Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 168 ( Mantan Istri )



Chapter 168 ( Mantan Istri )

0Menelusuri sekali lagi sudut wajah Monna dengan jari dan menyisir rambut yang sedikit mengganggu.     

Monna terus menghitung mundur kapan kiranya dia bisa tiba di pesta ulang tahun Argedaff. Ketika Belhart mulai melakukan tindakan yang membingungkan.     

Seolah akan menerkamnya hidup-hidup.     

Sebenarnya masih berapa lama lagi mereka sampai ke negara tetangga?     

Apakah masih harus menunggu satu abad dan 10 dasawarasa?!     

Mengerutkan kening dengan susah payah dan lelah.     

Monna terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin Belhart lakukan dengan terus mendekat ke arahnya. Lalu seolah berpikir keras dan mempelajari anatomi wajah dan rambutnya.     

Mungkinkah Belhart mengidap penyakit yang aneh setelah dia meninggalkannya?     

Menggeleng dengan cepat. Monna buru-buru membuang pikiran gilanya.     

Sementara Belhart tidak ingin menambahkan lagi kerutan di dahi itu, memutuskan untuk mundur setelah puas memandangi Cattarina dari dekat.     

"Otakmu ternyata hanya selebar biji kacang,"     

Menyindir dengan sangat tajam dan kasar. Sekalipun ucapan itu Belhart ucapkan dengan sangat pelan dan samar seperti angin lalu.     

Dia pikir, Monna tidak bisa mendengarnya dengan sangat jelas?     

Memicingkan mata dengan sangat tajam.     

Apa sejak tadi Belhart sedang berusaha mengukur seberapa dangkal otaknya?     

Berbeda dengan sikap sebelumnya, Monna yang tidak ingin memancing perkara. Memutuskan untuk mengalah. Menerima saja dikatai berotak kecil dengan perumpamaan yang sangat tidak akal.     

Belhart yang merasakan perubahan sikap Monna, meliriknya.     

"Tidak akan melakukan pembelaan. Dan hanya akan diam menerima aku mengataimu buruk?" tanyanya sadar Monna tidak akan membalas ucapan kejamnya.     

Mencekal tangan dan memejamkan mata. Lalu menghela napas pelan ketika berhasil mengontrol emosinya.     

Tatapan frustasi yang Monna arahkan pada Belhart seakan berkata-kata.     

'Bukankah kau tidak senang aku membantahmu? Dan kau juga tidak senang aku membalas kata-katamu? Lalu sekarang, setelah aku hanya diam dan tidak membalas. Kau juga ingin memprotesnya?'     

Monna lalu mengalihkan perhatian Belhart dengan pertanyaan lain.     

"Apa istana Methovenia masih jauh? Kita sudah berada di mana? Dah harus sampai berapa lama lagi kita harus menunggu?"     

Menunjukkan ketidaksabarannya dengan sangat kentara.     

Belhart yang tidak senang, menjawab asal.     

"Mungkin sebentar lagi dan bersabarlah,"     

Mengangguk pelan dan mengerti.     

Mereka berdua akhirnya sampai satu jam kemudian dengan keletihan yang membuat tulang-tulang Monna lelah karena harus terus waspada.     

Tidak tahu apa yang akan Belhart lakukan dan mungkin akan dia pancing dari Monna dengan segala maksud terselubungnya.     

Monna akhirnya bisa menginjakkan kaki masuk dalam sebuah istana yang sedang mengadakan sebuah pesta besar di dalamnya. Menghirup udara yang lebih segar dan nyaman bila dibandingkan pertukaran udara yang menyiksa dalam kereta kuda yang awalnya luas menjadi sempit karena tekanan.     

Belhart dan Monna masuk ke meja seleksi. Menunjukkan kartu undangan dan menginformasikan identitasnya.     

Semua tamu ternyata sudah berkumpul di dalam. Berkelompok dan berkeliaran kesana kemari sesuai dengan aktivitas mereka masing-masing.     

Namun satu sosok yang tidak bisa luput dari perhatian Monna. Mengundang keterkejutan yang sangat besar terlampir di wajah tenangnya.     

Terkejut ketika melihat Asraff hadir di pesta ulang tahun Argedaff. Monna tidak bisa menutupi rasa penasarannya dan menghampiri sang kakak.     

"Kakak datang ke pesta ini?" tanya Monna antusias.     

Tidak melihat Asraff sejak pagi dan berpikir bahwa mungkin dia sedang sibuk di istana. Asraff ternyata sedang berada di kerajaan Methovenia?     

Meruntuk dengan kesal.     

