Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 154 ( Bingung Menentukan Tema )



Chapter 154 ( Bingung Menentukan Tema )

0Mengangguk dengan yakin kembali.     

"Tentu saja! Kenapa tidak? Bukankah kau adalah pria paling dicari dan didambakan oleh banyak wanita di negaramu? Bahkan beberapa wanita di negaraku, sempat membicarakan kejantananmu!"     

Belhart bergidik.     

"Kejantanku?"     

Lalu menambahkan.     

"Wanita di negaramu?"     

Terkekeh dengan separuh jahil dan geli.     

"Maaf. Bukan bermaksud menyinggungmu. Tapi seperti itulah, kenyataanmu. Karena aku yakin kau tidak lupa jika negaramu dan negaraku bertetangga. Jadi rakyat negeriku sering berbicang-bincang dengan rakyat negerimu. Dan membicarkan banyak hal,"     

Belhart hanya mengusap pelan pelipisnya.     

"Lalu kau tenang saja! Mungkin kejantanan yang mereka bicarakan adalah hal lain yang tidak seperti kau pikirkan,"     

Belhart mempertanyakan lain.     

"Lalu, bagaimana kau bisa tahu itu semua?"     

Mengangkat sebelah alis dengan acuh.     

"Kau, berkumpul dengan orang-orang itu?"     

Mengerti cukup banyak, bagaimana Argedaff bisa memiliki banyak waktu senggang. Namun, Argedaff menggunakan sebagian besar waktunya hanya untuk berkumpul dan bertemu dengan orang-orang yang tidak penting sekaligus berarti?     

Argedaff yang seperti bisa membaca arti tatapa Belhart menjawab.     

"Seperti yang kau tahu dan sudah aku katakan. Aku memang terlalu banyak memiliki waktu luang. Jadi jangan heran aku bisa bertemu dengan berbagai macam orang. Termasuk orang sepertimu,"     

Belhart lalu bertanya.     

"Orang seperti apa aku memangnya?"     

Mengulum bibir dan menjawab singkat.     

"Seorang Pangeran tersohor,"     

Belhart kembali melanjutkan pembicaraan mereka di awal.     

"Jadi, menurutmu aku hanya perlu mengejarnya?" tanya Belhart dengan wajah yang sangat serius dan msih saja datar.     

Argedaff mengangguk pelan.     

"Ya. Aku rasa seperti itu. Tapi semua bergantung pada kalian dan peruntungan kalian,"     

Belhart menarik garis tipis bibirnya.     

"Kau tidak perlu khawatir. Karena sejak awal memang seperti itulah rencanaku,"     

Pembicarakan mereka lalu berhenti sampai di sana.     

Tepat ketika pintu ruang kerja Belhart diketuk.     

Tok! Tok! Tok!     

"Masuk,"     

Menatap Hulck yang sepertinya membawa berita penting.     

"Ada apa?"     

"Saya sudah berhasil mengantar dayang Dessie ke kediaman Bourston. Sudah diterima bekerja di sana untuk mengawasi Putri Cattarina,"     

Senyum senang Belhart semakin mengembang.     

Mengangguk pelan llau membiarkan Hulck pergi setelah menginformasikannya.     

***     

Monna masih saja menampilkan wajah bingung ketika dia pusing memikirkan pakaian mana yang kaan dia kenakan hari ini.     

Tidak pernah begitu pusing memikirkan pakaian paling cantik sekaligus nyaman apa yang akan dia pakai.     

Monna masih saja menanyakan pendapat para pelayannya.     

"Menurut kalian, pakaian mana yang harus aku pilih?" tanya Monna sembari berdiri di depan lemari pakiannya.     

Mengantungkan beberapa pakaian yang berhasil dia seleksi dengan susah payah.     

"Aku ingin sesuatu yang tidak biasa. Dan aku ingin sesuatu yang mencolok. Namun juga kalem!"     

Membalikkan badan dengan cepat.     

"Menurut kalian salah satu pakaian ini saja sudah cukup?"     

Semua dayangnya spontan dibuat kebingungan. Tidak bisa memilih karena di mata mereka semua cantik dan layak dipakai.     

Hingga jawaban berbeda bermunculan.     

"Anda akan selalu tampil cantik menggunakan warna merah!"     

"Dan Anda akan tampak mencolok dengan menggunakan warna kuning dengan banyak renda!"     

"Warna peach tidak kalah kalem dan manis untuk Anda yang cantik, Nyonya!"     

Semua jawaban itu benar dan malah membuatnya semakin bingung. Monna lalu berucap.     

"Apa perlu aku langsung pergi ke penjahit untuk menyatukan ketika pakaian ini menjadi satu?"     

