Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 122 ( Laki-laki yang Dicintai Alliesia )



Chapter 122 ( Laki-laki yang Dicintai Alliesia )

0Menatap dengan sangat serius. Sampai-sampai otak Monna menjadi tegang dan was-was. Monna sekali lagi bertanya dengan antusias.     

"Kau masih ingat dengan pembicaraan kita pada saat itu?"     

Menatap dengan datar, Alliesia mengangguk.     

"Lalu, bisa kau ceritakan lebih detail laki-laki mana yang sedang kau sukai saat ini?"     

Bertanya dengan cukup mendadak. Ketika mungkin Cattarina dan Alliesia mungkin tidak sedekat itu untuk saling membicarakan hal yang bersifat pribadi. Namun informasi ini sangat penting baginya.     

Monna tidak bisa mengabaikan segala keingintahuannya.     

"Ya, Yang Mulia?"     

Tidak aneh jika terkejut.     

Alliesia masih belum mengerti mengapa Putri Mahkota bertanya.     

"Yang Mulia ingin tahu laki-laki seperti apa yang sedang saya sukai?"     

Mengulang dan memastikan lagi pertanyaan Cattarina. Alliesia agaknya merasa enggan. Bukan karena dia tidak ingin membagikan hal membahagiakan.     

Tapi lebih karena dia malu dan terkejut.     

"Ya. Aku tahu ini mendadak. Tapi aku perlu tahu juga bagaimana calon pasanganmu. Perlu tahu bahwa dia adalah pria baik yang bisa membahagiakanmu. Kau... tidak ingin bercuriga?"     

Bersiap menggunakan kalimat lain untuk memancing Alliesia berkata jujur.     

Dengan sangat gamblang, Alliesia menyebutkan nama pria itu.     

"Steinger Hulckey. Laki-laki yang saat ini sedang saya sukai adalah Steinger Hulckey. Sekretaris kepercayaan Putra Mahkota sekaligus tangan kanan Beliau,"     

Dengan beberapa kedipan mata yang lambat, Monna menyimak.     

"Steinger Hulckey? Kenapa nama itu terasa tidak asing? Sekretaris Putra Mahkota?"     

Menutup mulut setelah mengingat satu sosok yang sangat familiar. Monna lalu berucap lagi dengan histeris.     

"Hulck, maksudmu??"     

Mencari kepastian padahal sebenarnya sudah yakin. Karena nama Steinger Hulckey hanya ada satu dan sekretaris yang paling Belhart percaya memang adalah Hulck.     

Wajah menunduk Alliesia seolah menegaskan banyak hal.     

Mengakuinya namun enggan bercerita panjang lebar. Mungkin karena dia terlalu malu untuk mengungkapkan isi hatinya yang kini sudah terungkap.     

Tawa tidak percaya Monna lalu bergema.     

Menyentuh pundak Alliesia dan memintanya menjawab dengan yakin.     

"Hulck, pria yang kau cintai saat ini?"     

Menunduk dengan dengan, Alliesia mengangguk pelan.     

"Y-ya, Yang Mulia."     

Sedikit terbata ketika Monna mungkin saja terlalu serius bertanya padanya. Monna sejenak terdiam.     

"Hulck? Benar-benar Hulck dan bukan orang lain?"     

Sempat berpikir bahwa Alliesia mungkin saja berbohong. Namun mendengar kata-kata Alliesia selanjutnya, pandangan Monna sedikit berubah.     

"Hulck adalah laki-laki yang baik. Peduli pada saya dan ramah,"     

Kalimat sederhana itu memang adalah kalimat yang sering wanita lugu dalam novel katakan ketika dia menemukan pasangan yang cocok atau tepat.     

Laki-laki baik dan ramah.     

Sosok yang sangat mudah membuat siapapun menyukainya. Dan menjatuhkan lawan.     

Namun benarkah Hulck adalah pria yang ramah?     

Karena yang Monna ingat pria itu tidak jauh berbeda dengan majikannya.     

Sama dingin dan kaku.     

Hingga terkadang, Monna seolah berbicara dengan kamus berjalan. Atau pustakawan yang terlalu banyak memegang aturan.     

Neil sebagai pengawalnya juga tidak kalah mirip dengan mereka. Sehingga terkadang, Monna merasa ketiganya seperti satu kesatuan.     

Dan tidak aneh jika mereka bisa nampak kompak sekaligus sepaham dalam banyak hal.     

Dengan tubuh lunglai, Monna berjongkok. Membuat Alliesia yang tidak bisa memprediksi arti sikap Putri Mahkota. Bertanya dengan sedikit panik.     

"Yang Mulia! Kenapa Anda berjongkok seperti itu dan terlihat syok? Apa saya salah bicara dan dia bukan pria yang baik?"     

