Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Istana Lin (3)



Istana Lin (3)

0  Jun Wu Xie menatap santai pria mempesona yang memiliki aura berbahaya ini - pria yang telah mengaku sebagai 'kakaknya'. Istana Lin tidak pernah memiliki Jun Wu Yao terdaftar dalam silsilah keluarganya. Lelaki yang duduk di kursi itu adalah pria yang sama yang telah diselamatkannya dari gua hari itu namun perbedaannya hanyalah sepasang mata ungu itu kini berubah menjadi sehitam batu obsidian.    

  "Apa yang kau lakukan?" Wu Xie bertanya dengan ekspresi dingin seraya menatap tajam mata lelaki itu.    

  Jun Wu Yao memberikan tatapan santai seraya menopang dagunya, menaikkan alisnya dan melengkungkan bibirnya ke atas dalam tampilan mengejek sambil menatap gadis lancang ini.    

  "Membalas jasa." Jawabnya.    

  "Tidak perlu." Wu Xie menyambarnya.    

  "Sayangnya, itu bukan keputusanmu." Pria itu melemparkan senyuman penuh kelicikan.    

  Jun Wu Xie mengerutkan keningnya. Pria ini berbahaya! Metode apa yang ia gunakan untuk membuat bahkan seorang Lin Wang yang hebat mengakuinya sebagai cucunya sendiri?    

  "Apa yang kau lakukan pada orang-orang di Istana Lin?"    

  Jun Wu Yao tersenyum tipis padanya dan mengangkat tangannya untuk memperlihatkan ular kecil seperti rambut yang melingkar di ujung jarinya. "Jangan takut, aku hanya memasukkan benda kecil ini ke dalam tubuh mereka dan sedikit mencubit memori mereka untuk sementara. Aku tidak akan menyakiti siapa pun di sini, kau bisa tenang."    

  Kucing hitam kecil ini benar-benar terkejut.    

  Setan macam apa yang diselamatkan nonanya kali ini? Ular hitam yang seperti rambut itu juga membuatnya berwaspada! Mereka tidak bisa dianggap sepele! Mereka dapat memasuki tubuh manusia dan bahkan mengubah ingatan seseorang?    

  "Apakah kucing ini roh kontraktualmu?" Pria itu bertanya dengan wajah senang sambil mempelajari berbagai variasi ekspresi yang ditampakkan kucing hitam itu.    

  "Tidak ada urusannya denganmu." Wu Xie mencemooh.    

  "Mengapa kau begitu dingin terhadapku, adik kesayanganku?" Wu Yao terkekeh.    

  "Tempat ini bukan untukmu, ini waktunya kau pergi." Ia bersikeras. Pikirannya terguncang. Pria ini terlalu berbahaya. Tidak akan ada hal baik yang terjadi jika ia tetap tinggal di dalam Istana Lin.    

  Begitu Jun Wu Yao merendahkan suaranya dan tersenyum, sebuah dorongan kekuatan tiba-tiba dapat dirasakan ketika ular hitam yang seperti rambut itu mulai menari di ujung jemarinya. "Jangan kejam begitu, kau telah menyelamatkanku, yang kuinginkan hanyalah membalas dendam pada musuh-musuhku. Jika kau bahkan tak dapat menerima permintaan ku yang sederhana ini, maka yang bisa aku lakukan hanyalah menghancurkan benda kecil ini di dalam tubuh orang-orang di Istana Lin. Hanya saja … jika benda ini terpaksa dihancurkan dari dalam, aku takut mereka akan menderita … Aku penasaran akan jadi apa Istana Lin?"     

  "Apakah kau mengancamku?" Jun Wu Xie menyipitkan matanya.    

  "Tidak, ini adalah sebuah permintaan." Ia menjawabnya sambil mengerutkan bibirnya.    

  Permintaan? Jika ia tak setuju, pria itu akan membunuh semua orang? Ini dikatakan sebuah permintaan?    

  "Jangan terlalu serius, hanya saja aku saat ini tidak memiliki tempat lain, ketika datang waktunya, aku tentu saja akan pergi. Sebelum pergi aku juga ingin membalas kebaikanmu. Aku jamin, aku tidak akan menyakiti siapa pun di sini." Jun Wu Yao berkata dan tersenyum.    

  "Tidak akan membunuh siapa pun ketika kau pergi?" Wu Xie bertanya dengan suara dingin.    

  "Tidak akan, ketika tiba waktunya pergi, aku berjanji bahwa aku tidak akan melukai siapa pun." Ia menjawabnya dengan penuh kesabaran.    

  "Kurasa aku tidak memiliki pilihan." Wu Xie berkata dingin sembari menggertakkan giginya.    

  Jun Wu Yao mengangkat bahunya.    

  Mengetahui dirinya tak dapat menyingkirkan pria berbahaya ini untuk sementara waktu, ia hanya memejamkan mata untuk beristirahat dan tidak menghiraukan pria itu lagi.    

  Kucing hitam kecil itu yakin tidak ada bahaya yang mengancam nonanya untuk saat ini. Kucing itu mengembuskan napas kecil karena lega seraya naik ke atas ranjang dengan gesit dan meringkuk di tepi bantal Wu Xie, namun tetap mempertahankan sikap berjaga-jaga dengan matanya yang tak pernah lengah dari pria yang duduk di kursi itu.     

  Pria ini sangat sangat berbahaya. Ia adalah orang paling berbahaya yang pernah ditemuinya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.