Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 158 ( Mimpi Menjadi Ratu )



Chapter 158 ( Mimpi Menjadi Ratu )

0Lalu soal Maydeilla yang mengamuk di persidangan keluarga Bourston yang dinyatakan berbelot sebelum dihukum mati.     

Menyatakan kebenciannya pada Cattarina karena menikah dengan Belhart. Dan pada akhirnya menanggung kesalahan yang harus Cattarina tanggung.     

Pada renkarnasi pengulangan hidupnya yang ketiga.     

Maydeilla juga adalah wanita yang memanas-manasi Alliesia untuk membencinya. Mendorongnya hingga jatuh ke dalam jurang.     

Cattarina masih ingat bagaimana Maydeilla mengungkapkan kebenciannya dulu.     

"Bukan kau yang seharusnya menikah dengan Putra Mahkota Dominic! Kau bisa menikah dengannya hanya karena statusmu yang berasal dari keluarga Bourston. Dan karena beruntung saja. Kini, setelah kau sadar bahwa imajinasimu untuk menikahi Putra Mahkota terlalu tinggi. Kau didepak olehnya?"     

Tidak berkaca pada diri sendiri. Dengan penuh amarah, Maydeilla mengucapkan serangkaian pernyataan yang tidak bisa dia lemparkan pada dirinya sendiri.     

Bukan ingin mencari ribut. Namun memang seperti itulah hubungannya dengan Maydeilla.     

Lalu perihal masa depan dan masa sekarang para putri bangsawan. Semua itu Monna dapatkan hanya berdasarkan pada ingatan di masa lalunya yang masih tertanam jelas, serpihan demi serpihan.     

Merri yang tidak mengetahui itu tentu menganggapnya Monna sangat hebat. Sudah menyelidiki lebih dulu infomasi tentang para putri dan baru setelahnya maju menghadiri pertemua.     

Monna lagi-lagi dibuat kebingungan dengan surat undangan kedua dari Beppeni. Mengajaknya bertemu di pesta ulang tahun Argedaff.     

Sembari mengamati surat undangan itu dengan serius, Monna lantas bertanya pada Merri.     

"Menurutmu, apa aku harus datang ke pesta ulang tahun pangeran ke empat kerajaan Methovenia?"     

Menatap dengan separuh bingung, Merri balik bertanya.     

"Kenapa memangnya, Nyonya? Bukankah Anda sudah lama tidak berjalan-jalan keluar? Dan menurut saja menerima undangan dari kerajaan tetangga tidak buruk. Karena mungkin saja Anda tidak akan bertemu denga putri bangsawan yang menyebalkan seperti hari ini.     

Mengangguk setuju.     

"Kau benar, Merri. Tapi aku tidak yakin bisa mengucapkan selamat ulang tahun dengan benar pada Argedaff!"     

Mengingat nama Argedaff dengan benar.     

"Pangeran keempat yang sedang berulang tahun itu, Nyonya?"     

"Ya. Karena aku dan tidak pernah bisa akur. Sering cekcok dan kadang dia sengaja memancing emosiku,"     

Merri dengan sikap santainya membalas.     

"Sekalipun Anda tidak dipancing. Anda terkadang memang cepat emosi, Nyonya."     

Merasa pernyataan itu tidak benar, Monna tersulut.     

"Aku cepat emosi? Tidak salah bicarakah kau?"     

Merri menjawab dengan yakin.     

"Tidak, Nyonya!"     

Menatap dengan tajam dan berkuasa.     

"Lambat laun kau semakin berani bicara kurang ajar, Merri! Kau sudah tidak respek lagi padaku?"     

Terkekeh dan mengaruk kepalanya pelan.     

"Saya hanya sekedar mengungkapkan apa yang saya lihat. Tapi mungkin saya salah dan mata hati saya rabun,"     

Monna yang malas meladeni, melirik surat undangan Argedaff sekali lagi.     

Tidak yakin bisa datang ke pesta itu karena yakin Belhart pasti juga diundang. Dan tidak mungkin dia tidak menghadiri pesta tersebut jika tidak berhalangan.     

Monna memutuskan untuk tidur lebih dulu karena masih ada waktu 7 hari sampai pesta ulang tahun itu digelar.     

Mendadak teringat pada sesuatu dan langsung menanyakannya pada Merri.     

"Bagaimana dengan burung kecil yang aku selamatkan? Dia baik-baik saja? Sudah mendapatkan penanganan yang terpercaya?"     

Merri mengangguk pelan.     

"Ya, Nyonya. Dan luka di sayapnya juga telah berangsur-angsur membaik,"     

"Mengangguk mengerti dan menguap. Kalau begitu, segera kembalilah beristirahat setelah kau membereskan semua pakaian itu. Aku sudah mengantuk dan ingi tidur lebih cepat,"     

Monna kemudian sudah terpejam.     

