Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 215 ( Jaga Dia Dengan Benar )



Chapter 215 ( Jaga Dia Dengan Benar )

0Neil yang mengetahui perkembangan hubungan Belhart dengan Monna mengucapkan selamat. Datang sekaligus untuk mengucapkan pamit.     

"Saya ikut senang dengan hubungan kalian, Yang Mulia. Dan saya tulus mendoakan kebahagiaan kalian selamanya,"     

Tersentuh dan ingin menangis. Monna sekuat tenaga menahannya.     

Tidak bisa menghibur Neil ketika dia sadar hubungan baik mereka menyakiti Neil.     

"Anda tidak perlu mencemaskan saya. Karena saya datang untuk mengucapkan salam perpisahan."     

Seakan berencana pergi jauh dan tidak akan kembali.     

Monna merasakan hatinya sedikit kehilangan.     

"Kau bilang, hanya akan sebentar pergi. Lalu sekarang kenapa mendadak bicara seolah kau tidak akan kembali?"     

Tersenyum untuk menguatkan hati dan memberikan kesan baik-baik saja.     

"Saya hanya ingin menyampaikan perasaan kehilangan saya. Mungkin akan mencari-cari sosok Anda dan merindukan Anda. Saya harap saya bisa menata hati ini ketika kembali,"     

Apa itu berarti Neil tidak akan kembali jika dia tidak berhasil menata hatinya dengan benar?     

Tidak ingin sampai itu terjadi. Monna yang tidak leluasa mengungkapkan perasaannya melirik Belhart.     

Cemas dan takut bila Belhart salah paham atas perasaannya pada Neil. Lalu menjadi berburuk sangka.     

"Katakan apapun yang ingin kau katakan. Dan aku tidak akan berpikiran buruk."     

Seakan bisa membaca pikiran Monna dan ingin memberikan yang terbaik. Belhart juga tidak nampak tersinggung ketika Neil mengungkapkan kesulitannya meninggalkan Monna.     

Mungkina kan merindukan Monna dan mencari-cari keberadaannya.     

Tempat yang jauh tentu bisa menjadi penghalang paling baik bagi Neil untuk merealisasikan keingian terpendamnya.     

Melupakan Monna seiring berjalannya waktu.     

"Tolong jaga dia dengan benar!"     

Berucap sangat berani dan tidak peduli apakah kata-katanya kan menyinggung Belhart. Kira-kira Neil adalah orang keberapa yang terus mengucapkan kalimat berani itu padanya setelah Rubylic?!     

Belhart segera membalas.     

"Bukan masalah dan tidak perlu cemas,"     

Monna masih memberikan tatapan sedih.     

"Aku juga akan merindukanmu, Neil. Dan aku menunggu kepulanganmu."     

Tersenyum hangat dan mengucapkan pamit.     

Neil memberikan penghormatan terakhir. Berbalik dengan gagah dan tidak menoleh lagi.     

Monna masih menatap kepergian Neil dengan perasaan kecewa. Sehingga Belhart harus menarik dagu Monna untuk menatapnya.     

"Aku ada di sini. Kenapa kau terus meliriknya seolah kau lebih mencintainya?"     

Bukan bermaksud berkata serius dan sekedar membuat permbandingan yang terlihat di depan mata.     

Monna menatap mata itu dengan penuh cinta.     

Memeluk Belhart dan berjanji tidak akan melepaskannya.     

"Aku cinta padamu, Bel!"     

***     

Menjalani hari semakin bahagia. Monna merasakan hidupnya lebih cerah.     

Memang masih belum menjalani rumah tangga yang sesungguhnya dengan Belhart. Karena Monna masih tinggal di keluarga Bourston.     

Belhart yang tidak ingin membuat Monna kecewa terus memberikan banyak penghiburan.     

Datang ke kediamannya hanya untuk mengantarkan buket bunga yang khusus dia beli dalam perjalanan karena teringat padanya. Monna menatap pria itu dengan sombong.     

Berkali-kali tersenyum dengan bangga dan tinggi hati.     

"Sekarang, kau sudah pandai merayu? Tahu bagaimana caranya menyenangkan hati wanita. Kau pun tahu bunga apa yang aku sukai?"     

Memiliki kesamaan rasa tertarik yang sama pada satu jenis bunga     

Monna mengamati bunga Lilac itu dengan tatapan senang.     

Tersentuh karena kesungguhan Belhart sampai padanya tersampaikan dengan baik.     

Dengan tatapan yang sama, Belhart menunjukkan kepeduliannya pada Monna.     

"Bukan hal yang sulit untuk bisa mengerti kau mulai dari saat ini dan mencari tahu apapun tentangmu."     

Monna menaikkan satu alisnya ke atas. Melirik Asraff dengan penuh arti ketika hari ini dengan santainya dia masih berada di rumah.     

