Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Teratai Putih Kecil (1)



Teratai Putih Kecil (1)

0

Ketika Wun Xie kembali ke kamarnya, kucing hitam kecil itu tiba-tiba muncul dan lompat ke pundaknya sambil menggosok-gosokkan tubuhnya ke pipi Wu Xie dengan penuh kasih sayang.

"Apakah semua kakek seperti ini?" Ia duduk di hadapan sebuah cermin perunggu, menatap bayangan asing namun dikenalnya.

"Sesuai dengan hubungan normal, memang seperti itu seharusnya." Kucing hitam itu mengibaskan ekornya yang tebal. Hanya kucing itu yang mengetahui apa arti kata 'kakek' bagi nonanya.

"Apakah begitu?" Tatapan Wu Xie turun seraya mendekap dadanya dengan lembut. Di dalam rongga dadanya, ia merasakan sebuah kehangatan memancar … sesuatu yang tak pernah dirasakannya sebelumnya.

Sedikit tak nyaman, sedikit hangat. Ia menyukainya.

Jun Wu Yao pernah bertanya padanya apakah ia marah dengan Mo Xuan Fei dan Bai Yun Xian yang datang ke istana untuk memutuskan perjanjian pernikahan mereka.

Jawaban di dalam hatinya adalah "Mengapa ia harus marah?"

Untuk dirinya, masa lalu pemilik tubuh ini tidak ada hubungannya dengan dirinya, bahkan Istana Lin tidak memiliki banyak hubungan dengannya maka ia tidak merasa perlu marah, tetapi sekarang semua berbeda. Suara Jun Xian bergema di dalam kepalanya. Sikapnya yang cerewet menyuruhnya meminum obat, usahanya untuk melucu ketika berusaha membuatnya tersenyum, semua ini asing baginya.

"Ia adalah kakekku." Bayangan di cermin perunggu itu menunjukkan sebuah senyuman kecil, yang mampu melelehkan salju dan es.

Tuhan telah memberikan kompensasi padanya untuk menebus pengalaman masa lalunya - memberikan sebuah kesempatan padanya untuk merasakan seperti apa rasanya memiliki seseorang yang peduli terhadapnya dan melindunginya. Ia pasti tak akan membiarkan siapa pun merusak kebahagiaan yang baru ditemukannya ini.

"Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada Istana Lin, diriku, atau kakekku." Ia berkata dengan yakin seraya mengecilkan matanya.

Di masa lalu, tak ada yang pantas mengisi pikirannya namun sekarang, keadaan telah berubah.

Istana Lin saat ini berada dalam air keruh dan untuk melindunginya, ia harus melakukan tindakan tegas. Keadaan tidak mudah saat ini.

"Teratai putihku … akhirnya … apakah engkau?" Ia berbisik pelan seraya menelusuri jarinya yang ramping tepat di tempat cincin seharusnya berada. Cahaya samar terlihat dari jarinya dan teratai putih muncul sekali lagi.

"Meow"

[Apakah kau mau mencoba dan melihat apa yang dapat dilakukannya?] Kucing hitam itu menggoyangkan ekornya dengan bersemangat seraya mengangkat kepalanya dan memandang teratai putih itu dengan serius.

Wu Xie meletakkan teratai putih itu di telapak tangannya dan perlahan mengusap kelopaknya. Semerbak keharuman yang manis memenuhi kamar.

"Aromanya sangat enak," ia menghirupnya dalam-dalam. Entah bagaimana, ia selalu merasa setiap kali ia mencium aroma ini, aliran darahnya menjadi lebih lancar, seolah-olah aroma ini memiliki relasi dengan perasaannya.

Aroma teratai ini sangat aneh, aromanya begitu memikat dan bahkan dapat memperbaiki aliran darah manusia, mungkin bunga teratai ini juga memiliki kegunaan lain.

Ketika ia mencabut sebuah kelopak … saat itu … sebelum kelopak bunga itu benar-benar terlepas ….

"Aduh! Sakit … sakit …. sakit…" Suara lembut seperti anak kecil terdengar dan suasana di sekelilingnya pun menjadi berkabut.

Ketika kabut itu perlahan memudar, bocah laki-laki duduk di lantai kesakitan memegang tangannya, melihat Jun Wu Xie dengan sedih.

"Meow!" Penampakan tiba-tiba bocah ini membuat kucing hitam itu takut setengah mati dan hampir saja jatuh seraya secepatnya memanjat untuk kembali duduk di pundak Jun Wu Xie.

"…." Jun Wu Xie tak dapat berkata-kata memandang bocah yang duduk di lantai itu. Ia mengenakan slaber kecil dengan gambar teratai putih yang jelas yang terlihat persis sama dengan roh kontraktualnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.