Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 130 ( Benang Tipis yang Mudah Putus )



Chapter 130 ( Benang Tipis yang Mudah Putus )

0"Bagaimana dia bisa pingsan?" tanya Lomus dengan segala sikap tidak menerimanya.     

Belhart yang baru saja melihat ayahnya datang dan berkunjung ke kamarnya, memberi salam. Namun tidak bisa menutupi kerutan besar di keningnya.     

"Aku yang harusnya bertanya, Ayah." Ucap Belhart dingin. Mengalahkan kemarahan sang ayah.     

Lomus menatapnya terkejut.     

"Apa maksudmu?"     

"Apa saja yang ayah katakan padanya kemarin? Apa yang kalian diskusikan? Dan hal sensitif apa yang ayah ungkit?"     

Lomus mendadak terpaku di tempat.     

Apa yang mereka bicarakan kemarin? Ketika dia datang untuk menemui menantunya? Bukankah mereka kemarin hanya membicarakan hal baik?     

Soal pilihan Lomus yang sudah sejak lama memilih Cattarina untuk menjadi putri mahkota. Lalu soal keyakinannya...     

Sebentar...     

Mempertajam sorot matanya, Lomus Dominic seolah mendapat secercah informasi.     

Apa jangan-jangan.. semua ini terjadi karena ucapan pendeta agung??     

Pembicaraan yang sempat terpotong karena Cattarina mendadak tidak enak badan. Dan Lomus berpikir bahwa wajah pucat Cattarina saat itu, memang disebabkan karena kondisinya yang kurang fit.     

Namun sebenarnya ada hal tertentu yang menjadi pemicu?     

Lomus Dominic lalu menatap sosok Cattarina yang masih terbaring di tempat tidur dengan ngeri.     

Baru saja mengetahui kabar pingsan Cattarina dan langsung kemari. Ketika yang Lomus tahu, saat pingsan. Cattarina sedang bersama Belhart.     

Lomus Dominic lalu menatap putranya.     

"Mungkinkah... karena ramalan Pendeta Agung?"     

Berucap dengan bingung dan tidak tahu apakah yang dia ucapkan adalah benar atau salah.     

Belhart seketika dibuat penasaran.     

"Ramalan apa, Ayah? Aku sama sekali tidak tahu," ungkapnya.     

Menatap dengan tidak yakin. Namun masih berusaha menjawab.     

"Soal masa depan putri Bourston. Akan menjadi benalu bagi keluarga dan banyak orang. Namun berubah setelah bulan putih dan bulan hitam bersatu. Lalu berenkarnasi. Menurut ramalan Pendeta Agung, Cattarina akan menjadi dewi bagi semua orang yang percaya padanya."     

Yakin tidak ada yang salah atau memberatkan. Ramalan itu jelas berakhir baik. Namun, kenapa ramalan itu justru membuat kondisi Cattarina menjadi buruk?     

Ada seseorang yang bisa menjelaskannya lebih rinci?     

Menyipitkan mata dan mencerna satu per satu ucapan ayahnya soal ramalan yang entah benar, entah tidak. Belhart masih terus mengajukan pertanyaan.     

"Ayah yakin, ramalan itu yang diucapkan oleh Pendeta Agung?" tanya Belhart luar biasa bingung.     

"Tentu saja!" mengangguk dan merasa yakin, "Sekalipun belasan tahun sudah berlalu. Ayah masih sangat ingat. Karena ramalan itu..."     

Berhenti sejenak ketika rahasia ini sebetulnya tidak ingin dia katakan.     

Belhart yang sudah dipancing, tidak mungkin membiarkan ayahnya hanya berbicara beberapa potong kalimat. Bahkan mengantungkan kalimat terakhirnya tanpa penjelasan lebih.     

"Karena ramalan itu apa, Ayah? Jangan berhenti di tengah jalan,"     

Lomus Dominic menghela napas pendek.     

"Karena lamaran itulah yang membuat ayah memutuskan untuk menikahkan kalian. Pada usia Cattarina 7 tahun dan kau 10 tahun."     

Ketidak masuk akalan ini mengundang banyak sekali tawa tidak percaya dari Belhart.     

"Jadi seperti itu? Itu alasannya ayah ingin menikahkan aku dengan Cattarina? Karena percaya pada ramalan itu dan tertarik?" sindir Belhart tajam.     

Karena Cattarina pada akhirnya diramalkan akan menjadi dewi bagi semua orang. Namun kenapa dia mendadak jadi penakut?     

Tidak ingin orang-orang bergantung padanya dan tidak ingin menjadi seorang dewi?     

Atau jangan-jangan dewi yang dimaksudkan dalam ramalan itu adalah sosok 'Ratu'?     