Sempat merasakan wajahnya memerah dan menahan rasa malu karena perasaannya kini ketahuan.     

Monna yang melihat wajah bersemu itu menggeleng.     

"Bukan seperti itu dan jangan cemas,"     

Bertumpu pada lengan Alliesia yang menjulur ke arahnya. Monna perlahan bangun untuk menegakkan tubuhnya.     

"Meski aku tidak tahu bagaimana sifat asli Hulck. Aku yakin dia adalah pria yang baik. Mengingat dia sangat setia pada Belhart. Sekaligus sangat Belhart percaya,"     

Belhart tidak akan mungkin sembarangan dalam memberikan kepercayaannya pada orang lain.     

Hidup dan terbiasa dengan sejuta wajah-wajah palsu yang manis di depannya karena status. Belhart yang sudah belajar banyak dari pengalamannya, tidak akan mungkin tidak bisa menilai orang.     

Tapi, benarkah seluruh cerita asli ini berubah?     

Alliesia sudah tidak mencintai Belhart? Dan mereka sudah tidak akan berselisih?     

Lalu apa arti dari semua mimpi-mimpi anehnya itu?     

Seolah pernah mengalaminya dan itu sangat nyata?     

Tidak mungkin bukan, bahwa semua itu hanya bunga tidur semata dan tidak memiliki arti atau peran apapun yang akan mempengaruhi masa depannya?     

Memang sudah berhasil menyelesaikan beberapa masalah penting yang terjadi dalam kehidupannya saat ini. Monna tidak bisa memungkiri bahwa sudah ada banyak hal yang tidak sejalan dengan novel. Bahkan memori ingatannya yang kini menjadi tumpang tindih.     

Namun, benarkah semuanya sudah berakhir? Lalu, jalan seperti apa yang menantinya di depan?     

Ketidakjelasan ini mengganggunya.     

Membuatnya terus tidak merasa yakin dan melihat ada banyak sekali lubang yang siap menariknya jatuh.     

"Aku mendukungmu!" ucap Monna dengan yakin menggunakan suara dan wajah Cattarina.     

"Aku mendukungmu 100 persen. Dan pertahankanlah perasaanmu. Namun jangan terlalu menyerahkan perasaanmu sepenuhnya pada pria itu. Karena sesuatu yang berlebihan selalu tidak pernah baik. Dan aku sebagai orang yang berpengalaman memberikanmu nasihat,"     

Monna masih saja memberikan beberapa masukkan.     

"Terlepas dia baik dan ramah. Biarkan dia yang lebih besar mencintaimu,"     

Mengingat kembali bagaimana Neil menyatakan perasaannya pada Cattarina dalam mimpi dan mulai menjadi gelap mata. Sama halnya dengan Belhart. Dan entah bagaimana menjelaskannya, dua adegan itu seolah berbeda dan terpisah.     

Monna kemudian menggeleng.     

"Tidak. Mungkin lebih tepatnya. Jangan biarkan siapapun memiliki perasaan memiliki yang berlebihan. Mencintai dengan sewajarnya dan bila dikecewakan dia tidak akan lepas kendali,"     

Seluruh penuturan Monna malah membuat Alliesia semakin bingung dan kurang mengerti.     

Mencintai tapi jangan terlalu mencintai?     

Dicintai tapi jangan terlalu dicintai?     

Dan sesuatu yang berlebihan itu tidak baik?     

Apalagi jika takdir berkata lain, dan salah satu dari mereka menjadi lepas kendali?     

Merasa pernyataan itu mengandung banyak arti. Alliesia tidak serta merta mengabaikan. Dan tidak serta merta memikirkannya terlalu keras.     

Namun menyanggupinya.     

"Baik, Yang Mulia. Saya mengerti dan akan berusaha melakukannya,"     

Senyum tenang langsung Monna sungging.     

"Sangat baik dan menggembirakan. Lalu kau berharap hubungan kalian akan menjadi hubungan paling membahagiakan bagi kalian," doa Monna tulus.     

Namun masih saja merasa cemas pada banyak hal.     

Beberapa situasi nampaknya harus Monna pelajari lebih dulu.     

Mondar-mandir di dalam kamarnya ketika pikiran kusut itu berputar di otaknya. Monna juga sudah menyuruh semua orang untuk pergi membiarkannya sendirian.     

Duduk di atas tempat tidurnya dengan berbagai macam pikiran yang masih belum dia pahami.     

Monna lalu mulai menyusun ulang struktur hidupnya saat ini dan mimpinya.     

"Pertama. Aku masuk dalam dunia novel." Ungkap Monna setelah berhasil tenang dan menghembuskan napas perlahan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.