu menggema di seluruh dinding ruangan bawah tanah sementara kedua murid di luar menundukkan kepala mereka sambil mulai 'mempersiapkan" dua domba kurban yang baru tiba.     

"Bocah di dalam itu benar-benar masih bertahan, ia masih hidup!" Salah satu dari murid itu berkata cuek, terbiasa dengan siksaan percobaan yang dilakukan setiap hari di ruangan bawah tanah, dan Hua Yao adalah satu-satunya yang masih bertahan setelah lebih dari sepuluh hari mengalami siksaan tangan Ke Cang Ju. Sebelum dirinya, tak ada yang berhasil bertahan selama itu.     

Jangankan sepuluh hari, tak ada yang bertahan lebih dari lima hari! Pada dasarnya, murid baru yang dikirim ke ruangan bawah tanah ini kebanyakan meninggal dalam waktu tiga hari dan bahkan jika mereka bisa bertahan karena mukjizat, hasil yang lebih buruk dari kematian menunggu mereka. Penglihatan dan suara mereka akan diambil dari mereka, menjadi buta dan bisu, tak dapat mengucapkan kata-kata keluhan atau kutukan dan tenggelam di dalam belanga besar yang dipenuhi racun. Kematian sebenarnya sesuatu yang melegakan bagi orang-orang ini.     

"Aku melihat dia pagi ini, ia tak akan bertahan lebih lama lagi." Murid lain menjawab tanpa ekspresi.     

"Aku penasaran berapa lama kedua domba ini akan bertahan, dua hari? Atau tiga hari …. Bocah ini terlihat agak kurus, tetapi ia berotot." Murid itu berseru ketika ia menggunting baju Qiao Chu. Di bawah baju tunik yang compang camping, dadanya yang berotot berkilau di bawah cahaya api obor yang bekerlip, murid itu terus mengagumi lebih lama lagi ketika ia mengulurkan tangannya dan membelai dada Qiao Chu karena ia tak dapat menahannya lagi. Murid itu, yang terhanyut dalam kekagumannya dan dengan sensasi yang berada di ujung jarinya, tak menyadari bahwa domba kurban yang tergeletak itu, sepertinya gemetar karena sentuhannya.     

Murid yang lain mencibir melihat keberuntungan rekannya sambil menatap spesimen bocah laki-laki mungil dan kurus di hadapannya, dan baru akan melakukan tugasnya dengan kekecewaan.     

"Aku tak tahu bagaimana milikmu, tetapi yang satu ini, sudah beruntung jika ia bisa melewati hari ini saja."     

Seraya ia berbicara, ia mengambil sebuah pisau, mengangkat tangannya dan hampir memotong bajunya ketika tangannya tertahan di tengah aksinya.     

Sang murid itu terpaku, rasa terkejut melumpuhkannya sesaat, sambil melihat tak percaya tangan kecil yang mencengkeram pergelangan tangannya!     

Tangan itu, milik bocah kecil yang tergeletak di hadapannya.     

"Kucing hitam." Jun Wu Xie, yang tidak sadarkan diri satu detik yang lalu tiba-tiba membuka matanya yang dingin dan menusuk, dan dengan sebuah panggilan kecil, bayangan hitam raksasa tiba-tiba muncul di ruangan bawah tanah!     

Kedua murid itu mundur sedikit dan menjadi santai ketika tiba-tiba, mereka melihat sebuah monster hitam besar, tetapi monster itu telah menerjang mereka sebagai bayangan yang melesat kencang secepat kilat sebelum mereka dapat bereaksi, monster itu menekan tubuh mereka kuat-kuat ke lantai!     

Bagaimana bisa monster besar ini masuk ke dalam ruangan bawah tanah?     

Dan mereka tidak melihatnya sama sekali!     

Belati yang mereka genggam di tangan mereka terjatuh ke lantai ketika monster raksasa itu menerkam mereka, dan monster itu menginjak leher mereka masing-masing dengan satu tapak kakinya, kukunya yang tajam menusuk pembuluh darah karotis mereka. Sedikit lagi tekanan, monster itu akan menghabisi nyawa mereka!     

Semua terjadi terlalu cepat, dan mereka hanya melihat sekilas bayangan raksasa sebelum mereka menyadari tubuhnya diinjak ke lantai, dan tak dapat bergerak sedikit pun.     

"Dengarkan mereka mengucapkan kata terakhirnya dan bunuh mereka." Suara dingin yang jernih terdengar di telinga kedua murid Puncak Awan Tersembunyi dan mata mereka membelalak ketakutan ketika melihat asal suara itu.     

Sebuah sosok mungil duduk perlahan di papan kayu dengan santai. Pemuda kecil yang tak sadarkan diri beberapa saat yang lalu kini duduk di sana menatap mereka dengan mata yang memancarkan aura dingin yang menusuk ke tulang saat mereka tergeletak di lantai, tak berani bergerak sedikit pun.     

Gleg.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.