Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 90 ( Wajah Merah Seperti Darah )



Chapter 90 ( Wajah Merah Seperti Darah )

0Bukannya tidak ingin mengakui betapa tampan dan menarik Belhart. Karena sebagai tokoh utama paling penting dalam sebuah cerita. Belhart jelas adalah pria yang sangat melebihi kata sempurna dalam hal penampilan.     

Matanya yang runcing dan berkelopak dalam. Menegaskan betapa jauh dia mengamati lawan bicaranya. Hidungnya yang mancung dan proporsional menambah keharusan yang dimiliki oleh seorang pria bidang dengan kotak-kotak susun di area perutnya.     

Monna lalu memejamkan matanya sejenak ketika dia mengingat bagaimana malam pertamanya dengan Belhart dalam ingatan masa lalu Cattarina.     

Memang samar. Namun beberapa bagian tertentu bisa Monna ingat. Bentuk tubuhnya yang bidang dna berotot serta beruas-ruas mengikuti standart tinggi tubuh seorang laki-laki yang menempuh latihan fisik yang kuat.     

Monna masih ingat bagaimana Belhart sempat kehilangan akal walaupun hanya dalam keadaan terpengaruh ramuan sesat yang Cattarina berikan padanya. Hingga dia bersikap seperti orang lain.     

Mengingat sesuatu yang seharusnya tidak Monna ingat. Wajahnya kian bersemu merah. Membuat Belhart yang menyadari meletakkan tangannya dengan tanpa pemberitahuan ke dahi Monna.     

Membuatnya terperanjat dan hampir saja terjatuh ke sisi ujung tempat tidur karena menjaga jarak terlalu mencolok. Demi hanya sekedar menghindari sesuatu yang tidak perlu terjadi dan mengurangi degupan kegugupannya.     

Karena ini pertama kalinya, Monna ( benar-benar Monna dan bukan Cattarina dalam dunia manapun ) tidur bersama dengan laki-laki!     

Selalu hidup secara individual dan jarang berinteraksi terlalu ekstrim dengan lawan jenis. Menjadikan Monna asing dengan situasi ini.     

Berpikir Belhart mungkin akan menyerangnya atau mungkin mencekiknya.     

Oke. Monna mungkin hanya berlebihan. Karena setelah sikapnya yang terlalu mencolok itu malah membuatnya hampir celaka. Belhart dengan tatapan lelahnya justru menegur.     

"Ada apa? Kenapa kau mendadak panik dan bereaksi berlebihan?" tanyanya, "Aku hanya ingin mengecek suhu tubuhmu karena aku melihat wajahmu memerah dan seperti tirai berdarah."     

Mendengar kata darah. Monna lalu mengernyit.     

"Darah? Kenapa wajahku disamakan dengan darah? Apa tidak ada perumpaan yang lebih baik dan aneh dibandingkan itu?" menyindir dengan konotasi buruk.     

Monna sama sekali bukan bermaksud untuk mengejek Belhart. Hanya merasa tidak sepemahaman dengannya.     

Karena itu, sebegitu inginnya-kah Belhart melihat darah segar mengucur deras dari kulitnya?     

"Yang perlu kau perhatikan adalah soal wajahmu yang memerah. Kau tidak perlu mempedulikan perumpamaan yang asal aku ucapkan karena itulah yang aku pikirkan secara tidak sengaja,"     

Ucapan yang penuh dengan aneka ragam artian, membuat Monna bergidik.     

"Anda mendadak ingat pada darah, ketika bersama dengan saya?"     

Tidak salah lagi, Belhart memang masih memiliki dendam terhadapnya. Itu sebabnya juga, kata darah dan mungkin tidak bisa dia hapus dalam otaknya. Lalu sekarang, apa yang harus dia lakukan?     

Lari sejauh mungkin dan bersembunyi? Mencari pertolongan atau berteriak? Karena Neil mungkin masih berjaga-jaga di depan kamar?     

Atau mungkin sudah kembali ke kamarnya? Tapi, bukankah Neil adalah orang kepercayaan Belhart? Jadi, bagaimana mungkin Neil akan membelanya, alh-alih mengikuti perintah Belhart?     

Seolah terpojok, Monna merasakan tubuhnya kaku.     

Belhart akhirnya mengoreksi.     

"Hanya tidak sengaja, ketika aku mencari perumpamaan yang paling mendekati. Jadi jangan cemas,"     

Lihat ini! Bukankah sekarang, Belhart seolah bisa membaca ketakutannya kembali? Tahu bahwa Monna mencemaskan kata 'darah' yang Belhart ucapkan.     

Lalu sekarang, ucapan seperti apa yang harus Monna balas?     

