Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 171 ( Ruangan Menjadi Panas! )



Chapter 171 ( Ruangan Menjadi Panas! )

0"Bukan seperti itu, Yang Mulia Tapi lebih baik Anda berpikir ulang," pinta Neil yang sadar Belhart masih tidak senang dengan percakapan mereka beberapa waktu lalu.     

Beberapa orang terdiam.     

Tidak paham lagi apa yang tidak Belhart senangi dari Neil. Ketika pria itu dulunya adalah salah satu orang yang paling dia percaya.     

Berjuang bersama dalam peperangan dan mungkin telah dianggap seperti saudara karena kebersamaan mereka selama bertahun-tahun tanpa terpisahkan.     

Belhart kini ingin merundung Neil?     

Memberikan perkerjaan yang tidak masuk akal. Dan menghukumnya dengan tugas yang tidak cocok dengan sosok Neil yang sangat pendiam sekaligus garang?     

Mungkinkah, Belhart ingin semua orang ketakutan setiap kali mereka bicara satu ruangan dengan Neil? Lalu mengacaukan semua diskusi penting yang mereka buat pada hari itu?     

Ingin menegur dengan keras. Tapi ada dua pasang mata dari negara lain yang mengawasi mereka.     

Hulck akhirnya mengalah dan memilih menjadi penengah.     

"Jika berkenan, Anda bisa melimpahkan pekerjaan itu pada saya."     

Cakap dalam hal negosiasi dan selalu menjadi pembicara yang baik. Hulck memang selalu menjadi orang yang dapat diandalkan, soal ini.     

Namun sekali lagi, Belhart mengatakan omong kosong menyebalkan.     

"Bukankah pekerjaanmu sangat banyak?" tanya Belhart tenang.     

Tersenyum tipis dan mengiyakan.     

"Ya, Yang Mulia."     

"Lalu, kenapa kau masih saja ingin bersusah payah mengerjakan pekerjaan baru?"     

Menahan kesal. Ketika orang yang sudah membuatnya bersusah payah adalah orang yang bertanya.     

Balasan seperti apa yang Belhart inginkan darinya?     

"Bukan masalah, Yang Mulia. Selama semuanya baik bagi negara kita dan banyak orang,"     

Sikap bijak dan ucapan Hulck yang diplomatis.     

Mengingatkan Monna pada sikap Murgedaff yang berkesan.     

Hingga kebosanan mulai menyerang Argedaff. Dan dia secara licik ingin mengalihkan perhatian.     

Argedaff menunduk sopan di hadapan Monna.     

"Suatu kehormatan bisa menyambut Anda dan mengajak Anda berdansa, Yang Mulia. Ingin berdansa dan menikmati musik?"     

Ajakan ini sontak membuat Belhart membidik Argedaff tajam.     

Menatap dengan ragu dan sadar tidak baik menolaknya. Monna dengan sikap hormat dan sopan yang sama menerima ajakan dansa Argedaff.     

"Tentu saja. Dan terima kasih,"     

Argedaff dan Monna lalu berjalan menuju ke tengah-tengah aula.     

Mengabaikan banyak pasang mata memperhatikan mereka dan terkagum-kagum. Monna lupa sejenak bahwa penampilannya hari ini memang sangat mencolok.     

Sengaja ingin tampil cantik dan memukau.     

Monna seharusnya juga memperhitungkan keributan kecil di sekelilingnya. Ketika dia menerima ajakan berdansa dari Argedaff.     

Menimbulkan percikan panas dari salah satu sisi ruangan yang dia tinggalkan tadi.     

Asraff yang merasakannya, berbisik pelan pada Murgedaff dan Hulck.     

"Apa kalian merasa ruangan ini mendadak menjadi panas?" tanya Asraff yang benar-benar menggunakan perumpamaan tertentu untuk melukiskan bagaimana panas Belhart melihat Cattarina berdansa dengan pria lain.     

Murgedaff justru nampak bingung.     

"Benarkah? Padahal aku sudah menambahkan pendingin. Tapi, mungkinkah karena banyaknya orang yang hadir. Ruangan ini menjadi lebih pengap?"     

Tidak bermaksud menyinggung soal pendingin dan suhu ruangan. Asraff dengan sedikit tekanan, mengusap kening.     

Ingin memberikan penjelasan. Namun Murgedaff sudah memerintahkan orang untuk mengecek pendingin dan menurunkan suhu.     

Asraff kemudian melirik Hulck yang paham maksudnya.     

***     

Berdansa dengan cukup harmonis. Tidak seperti tingkah mereka selama ini. Monna yang terbiasa dengan tariannya, bertanya.     

"Kau tidak takut Beppeni cemburu?" tanya Monna tanpa basa-basi.     

Melirik sedikit ke arah Beppeni dan menjawab. Argedaff nampak sangat santai.     