Tidak keluar rumah dan sibuk menikmati waktu siangnya dengan hanya bermalas-malasan.     

"Kau yang memberitahukannya?" sindir Monna.     

Mengetahui dengan cepat darimana Belhart bisa mendapatkan informasi pribadi semacam itu.     

Asraff pura-pura minum.     

Ikut menjamu Putra Mahkota di rumah. Mungkin untuk sekedar mengawasi dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.     

Terlebih gosip yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Karena Belhart masih belum mendeklarasi hubungannya dengan Monna secara terbuka.     

Masih sibuk mengurus beberapa hal yang menurutnya diperlukan untuk pesta perayaan hari jadi mereka.     

Asraff berkelit.     

"Aku tidak melakukan apapun!" ucap Asraff penuh kebohongan dan Monna tahu hal itu.     

Menyipitkan mata dan tidak mempercayainya.     

"Lalu, bisakah kakak mengulang keyakinan itu sembari menatapku?"     

Tahu bahwa Asraff tidak tega berbohong pada Cattarina hanya demi hal-hal sepele.     

Gerakan kecil seperti tidak berani menatapnya lurus dan memalingkan wajah. Selalu mencari diri khasnya.     

Tertegun dan tidak bisa berbuat apapun.     

Asraff menyeluh seperti anak kecil.     

"Putra Mahkota yang terus memaksaku. Memintaku menceritakan apapun yang aku tahu tentang apa saja yang kau sukai dan tidak!"     

Kini lihat! Siapa yang lebih pintar dalam membaca situasi?     

Melipat kedua tangan di depan dada dan menatap Belhart penuh dengan banyak arti.     

Belhart sedikit bergeming.     

"Aku hanya mencoba mencari nara sumber. Tidak seperti kakakmu yang bisa membaca pikiran orang lain dan menerobos masuk dalam pikiran orang lain tanpa izin!"     

Asraff membulatkan matanya.     

Tidak mengira Belhart akan bermain curang dengan menyudutkannya.     

Belhart mengalihkan pandangannya.     

Menyesal telah mengucapkan sesuatu yang tidak bisa dia banggakan sepenuhnya. Belhart iba tiba saja teringat pada buku harian Cattarina yang masih dia simpan dengan erat.     

Terus menjadikan buku itu sebagai pedoman dan terkadang buku dongeng sebelum dia beranjak tidur.     

Tulisan-tulisan Monna secara tidak langsung menghiburnya.     

Bermain curang mirip seperti Asraff.     

Asraff yang kesal dan tidak terima mengajukan protes.     

"Aku sudah membantu Anda! Tapi inilah balasannya?"     

Berkacak pinggang dan mempertajam sorot matanya.     

Belhart tidak nampak terpancing.     

"Bermaksud baik dengan mendekatkan kalian, meskipun aku sebenarnya tidak terlalu rela. Kau.. sama sekali tidak menghargai niat baikku?"     

Masih ingin mengajukan berbagai macam kekecewaan. Asraff mendadak teringat pada hal penting yang hampir dia lewatkan.     

Membuka lebar matanya dan menatap Belhart syok.     

"Anda tahu kemampuan rahasia saya?"     

Tidak pernah menceritakannya pada siapapun. Bahkan pada Alliesia. Bagaimana Belhart bisa mengetahuinya.     

Melirik Monna dan menyamakan isi pikiran.     

"Aku tidak sengaja menguping pembicaraan kalian malam itu," akui Belhart.     

Namun Asraff semakin meninggikan sebelah alisnya.     

"Tidak sengaja???"     

Tidak ada kata tidak sengaja dalam kamus Belhart. Asraff tahu hal itu.     

Memijat pelan keningnya. Ketika rahasia ini sebenarnya ingin dia simpan sampai akhir. Bahkan sampai mati.     

Belhart lalu bertanya.     

"Lalu, kenapa kau tidak memberitahukanku kemampuan mengerikanmu ini?"     

Menatap sinis dan tidak senang.     

"Apa maksud Anda dengan kata 'mengerikan'? Aku, mengerikan?"     

Menghembuskan napas dengan kasar.     

Monna mencoba melerai.     

"Berhenti beradu mulut dan jangan menghina kakakku seperti itu, Belhart?"     

Mengakui bahwa kemampuan membaca pikiran seseorang adalah kemampuan tingkat tinggi yang selalu ditakutkan oleh sebagian besar orang.     

Tidak ingin sampai isi hatinya diketahui.     

Bahkan nasib kelamnya diremehkan. Monna bisa mengerti bagaimana Belhart bisa memberikan sebutan semacam itu.     

"Kemampuan ini datang sendiri dan aku sama sekali tidak pernah memintanya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.