Seperti menjadi orang dungu dan bodoh dalam sekejap. Monna merasa apapun yang dia lakukan sepertinya salah.     

Belhart yang masih melihat kerutan serius menghela napas.     

"Kenapa kau sering sekali memutarbalikkan maksud dari tindakanku?"     

Bertanya dengan ambigu, sampai kata-kata itu seolah berasal dari dimensi lain. Monna masih saja menunjukkan wajah bodoh.     

"Semua ucapan yang aku katakan. Kenapa kau terus berpikir negatif? Padahal aku bahkan tidak sampai hati berpikiran buruk soal dirimu,"     

Monna seketika diam seribu bahasa.     

Menatap dengan ngeri sekaligus tidak berdaya.     

Belhart terpaksa kembali melanjutkan.     

"Aku bukan binatang buas. Jadi tidak perlu takut dan cemas setiap kali kau sedang bersama denganku. Aku tidak akan menggigitmu dan aku tidak akan melukaimu. Percayalah,"     

Seolah berkeyakinan kuat dan memiliki keteguhan yang tidak akan mungkin ada seorang pun yang meragukannya. Monna justru hanya sanggup mendengarkan. Tidak yakin apakah ucapan sesaat itu bisa dipercaya.     

Atau malah sama sekali tidak bisa dipercaya. Karena tidak ada yang bisa memprediksikan masa depan.     

Belhart dengan wajah seriusnya, kembali berkata-kata.     

"Aku akan melakukan sebuah sumpah,"     

Tidak membiarkan Monna berpikir melenceng, Belhart kembali berucap dengan sungguh-sungguh.     

"Sumpah yang memang mungkin hanya kau yang menjadi saksi. Namun sumpah ini aku ucapkan atas nama diriku sendiri. Di depan bulan dan bintang yang menjadi tak hidup. Aku, Belhart Dominic Gerald. Dengan ini mengucapkan janji dan sumpahku dengan sungguh-sungguh!"     

"Tidak akan menyakitimu dan tidak akan melukaimu. Sehingga sekarang, bisakah kau lebih merasa aman dan tenang?"     

Dua pasang mata akhirnya bertemu. Saling menatap pada jarak yang sangat dekat bahkan sunyi. Kilatan mata itu, kali ini tidak membuat Monna gelisah atau takut seperti biasanya. Namun percaya bahwa Belhart bersungguh-sungguh dalam membuat janji.     

Monna dengan perasaan anehnya tidak mengenali tatapan itu dengan baik. Tatapan yang perlahan melembut dan menghangat. Seperti ingin menjadi peneduh.     

Menjadikan Monna tak kuasa untuk mengabaikannya.     

Menatap tak kalah dalam ketika seluruh usahanya untuk berbalik tidak bisa membujuknya.     

@w.e.b.n.o.v.e.l     

"Aku tidak pernah bermain-main dalam berucap. Dan alu selalu memegang teguh janjiku,"     

Sebuah ingatan mendadak lewat.     

"Tapi Anda baru saja melanggar janji! Hari ini. Malam ini. Dan tidak beberapa lama sebelum ini!"     

Belhart lalu membalas.     

"Ya. Namun itu, aku lakukan demi ayahku. Baru saja sembuh dari sakitnya dan memikirkan hubungan kita. Aku tidak mungkin membuatnya cemas,"     

Ya. Tapi kau kini yang membuatku cemas!, batin Monna.     

"Aku tahu. Dan aku mengerti. Tapi.."     

Ingin mengatakan hal itu tidak adil. Monna mulai menjadi ragu karena dia sendiri bingung keadilan semacam apa yang dia ingin perjuangkan. Jika posisinya saat ini adalah hanya menumpang. Tidak punya banyak akses bicara sekalipun mereka sudah menikah dan membuat perjanjian.     

Tatapan Belhart semakin redup dan sayu. Menarik Monna tanpa aba-aba dan memeluknya. Monna sekejap berkedip. Bukan hanya satu atau dua kali. Melainkan berkali-kali.     

Deg! Ada suara debaran jantung yang Monna dengar. Sangat dekat bahkan seolah berada di samping telinganya.     

Oh, tidak! Bukankah ini adalah debaran jantung Belhart?     

Terasa sangat dekat bahkan kencang. Belhart ternyata juga sedang gugup?     

Menghentikan imajinasi konyolnya.     

Monna mendengarbdetak jantung yang lain. Jantungnya dan detaknya tidak kalah kencang juga cepat bila dibandingkan Belhart.     

"Terima kasih,"     

Ucapan yang sangat hangat dan juga menghanyutkan.     

Monna tidak bisa untuk tidak tersentuh.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.