"Tidak. Karena Beppeni sudah tahu bagaimana aku. Dan aku juga sudah pernah mengatakan padanya. Kalau aku tidak bisa memberikan seluruh hatiku padanya,"     

Ucapan konyol ini membuat Monna menatap Argedaff dengan ekspresi sangat terkejut. Tidak mengira ternyata Argedaff benar-benar berpikiran sempit dan jahat.     

Monna masih saja berusaha menunjukkan ketenangan.     

"Dan apa dia menyetujuinya?" tanya Monna lagi.     

Mengangguk pelan dan menikmati alunan musik serta gerakan lawan.     

Argedaff yang merupakan laki-laki normal. Tidak mungkin tidak terkesima ketika dia melihat kecantikan Cattarina yang bagai bunga indah di padang gurun yang gersang.     

Argedaff masih menjawab pertanyaan Monna dengan benar.     

"Ya. Karena itu kami sekarang ini berkencan," ungkapnya jujur.     

Monna lagi-lagi terbelalak.     

"Beppeni sudah mengetahuinya. Dan dia setuju?" tanyanya sangsi.     

Masih tidak percaya antara kebodohan atau kemalangan. Monna menggeleng lemah.     

"Dan apakah kau selalu mengatakan omong kosong itu pada semua wanita yang kau kencani?"     

Karena bukan satu atau dua kali, Argedaff mempermainkan wanita. Argedaff menggeleng.     

"Tidak juga,"     

Menggeleng dan membantah dalam artian berbeda. Dan mengoreksi.     

"Terkadang mereka sepemikiran denganku. Tidak serius. Dan ada juga yang mengerti dengan sendiri tanpa aku mengatakan langsung,"     

Argedaff melirik Beppeni.     

"Tapi Beppeni berbeda. Dia serius denganku sejak awal. Jadi aku harus memberitahukan padanya kenyataan pahit sebelum dia semakin terjerumus."     

Monna masih saja tidak bisa mengerti dan mentolerir logika tersebut.     

"Dengan tetap mengencaninya?"     

"Ya. Karena kedua belah pihak sama-sama setuju dan menginginkannya."     

Ingin menginjak kencang sepatu Argedaff yang berkilau. Monna tidak tahu batas kesabaran mana yang masih dia miliki.     

"Lalu, bagaimana jika dia terluka ketika kalian putus nanti? Kau.. tidak berencena menggantungkannya seumur hidup bukan?"     

Tahu Argedaff adalah pria yang brengsek. Namun benarkah otaknya sebrengsek ini?     

"Itu tidak mungkin. Dan biarkan waktu yang menjawab,"     

Monna semakin dibuat tidak mengerti dengan jalan pikiran Argedaff. Seolah sudah memastikan hubungannya dengan Beppeni kelak. Tapi juga menggantungkan nasib mereka pada waktu dan takdir.     

Argedaff yang brengsek percaya dengan kalimat klise itu?     

Tidak bisa mengontrol emosi, Monna mengumpat.     

"Dasar bajingan! Kau memang adalah yang terburuk!" runtuk Monna.     

Dan dibalas santai.     

"Ya. Kau benar. Dan aku mengakuinya," sama sekali tidak merasa terhina.     

Monna lagi-lagi mengumpat.     

"Dan kau jauh lebih buruk dari Belhart!!" ucap Monna yakin.     

Dimana Belhart selalu memberikan kepercayaan penuhnya hanya pada satu wanita. Memang bukan Cattarina melainkan Alliesia. Dan jahat pada Cattarina sampai membunuhnya. Namun Belhart selalu bersungguh-sungguh soal cinta.     

Tunggu, sebentar!     

Kenapa Monna malah membela Belhart pada saat ini.     

Menggeleng dan membuatkan persepsinya.     

Agedaff membalas umpatan Monna.     

"Ya. Belhart memang tidak seperti aku. Dan aku juga mengakuinya. Karena Belhart tidak pernah mempermainkan wanita. Sehingga aku sangat terkejut ketika dia mendadak menikah dan menceraikanmu,"     

Monna bergeming.     

Merasakan pertanyaan itu sensitif baginya.     

"Aku tidak mungkin bercerita bagaimana semua kemungkinan itu terjadi," ungkap Monna. Menolak memberikan kesaksian.     

Argedaff nampak paham.     

"Bukan masalah. Karena aku tidak akan memaksamu untuk bercerita, jika kau tidak menginginkannya. Tapi, apa kau yakin dengan pilihanmu? Meninggalkannya, ketika dia bahkan adalah pria yang pernah kau cintai? Kau, rela melakukannya?"     

Monna lalu mulai berpikir.     

Haruskah ada penyesalan ketika semuanya sudah terjadi?     

Benci ketika sepertinya seluruh dunia sudah tahu betapa gila Cattarina dulu mengejar Belhart.     

Monna hanya bisa berucap getir, "Kau bahkan juga mengetahuinya?"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.