Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Tamparan Kelima (1)



Tamparan Kelima (1)

0Ke Cang Ju berdiri, punggungnya yang bungkuk dan matanya memicing ketika ia menatap kedua pemuda ini, bibirnya yang berwarna gelap melengkung membentuk sebuah busur dan terlihat begitu menyeramkan. Ia menyentakkan tangannya dan dua rantai panjang terulur dari lengan bajunya yang longgar. Ia mengikatkan rantai itu di sekeliling perut Qiao Chu dan Jun Wu Xie, dan menarik pasangan yang tidak sadarkan diri itu ke ruang bawah tanah.     

Setelah ia pergi, sebuah bayangan hitam yang gesit menyelinap keluar dari balik kendi-kendi obat di atas rak dan mengikuti mereka, tubuh kecilnya membaur di kegelapan dengan mudah seraya kucing itu menyusuri lorong masuk ke dalam ruangan bawah tanah.     

Jauh di kedalaman ruangan bawah tanah, bau darah yang membuat mual menyebar di udara, bercampur dengan aroma kuat tumbuhan herbal yang menusuk indera penciuman seseorang.     

Suara lonceng yang bergemerincing terdengar jelas mengikuti Ke Cang Ju ketika dirinya berjalan, dan kedua murid Puncak Awan Tersembunyi yang tengah sibuk di dalam ruangan bawah tanah segera meninggalkan pekerjaannya dan naik menghampiri Ke Cang Ju ketika mereka mendengar ia datang.     

"Tuan." Kedua murid itu membungkukkan badan untuk memberi hormat.     

Ke Cang Ju melepaskan rantai di tubuh Jun Wu Xie dan Qiao Chu dan mengatakan pada kedua murid itu, "Bawa mereka masuk."     

"Ya, Tuan."     

Murid-murid itu mengangkat kedua pemuda itu dan membawa mereka ke sebuah undakan kayu di pinggir ruangan.     

Dua suara tumbukan yang keras terdengar ketika para pemuda itu dilemparkan dengan keras di atas papan kayu itu.     

"Bersihkan tubuh mereka dengan benar. Aku memiliki obat baru untuk diuji coba pada mereka." Ke Cang Ju terkekeh misterius seraya ia berbalik untuk berjalan lebih jauh ke dalam.     

Di dalam ruangan yang redup, api obor menyala-nyala, dan seorang pemuda berwajah tampan tergantung di dinding, wajahnya pucat pasi. Ia tak bergerak, dan kelihatannya ia sudah mati.     

Ke Cang Ju menyendok air dari sebuah ember dan memercikkannya pada pemuda itu.     

Air yang sedingin es menyadarkan pemuda itu dan ia mengangkat kepalanya perlahan, matanya dipenuhi kilatan kebencian, tahi lalat mungil di bawah matanya terlihat begitu jelas di wajahnya.     

"Aku bisa lihat kau masih sangat bersemangat. Bagus. Ayo kita melakukan permainan yang berbeda hari ini." Ke Cang Ju tertawa seram, dan menarik sebuah tongkat rotan dari sebuah ember yang dipenuhi dengan cairan hitam yang lengket. Tongkat itu direndam di cairan hitam dan membuatnya berkilau di bawah cahaya obor yang redup, dan duri-duri tersebar di sepanjang tongkat itu.     

Pemuda ini berasal dari kelompok murid baru yang dibawa masuk ke Puncak Awan Tersembunyi bulan lalu. Pemuda lain dari kelompok yang sama telah meninggal di bawah tangannya. Sedangkan pemuda ini memiliki semangat hidup luar biasa dan kebugarannya melampaui rekan-rekannya. Bahkan setelah lebih dari dua minggu menjalani siksaan, ia masih hidup.     

Tongkat yang direndam di dalam cairan hitam beracun dipecut ke tubuh pemuda jangkung yang ramping, setiap pecutannya meninggalkan luka merah yang menganga ketika duri-duri itu mengoyak dagingnya. Cairan hitam yang beracun menempel di lukanya dan luka merah itu segera berubah menjadi ungu tua.     

"Ini adalah tongkat beracun yang hanya tumbuh di Pegunungan Roh Timur, aku mengumpulkannya dan merendam mereka di dalam sari pati Rumput Pengikis Jantung. Ujung kait berduri dari tongkat beracun itu mungkin tajam, namun agak rapuh. Tongkat itu mudah patah setelah digunakan hanya beberapa kali dan kehilangan efektivitasnya. Namun ketika direndam di dalam sari pati Rumput Pengikis Jantung, cairan itu akan menguatkan dan mengeraskan ujung kaitnya, membuatnya menjadi tak terpatahkan dan sangat beracun." Seraya dirinya melanjutkan mencambuk, Ke Cang Ju hanyut dalam 'pengajarannya' dengan suara serak.     

"Hal yang terbaik mengenai tongkat ini, racunnya tidak cukup kuat untuk membunuh, tetapi akan menyebabkan rasa sakit dan penderitaan yang tak dapat ditahan oleh tubuh manusia. Luka yang disebabkan oleh racun ini akan terasa seperti ada ribuan semut yang menggigiti tubuh sang korban. Hua Yao, apakah kau mengingat semua yang telah disiapkan dengan susah payah oleh gurumu untuk pelajaranmu hari ini?" Tongkat itu memecut tanpa ampun di dalam ruangan yang redup, dan mata Ke Cang Ju semakin beringas, wajahnya dihiasi ekspresi kesenangan, dan napasnya semakin pendek karena ia semakin bersemangat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.