Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 150 ( Kiriman Surat )



Chapter 150 ( Kiriman Surat )

0Tersenyum ceria dan menjadi lebih bersemangat. Dessie yang berhasil mendapatkan sambutan hangat dari Cattarina. Mengungkapkan kebahagiaannya.     

"Saya senang mendengarnya, Yang Mulia. Dan terima kasih! Saya akan bekerja sungguh-sungguh!"     

Monna membalas dengan anggukan.     

"Bukan masalah selama itu membuatmu merasa nyaman."     

Memberi salam dan hormat. Dessie lalu diminta untuk mengikuti pelayan lain ke kamarnya.     

Meninggalkan Therens menatap Monna dengan penuh arti.     

"Anda menjadi sangat murah hati, Putri!"     

"Dan kau menjadi semakin cerewet dari waktu ke waktu,"     

Therens dengan berani masih membalas Monna.     

"Tapi tidak biasanya Anda mudah mempekerjakan orang lain,"     

"Sayangnya, Dessie bukan orang lain. Dia adalah salah satu dayang yang selalu membantuku di istana. Meskipun sifatnya kikuk dan terlihat belum berpengalaman. Dessie adalah orang yang tulus,"     

Sedikit menaikkan satu alisnya dengan pandangan berbeda.     

"Anda... sekarang Anda bisa juga melihat ketulusan seseorang?"     

Sudah mengenal Cattarina sejak kecil dan bahkan balita. Therens tentu tahu bagaimana sifat dan sikap Cattarina selama ini.     

Tidak pernah mendengarkan orang lain. Senang bertingkah seenaknya. Dan tidak peduli dengan perasaan orang lain. Karena Cattarina terus dimanja oleh keluarganya.     

Setelah menikah dan bercerai. Putri Cattarina berhasil mengubah seluruh pemikirannya?     

Masih sulit mengerti.     

Tapi telah melihat semuanya.     

Therens lalu teringat sesuatu yang penting.     

"Tuan Putri! Ada beberapa surat datang untuk Anda!!" teriak Therens heboh ketika dia kembali mengingat apa yang hampir dia lupakan.     

Monna menggeleng.     

"Bibi tidak bisa bicara lebih tenang sedikit? Ketika jarak kita sudah sedekat ini?"     

Memberikan tatapan menantang. Therens yang terbawa suasana, berdeham.     

"Maafkan saya, Putri. Tapi..."     

Mengerutkan kening dan berdecak.     

"Sudah aku katakan jangan memanggilku Putri. Aku memang putri keluarga Bourston. Tapi aku sudah bukan Putri Mahkota. Jadi cukup panggil aku 'Nyonya Muda'. Sulit membiasakan dirinya, memang. Tapi sebutan itu tidak buruk." Ungkap Monna santai dan menjelaskan.     

Therens langsung meralat.     

"Nyonya Muda. Ada beberapa surat datang secara bersamaan untuk Anda. Saya sudah mengumpulkan dan meletakkannya di atas meja Anda yang berada di kamar,"     

Monna kemudian berpikir dengan keras.     

"Surat untukku? Dari siapa?" tanya Monna tidak merasa punya teman surat.     

"Dari beberapa putri bangsawan lain yang mungkin sudah tahu soal perceraian Anda. Itu sebabnya mereka langsung mengirimkan surat itu ke rumah ini,"     

Monna yang baru menyadarinya, bergeming.     

"Kau benar, Bibi. Jadi kira-kira, apa yang mereka tulis untukku?"     

Merubah sorot mata dan raut wajahnya.     

Monna mulai penasaran dengan isi surat itu. Membersihkan sisa-sisa debu yang mungkin menempel pada gaunnya.     

"Aku akan kembali ke kamar untuk memeriksanya,"     

Memunggungi Therens dan melangkah masuk. Monna lalu sampai ke dalam kamarnya. Memutuskan untuk berganti pakaian lebih dulu setelah dia bermain di luar dan memanjat pohon.     

Monna kemudian berjalan ke depan meja. Melihat beberapa lembar surat yang masih disegel dengan tatapan memicing.     

Lily, Merri dan Dessie datang bersamaan tidak lama setelahnya.     

"Nyonya!! Dessie Anda terima bekerja di rumah ini? Dan kita seperti kembali ke masa-masa di mana kita sering berkumpul bersama di istana?"     

Baru saja masuk. Tapi sudah berkicau.     

Monna tidak nampak heran dan terganggu dengan tingkah Merri.     

Sibuk mengamati beberapa surat yang berada di hadapannya.     

Lily yang membawakan beberapa cemilan. Mengikuti arah pandang Monna.     

"Nyonya. Saya membawakan cemilan. Lalu, apa yang sedang Anda lihat? Anda mendapatkan kiriman surat?"     

Melipat kedua tangan di depan dan menimbang-nimbang.     