Jika tahu Asraff juga adalah tamu undangan di pesta ini. Sejak lama, Monna tidak akan frustasi memikirkan siapa orang yang akan menemaninya pergi ke pesta.     

Tidak perlu juga menerima ajakan Putra Mahkota.     

namun Asraff yang sama terkejutnya dengan Monna, balik bertanya dengan heran.     

"Kakak yang seharusnya bertanya. Bagaimana kau bisa diundang kemari? Kau mewakili negara? Atau.. kau datang untuk mendampingi Yang Putra Mahkota?"     

Asraff masih juga menambahkan beberapa pertanyaan tambahan.     

"Lalu, bagaimana aku bisa membujuk ayah dan ibu untuk mengizinkanmu keluar? Karena Putra Mahkota?"     

Terus bertanya tapi juga menebak.     

Asraff kini menatap Belhart dengan penuh curiga.     

"Itu sebabnya-kah Anda meminta saya untuk membantu segala keperluan pesta di kerajaan ini?"     

Memalingkan wajah dan tidak menjawab.     

Karena sekalipun membantah. Asraff pasti akan lebih mempercayai kecurigaan dan keyakinannya sendiri.     

Sedangkan Monna yang tidak paham dengan apa yang Asraff dan Belhart ributkan. Sibuk menatap kakaknya dengan masih tatapan terkejut. Tapi menambahkan beberapa kekecewaan soal mereka yang mungkin bisa datang bersama.     

Sehingga kekikukkan yang terjadi di dalam kereta tidak perlu terjadi.     

Murgedaff yang melihat kehadiran mereka bertiga dari jauh menghampiri dan mengajak bicara.     

"Dia adikmu?"     

Bertanya dengan kalimat sangat ringkas. Murgedaff, kakak tertua Argedaff, pasti mengenali Cattarina dari penampilannya yang tidak berbeda jauh dengan Asraff.     

Memiliki mata biru yang sama dan rambut kuning keemasan yang pasti mencolok di tengah-tengah para tamu yang lebih banyak memiliki rambut berwarna gelap atau warna coklat gandum.     

Asraff lalu memperkenalkan Cattarina secara formal.     

"Ya, Yang Mulia. Dia adalah adik saya. Dan satu-satunya adik yang saya miliki,"     

Monna sontak membungkuk. Memberikan salam dan bertingkah dengan layak.     

"Saya adalah Cattarina Bourston, Yang Mulia. Adik Asraff Bourston. Dan datang kemari karena mendapatkan undangan dari Beppeni sekaligus Pangeran Argedaff,"     

Monna melirik sedikit ke arah Murgedaf yang memiliki perawakan lebih dewasa. Bila dibandingkan dengan adiknya yang Childish. Namun masih memiliki kemiripan dengan Argedaff.     

Monna untuk sesaat mengamati wajah itu dengan seksama.     

Memiliki mata yang bersinar terang dengan warna merah bata sebagai porosnya. Rambut pirang terang keluarga Methov selalu menjadi ciri khas keluarga besar mereka.     

Murgedaff nampak tidak terlihat tersinggung atau marah ketika Monna dengan sengaja menyebutkan nama Beppeni.     

"Wanita yang sedang berkencan dengan, Gedaff?" tanya Murgedaff sangat terbuka seperti yang sudah Monna duga.     

Memanggil nama Argedaff dengan panggilan hangat. Monna mengangguk untuk menjawab pertanyaan.     

"Benar, Yang Mulia. Dan saya sangat berterima kasih atas undangan,"     

Murgedaff yang cepat tanggap lalu mengajukan pertanyaan lain.     

"Lalu, bagaimana kalian bisa datang secara bersama-sama?"     

Mengucapkan pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan Asraff. Murgedaff nampak sudah memperhatikan kedatangan mereka dari jauh sejak awal.     

Melirik Belhart sedikit denga ragu karena belum menemukan kalimat yang tepat.     

Belhart maju untuk mewakilinya bicara.     

"Dia adalah mantan istriku. Sekaligus mantan Putri Mahkota. Tapi aku sengaja menjemputnya karena tujuan kami sama,"     

Murgedaff yang terkejut, tidak bisa menutupi ketakjubannya dan membalas.     

"Kalian nampak akur jadi aku pikir.."     

Belum menemukan kalimat yang tepat. Fakta soal Putra Mahkota kerajaan Geraldy yang telah menikah memang sudah Murgedaff dengar.     

Sehingga awalnya dia berpikir, Pangeran Belhart akan membawa serta istrinya ke pesta ini. Setelah surat undangannya telah mendapatkan konfirmasi balik.     

Namun ternyata Pangeran Dominic malah membawa mantan istrinya?     

Putri Mahkota yang sudah dia ceraikan?!!     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.