Hanya akan pergi ke sebuah perjamuan yang diundang oleh salah satu putri bangsawan yang mengirimkan surat belasungkawa padanya pada hari pertama Monna menginjakkan kembali kakinya di kediaman Bourston.     

Pemilihan tema pakaiannya saja sudah membuat Monna pusing tujuh keliling.     

Kenapa?     

Karena pakaiannya pasti akan mendapat komentar.     

Itu sebabnya, dia tidak bisa memilih secara asal. Karena pada akhirnya, Monna sendiri yang akan menentukan rundungan semacam apa yang akan ditujukan padanya.     

Sudah mempersiapkan mental dan kesabarannya pada batas tertentu.     

Kini sudah saatnya jiwa Cattarina yang jahat dan kuat keluar.     

Memukul mundur lawan yang berusaha ingin menjatuhkannya.     

Pakaian warna kuning, akhirnya yang Monna pilih.     

Menaiki kereta kuda kediaman Bourston ketika sudah mendapatkan izin dari ayah dan ibunya untuk berpergian.     

Monna bisa menangkap jelas kecemasan yang kedua orang tuanya sembunyikan.     

Bukan tidak ingin berusaha menenangkan dan memberi keyakinan pada mereka bahwa dia akan bisa mengatasi segala yang menghalanginya di depan.     

Monna hanya ingin bersikap realistis dengan tidak terlalu percaya diri. Namun waspada.     

Dessie sudah menunjukkan ketidaknyamanannya dalam perjalanan menuju ke kediaman Maydeilla Emburckigth.     

Bangsawan wanita yang terdengar congkak dan senang mencari ribut dengan wanita-wanita cantik yang dia anggap menganggu atau lebih baik darinya.     

Maydeilla Emburckigth, tidak jarang mengumpulkan antek-antek untuk mengelilingi menjatuhkan lawan.     

"Nyonya. Saya tahu Anda ingin tampil mencolok. Namun perlukah kami juga mengenakan pakaian seperti ini? Kami hanya dayang yang bekerja pada Anda. Jadi, bagaimana jika karena penampilan kami hari ini. Anda justru dibully,"     

Melirik Dessie dengan yakin.     

"Tidak masalah. Karena aku memang menginginkannya,"     

Mengerutkan kening semakin tidak mengerti.     

Bukan hanya Cattarina yang harus para dayangnya dandani secantik dan semenarik mungkin dengan pakaiannya yang terang.     

Tapi juga Dessie dan Merri yang sengaja diajak untuk menemani. Karena dalam surat undangan sama sekali tidak ada larangan yang mewajibkan tamu undangannya datang seorang diri dan tidak membawa anak buahnya.     

Hanya butuh waktu dua jam. Yang sebetulnya lama karena mereka harus melewati beberapa jalur yang melikuk dan dalam. Pasukan Bourston akhirnya sampai ke kediaman Emburck.     

Salah satu bangsawan terkenal dengan keahliannya menghasilkan anyaman berkualitas dan berbagai macam kerajinan tangan yang tidak diragukan lagi bagaimana mutu yang mereka jaga.     

Monna yang tidak paham dengan segala kesenian itu hanya bisa melangkah masuk dalam rumah ketika dipersilahkan.     

Ditemani Merri dan Dessie yang nampak terkejut dengan ukiran-ukiran dan patung-patung unik. Berjejer dan menyebar di beberapa tempat memenuhi hampir sebagaian besar dinding dan sudut kosong.     

Monna secara spontan mengucapkan salam pada kepala pelayan yang menyambutnya ramah.     

"Saya Luis. Kepala pelayan di rumah ini. Dan kedatangan Anda sudah ditunggu-tunggu,"     

"Terimakasih, Luis." Ucap Monna manis.     

Lalu menambahkan.     

"Aku suka seragammu dan sapaanmu yang ramah. Aku membawa dua dayang. Dan mereka adalah Dessie juga Merri,"     

Memberi kode untuk memeperkenalkan diri.     

Merri lebih dulu menyapa Luis.     

"Hai, Tuan Luis! Aku Merri. 'Me' yang berarti menarik. Dan 'Ri' yang berarti berisik! Jadi maafkan aku jika nantinya saya membuat gaduh,"     

Mencubit pelan lengan Merri, Dessie kemudian berbisik.     

"Mer, sapaan macam apa yang kau katakan? 'Me' yang berarti menarik dan 'Ri' yang berarti berisik? Lalu apa arti huruf 'r' di tengah-tengahnya?"     

Menjulurkan lidah dengan enggan.     

"Aku belum memikirkannya. Mungkin konyol?"     

Dessie mengoreksi.     

"'Konyol' dalam penulisannya menggunakan huruf 'L', Merri! Bukan 'R'!"     

Merri lalu mengulum bibir tanpa merasa malu.     

"Ups!! Maaf!!" ucapnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.