Monna secara iseng bertanya pada Lily.     

"Apa menurutmu isi surat ini? Sebuah bom? Jebakan? Atau ejekan? Karena jika ucapan selamat akan menjadi aneh,"     

Monna kemudian berbalik menatap ketiga pelayannya.     

"Apa ketika aku menikah dengan Belhart? Aku pernah mendapatkan surat ucapan selamat?"     

Sedikit menimbang dan mengingat-ingat. Dessie menjawab lebih dulu pertanyaan Monna.     

"Sepertinya saya tidak pernah melihatnya, Nyonya."     

Lily justru memberikan jawaban berbeda.     

"Tidak. Sebaliknya. Ada surat yang datang dan ditujukan pada Anda saat itu. Namun karena Putra Mahkota tidak ingin mengurus atau memusingkannya. Dia memberikan pada sekretarisnya untuk menyortir dan membacanya,"     

Monna lalu melengkapi.     

"Itu sebabnya tidak pernah ada surat asing yang datang padaku setelah menikah?"     

Mengangguk dengan yakin, Lily membenarkan.     

"Lalu sekarang, kenapa surat-surat ini bisa datang padaku?"     

Sedikit berpikir dan memilah jawaban. Merri yang kali ini memberikan jawaban.     

"Tentu karena Anda sudah tidak tinggal di istana . itu sebabnya, semua surat-surat ini datang kemari."     

Lily, Merri dan Dessie saling pandang.     

"Mereka sudah tahu soal perceraian Putri Mahkota?"     

Memetik jari dengan cantik.     

"Itu dia. Baru satu hari resmi bercerai. Mereka semua sudah tidak sabaran memberikan ucapan? Semacam perayaan dan memberikan selamat. Haruskah aku membuka semua surat ini?"     

Malas meladeni hal yang tidak penting. Monna beranggapan bahwa jika dia tidak membuka dan membaca surat-surat itu.     

Sama seperti ketika dulu dia tidak pernah membaca dan membalasnya. Bukankah tidak akan ada pengaruhnya?     

"Tapi, Nyonya. Bagaimana jika ada hal penting di dalamnya?"     

Mempertimbangkan ucapan Lily yang masuk akal. Monna akhirnya mengambil satu carik surat. Dan membolak-baliknya.     

"Maydeilla Emburckigth. Kalian kenal dengan nama itu?"     

"Tidak, Nyonya. Jika Anda saja tidak mengenalnya bagaimana dengan kami,"     

Mengusap dagu sembari mengingat-ingat.     

Kenapa nama itu terasa tidak asing?     

"Maydeilla Emburckigth... Aku sepertinya pernah bertemu atau mendengar namanya,"     

"Kalau begitu, buka saja suratnya, Putri!"     

Meringis dan menegur Dessie.     

"Jangan memanggilku dengan sebutan itu. Cukup dengan Nyonya atau Nyonya Muda."     

Tanpa sebab, Monna jadi terobsesi dengan dua nama itu. Tidak bermaksud meminta orang-orang untuk memberikan penekanan yang benar pada nama panggilannya.     

Monna hanya ingin mulai membiasakan diri agar tidak semakin salah jalan.     

"Aku akan membukanya. Dan kalian jadilah saksi!" ucap Monna selanjutnya. Tanpa peduli bagaimana Dessie menanggapi teguran sekilasnya.     

[ "Dear, Putri Cattarina Bourston – Ex. Putri Mahkota!" ]     

Menoleh pada tiga dayangnya, Monna berucap.     

"Dia baru saja mengejekku?"     

Kompak mengangkat bahu dan memberikan jawaban yang sama.     

"Kami tidak paham,"     

Monna melanjutkan kembali sapaan sang pengirim.     

"Saya Maydeilla Emburckigth. Mengirimkan surat untuk mengucapkan turut berbela sungkawa saya, atas gagalnya pernikahan Anda dengan Putra Mahkota. Diharapkan Anda bisa menerimanya dengan lapang dada dan berbesar hati," ]     

Monna lagi-lagi mengajukan pertanyaan yang mengganggunya.     

"Kenapa aku justru merasa surat ini bukan berisi bela sungkawa? Justri sindiran halus yang tidak ingin menghiburku dan memintaku untuk berbesar hati?"     

Masih mengerutkan kening dengan risih.     

"Apa ada yang meninggal? Sehingga dia perlu mengucapkan bela sungkawanya?"     

Tidak mengerti jalan pikiran beberapa orang yang berada di dalam dunia ini.     

Monna masih memutuskan untuk mencari tahu sampai mana tujuan surat ini ingin disampaikan.     

[ "Saya sudah pernah mengirimkan surat ucapan selamat pernikahan Anda dengan Putra Mahkota. Dan cukup sedih karena Anda tidak pernah membalasnya." ]     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.