Masuk dalam mimpinya yang aneh dan lucu. Sedang duduk di sebuah singgasana. Monna dalam wujud Cattarina berhasil membuat para putri bangsawan tunduk padanya. Bersujud di bawah kakinya dan menyembah Monna layaknya seorang ratu.     

Senyum puas Monna tersungging.     

Sedikit cekikikan dan beringsut nyaman di atas tempat tidurnya dengan gembira.     

Namun senyum itu mendadak hilang. Berganti dengan kerutan alis yang gusar dan suara-suara dalam hatinya.     

Apa maksudnya ini? Menyembahnya layak seorang ratu?     

Aku? Ratu?     

Menggeleng dengan cepat ketika sebuah kekeliruan terjadi. Monna lalu meronta-ronta. Bangun dari tidurnya, ketika hari sudah menjelang tengah malam dan lega karena semua itu hanya mimpi.     

"Tapi tunggu... semua itu memang hanya mimpi bukan?" tersenyum dengan kikuk hanya agar dapat bisa meyakinkan diri sendiri.     

Monna agaknya bergidik.     

"Ya. Itu pasti hanya mimpi dan bukan kilasan mimpi masa depannya!"     

Dengan lemah dan tidak bertenaga, Monna mencoba tidur kembali. Mengabaikan mimpi yang membuat kebahagiaannya mendadak menguap.     

Hari sudah menjelang pagi kembali, ketika Monna masih terjaga.     

Tidak bisa melanjutkan tidur tenangnya, ketika kegelisahan mendadak menyelimutinya.     

Lily yang nampak cemas melihat kekeringan di mata dan wajah Monna, bertanya dengan bingung.     

"Nyonya.. apa yang terjadi dengan Anda? Tidak bisa tidur semalaman? Kantung mata Anda sangat nampak!"     

Mengambil cermin kecil dan melihat bagaimana penampilannya.     

Monna terlihat lesu.     

"Kecantikanku nampaknya sudah berkurang sebagai 1 persen,"     

Disambut kehebohan Merri.     

"Astaga, Nyonya!! Apa yang terjadi pada Anda? Dan kenapa cekungan di bawah mata Anda terlihat?"     

Melihat Monna sudah tidur sebelum dia meninggalkan kamarnya semalam. Merri nampak sangat heran bagaimana Nyonya-nya masih juga kurang tidur.     

"Aku bermimpi buruk. Sebuah mimpi yang awalnya aku tertawakan karena menyenangkan. Tapi pada akhirnya setelah berpikir ulang. Mimpi itu sama sekali tidak lucu,"     

Lily menunjukan keprihatinannya.     

"Saya ikut sedih, Nyonya. Tapi mimpi hanyalah bunga tidur. Jadi Anda tidak perlu terlalu memikirkan maknanya. Semua tidak akan menjadi sama seperti mimpi Anda,"     

Senyum kecut Monna lampirkan.     

@.w.e.b.n.o.v.e.l     

"Seandainya aku bisa begitu,"     

Menunduk lemah. Kemudian mengangkat wajahnya.     

"Tapi kau sepertinya benar juga. Aku tidak perlu memikirkan mimpi yang tidak akan mungkin bisa menjadi kenyataan karena aku-lah yang sudah membuat mimpi itu tidak bisa terwujud,"     

Memperhitungan soal perceraian yang sudah disah-kan dan tidak ada alasan lagi bagi Monna bisa menjadi seorang ratu.     

Suasana hati yang kembali baik, lalu Monna manfaatkan untuk keluar rumah.     

"Kalau begitu, pilihkan kau baju paling sederhana. Dan aku ingin berjalan-jalan sebentar di sekitaran pusat kota,"     

Lily dan Merri saling menatap.     

"Anda akan keluar tanpa penjagaan?" tanya Lily.     

Diikuti anggukan cemas Merri.     

Monna menatap mereka balik.     

"Kenapa? Apa aku perlu pengawal ketika aku berpergian ke pusat kota?"     

Tidak memiliki pengawal seperti ketika dia berada di istana. Monna tentu tidak memerlukannya.     

Tahu tidak akan diizinkan jika meminta izin secara langsung. Monna menambahkan.     

"Lalu, tolong. Jangan katakan tujuan kita pada siapapun! Terutama ibuku!" pinta Monna dengan sangat serius.     

Namun pada akhirnya bukan Rubylic yang mencegat mereka pergi.     

Sudah mendapatkan perintah dan peringatan secara langsung dari kedua orang tua Cattarina. Therens yang tahu soal kepergiaan Monna beserta pada pelayannya mencegat mereka di depan pintu.     

Tidak mengizinkan Monna keluar sebelum mengatakan tujuannya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.