Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Putra Mahkota (1)



Putra Mahkota (1)

0  Jun Wu Xie duduk tenang di sana dengan sepasang mata memandang ke bawah, tanpa melihat orang lain dan ia duduk di sana menyendiri seolah-olah perayaan ini tak ada hubungannya dengannya. Ia begitu tegar dan menyendiri di dunianya.    

  Anggun, murni dan kecantikan transenden adalah kata-kata yang langsung muncul di benak mereka.    

  Kata-kata itu yang awalnya sesuai untuk Bai Yun Xian kini tampaknya lebih sesuai untuknya.    

  Pembawaannya yang tertutup membuat dirinya tak dapat didekati tetapi sekaligus membuat hati seseorang ingin terus memandangnya.    

  Walaupun mereka benci untuk mengakuinya namun sebenarnya, Jun Wu Xie yang begitu diam membuat pesonanya semakin memikat.    

  Ia begitu bersahaja, terlalu diam sampai-sampai orang hampir melupakannya tetapi setelah melihatnya dan menyadari perubahannya yang dahsyat, mereka tak dapat menolak dan merasa tertarik padanya.    

  Mengintip Jun Wu Xie dan mengalihkan pandangan mereka pada Bai Yun Xian ….    

  Bai Yun Xian tidak terlihat anggun seperti yang sebelumnya ada di bayangan mereka.    

  Sepertinya posisi dewi anggun sedingin es akan diberikan pada Jun Wu Xie. Ini waktunya Bai Yun Xian turun.    

  "Qian Yuan, kau mabuk." Kaisar mengerutkan keningnya, ia tak mengerti mengapa Putra Mahkota yang biasanya diam tiba-tiba berbicara untuk Jun Wu Xie. Ia jelas mengingat bahwa ini adalah kedua kalinya mereka bertemu dan sebelumnya ketika mereka bertemu, Mo Qian Yuan tidak tertarik padanya.    

  "Ah, iya. Aku mabuk. Putramu telah minum terlalu banyak anggur, aku sudah menghibur Paduka Ayahanda. Izinkan aku kembali ke kamar dan beristirahat." Mo Qian Yuan menegakkan badannya seraya tersenyum tipis.    

  "Pergi." Kaisar melenguh.    

  Mo Qian Yuan tidak ragu-ragu lagi dan segera berdiri, mengangkat tangannya dan menangkis para pelayan yang ingin membantunya. Ia memicingkan matanya sambil mendesis, "Aku masih bisa jalan sendiri, jangan ada yang menyentuhku!"    

  Sikap yang ditunjukkan Putra Mahkota telah membuat banyak orang tak senang.    

  Jun Wu Xie melihat pangeran pertama itu pergi ketika ia merenung sebentar di tengah-tengah sulang yang sedang berlangsung, ia berbicara pada pamannya dengan nada lembut, "Paman, aku ingin keluar menghirup udara segar."     

  Jun Qing terkejut beberapa saat, memikirkan kembali bagaimana keponakan perempuannya telah memuja Mo Xuan Fei dan melihat bagaimana mesranya ia dengan Bai Yun Xian, ia pasti merasa sedih. Jun Qing mengembuskan napas dan berkata, "Pergi berkeliling tapi jangan meninggalkan sayap istana ini. Jangan keluar terlalu lama."    

  "Baik."    

  "Wu Xie."     

  "Ya?"    

  "Jangan terlalu sedih mengenai Mo Xuan Fei. Ia tak pantas mendapatkanmu."    

  "…." Langkah Jun Wu Xie terpaku sesaat.    

  Bagaimana bisa pamannya menyimpulkan seperti itu? Mata mana yang digunakannya untuk melihat bahwa ia sedih karena si sampah Mo Xuan Fei itu?    

  Cahaya bulan bersinar melewati kebun istana dan menerangi paviliun di mana Mo Qian Yuan berada seraya dirinya menuang habis anggurnya dari kendi. Ia duduk di bangku batu dan tersenyum getir pada dirinya sendiri.     

  "Jika kau ingin mati cepat, silakan teruskan minum lagi!" Sebuah suara yang lembut dengan kesan dingin memecah ketenangan malam yang sunyi.    

  Mo Qian Yuan sangat terkejut. Di bawah sinar rembulan, gadis muda yang cantik mengenakan sebuah gaun brokat sutra berwarna kuning yang indah memegang seekor kucing hitam kecil di tangannya dan berdiri di sana. Dikelilingi oleh bunga-bunga dan dengan cahaya bulan yang menyinari tubuhnya dengan lembut, profil halusnya di tengah-tengah latar belakang yang cerah, ia terlihat seperti seorang peri yang turun dari alam abadi.     

  "Jun Wu Xie?" Bibir Mo Qian Yuan melengkung naik ketika dirinya melihat gadis itu dalam keadaan mabuk dan melamun.    

  "Aku masih bertanya-tanya siapa yang berani kurang ajar untuk mengutukku, Putra Mahkota supaya cepat mati?"    

  Jun Wu Xie berjalan menuju ke paviliun, sementara aroma alkohol yang tajam mengganggunya. Ia berhenti sebelum memasuki paviliun.     

  "Bahkan jika aku tak menyebutkannya, kau juga akan mati … terlebih lagi … berapa lama lagi kau bisa tetap menjadi Putra Mahkota?" Ia menjawab dingin.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.