Karena dia tidak ingin menjadi istri abadinya? Karena itu Cattarina menjadi frustasi lalu tertekan?     

Terus diuji kesabarannya. Belhart sungguh tidak mengerti sama sekali dengan jalan pikiran Cattarina.     

Sudah berusaha memahami. Namun tidak pernah menemukan kata paham dalam seluruh usahanya untuk memahami.     

Semakin mencari tahu, semakin menemukan adanya jarak dan kebingungan.     

Dan semakin banyak informasi yang Belhart dapatkan. Hubungan mereka seperti benang tipis yang mudah putus.     

Belhart lalu melirik Neil.     

Memerintah dengan sangat serius padanya.     

"Atur jadwalku untuk menemui Pendeta Agung,"     

Sedikit terkejut dengan titah itu. Namun tetap melaksanakannya. Neil mengangguk pelan dan menjalankan tugasnya.     

Membiarkan Belhart masih duduk dengan tanpa tenaga di kursi samping tempat tidur untuk menjaga Cattarina.     

Belhart kemudian berucap lemah.     

"Ayah... apa yang harus aku lakukan untuk mengurangi sedikit saja beban pikirannya? Kenapa semakin hari, aku semakin tidak mengerti dengan satu pun jalan pikiran Cattarina?! Sudah berusaha memahami dan mencari tahu. Namun selalu menemukan jalan buntu dan kesengsaraan. Aku mulai merasa lelah, Ayah. Sangat lelah,"     

Tidak sanggup menahan letih. Belhart menautkan kedua jarinya di depan wajah.     

Menutupi seluruh ekspresi tertekannya di balik kedua tangan.     

Lomus yang baru kali ini melihat putranya sangat terpuruk, ikut bersedih. Ingin memberikan penghiburan jika dia bisa. Namun Lomus sadar tidak ada satu kalimat pun yang bisa menenangkan Belhart. Karena sumber keprihatinannya ada di depan mata.     

Lomus lalu menyentuh pundak Belhart.     

Menghembuskan napas lelah dan mencoba untuk ikut merasakan kekecewaan putranya.     

"Tenanglah, Belht. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja. Dan kau akan menemukan jalan untuk memperbaiki perasaan Cattarina," berucap sungguh-sungguh.     

Belhart justru menyunggingkan senyum pahit.     

"Benarkah? Namun kenapa aku tidak merasa yakin?"     

Membalas sentuhan ayahnya. Belhart sadar bahwa saat ini adalah pertama kalinya Lomus Dominic memberikan penghiburan padanya.     

Tahu bahwa Lomus Dominic memang bukan adalah pribadi yang pandai menghibur putranya. Niat baik ayahnya tersampaikan.     

"Tapi, aku mengerti. Karena itu, kembalilah ke kediaman ayah dan beristirahat. Aku yang menjaga dan menunggunya sampai sadar,"     

Belhart lalu menyuruh beberapa dayang untuk mengantar ayahnya.     

Terus menantap sosok Cattarina yang tertidur dan menggenggam tangannya erat. Belhart kembali mengingat ucapan Alliesia yang sempat mengecek kondisi Cattarina setelah dia pingsan dan dibawa ke kamar.     

[ "Saya tidak tahu beban berat apa yang Putri Mahkota pikul. Namun dari denyut jantung dan ketegangan saraf yang Beliau rasakan. Saya bisa mengetahui bahwa Putri Mahkota pasti sangat stres dan tertekan," ]     

Tidak mengerti mengapa dua kata-kata terakhir itu sering Belhart dengar.     

Cattarina 'stress dan tertekan' kembali?     

Tapi kenapa? Bukankah masalah ayahnya sudah selesai?     

Lalu sekarang, apa lagi yang yang dia cemaskan?     

Ketika bahkan Belhart sudah memperlakukannya dengan sangat baik dan hati-hati agar dia tidak salah paham?     

Belhart masih kembali mengingat perkataan Alliesia.     

["Bukan hanya satu kali. Namun seperti sudah beberapa kali Beliau alami. Yang Mulia, tidak berusaha mencari tahu apa yang menjadi pemicu Putri Mahkota menjadi gelisah?" ]     

Sekali lagi menertawakan pertanyaan itu.     

Wanita itu kira Belhart tidak terus berusaha mencari tahu?     

Namun semakin Belhart menggali. Belhart hanya mendapatkan informasi kosong dan ambigu.     

Alliesia lalu mengucapkan beberapa kalimat yang membuatnya bingung.     

[ "Belakang saya pikir, Yang Mulia Putri Mahkota sudah lebih baik. Terutama ketika keluarganya dibebaskan dari tuduhan pembelotan dan nama mereka dibersihkan. Saya pikir senyum ceria Yang Mulia Putri bisa terlihat terus setiap hari setelahnya," ]     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.