Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 173 ( Lain di Mulut Lain di Hati )



Chapter 173 ( Lain di Mulut Lain di Hati )

0Sementara pasangan yang sedang mendapatkan perhatian penuh. Berusaha menikmati waktu mereka. Mengikuti alunan musik dan menggerakkan tubuh mereka kesana kemari dan berputar sesuai dengan iringan musik.     

Monna, yang terus saja merasakan ada sesuatu yang salah sedang terjadi. Mengedutkan matanya beberapa kali. Merasakan hawa panas dari lawan dansanya dan aliran darahnya seakan tersendat.     

Untuk kesekian kalinya, Monna menghela napas.     

Berat bertanya. Tapi jika dia tidak bertanya. Maka dia sendiri yang akan terus tersiksa.     

Tertekan karena tindakan sepihak Belhart.     

"Yang Mulia.."     

Berusaha memanggil dengan datar dan tidak menyudutkan.     

Monna yang sengaja berkata pelan,melanjutkan ucapannya.     

"Apa.. kita akan terus berdansa seperti ini?" tanya Monna dengan wajah dan nada bicara yang enggan.     

Tidak berani menatap mata itu dan terus menurunkan pandangannya. Monna terus mengikuti gerakan dansa Belhart.     

"Kita sudah berdansa dua kali. Dan Anda masih ingin melanjutkannya?"     

Ingin bertanya akan sampai kapan mereka harus menari dan berpelukan layaknya sepasang kekasih. Padahal mereka sudah tidak memiliki hubungan apapun dan baru saja bercerai.     

Belhart yang diberikan pertanyaan, menjawab santai.     

"Kenapa? Apa kau lelah?" tanya Belhart serius.     

Monna menggeleng.     

"Tidak. Bukan seperti itu,"     

Sebenarnya lelah tapi tidak bisa mengatakannya langsung karena tatapan Belhart yang menusuk. Belhart kembali mengajukan pertanyaan menyulitkan.     

"Atau, kau tidak senang berdansa denganku?" menusuk dengan tajam dan berprasangka buruk.     

Monna mengerutkan keningnya.     

"Lebih senang berdansa dengan Argedaff yang aku perhatikan terus mengajakmu mengobrol. Kau ingin berdansa lagi dengannya?"     

Menelan ludah dan merasakan ada banyak peluru yang menghujam wajahnya dalam satu kali serangan.     

Monna sontak bertanya dengan ragu.     

"Kenapa... Argedaff yang mendadak kita bahas saat ini, Yang Mulia? Bukankah saya sedang bertanya soal kita? Kenapa Anda malah menyangkut pautkan pertanyaan saya dengannya?"     

Tidak menemukan kecocokkan antara jawaban Belhart dengan pertanyaannya.     

Monna serta merta menatap Belhart dengan separuh linglung.     

Monna juga tidak lupa menambahkan.     

"Aku dan Belhart hanya berdansa satu kali. Dan Anda sudah mengajak saya berdansa hingga tiga kali!. Tiga kali, Yang Mulia! Itu artinya, saya sudah melakukan dansa selama dan sebanyak empat kali!"     

Memberikan senyum tipis dan sedikit kecut.     

"Anda bisa menghitung sendiri bukan? Berapa lama saya terus berdiri dengan sepatu hak ini dan menari? Bukan sekedar berdiri santai, tapi terus bergerak dan berputar!"     

Monna sudah tidak kuat lagi. Seluruh tulangnya seperti akan patah dan dia merasakan tumitnya tegang.     

Talus, atau telapak kaki bagian belakangnya pegal.     

Belhart malah mencibir halus.     

"Bukankah tadi aku bertanya apa kau lelah? Tapi kau tidak menyangkalnya,"     

Menutup rapat mulutnya dan resah seorang diri.     

Apa Belhart tidak tahu istilah tentang     

'Lain di mulut lain di hati?'     

Istilah yang sering digunakan para laki-laki untuk mendeskripsikan pola pikir kami, para wanita?     

Masih belum ingin menyudahi dansanya, Belhart beralasan pendek.     

"Tunggu sampai musik ketiga ini berakhir,"     

Tidak mengharuskan siapapun yang ingin menari atau berdansa menyelesaikan tarian mereka sampai musik berakhir.     

Monna tetap saja mengikuti permintaan Belhart.     

Tahu dan bisa menduga bahwa Belhart tidak terlalu mempedulikan betapa lelah dirinya. Hingga ingin rasanya dia duduk sejenak karena semenjak Monna menginjakkan kakinya di pesta Argedaff. Monna sama sekali belum menyentuh tempat duduk atau makanan...     

"Kryuukkk,"     

Baru saja memikirkannya sejenak, perut bodoh ini sudah bergejolak!     

Menimbulkan rasa malu yang sangat besar dan kerutan yang lebih menderita terlihat di wajah Monna.     

Dengan mata elang dan penuh minat, Belhart bertanya.     

"Jadi, kau kelaparan?"     

Meringis dan menahan malu.     

"Tentu saja. Karena saya terlalu sibuk dari pagi. Belum sempat makan siang. Dan begitu saya menginjak karpet di pesta ini. Saya langsung saja diajak bicara dan berdansa. Kapan saya punya waktu untuk hanya sekedar minum?"     

Meratapi nasibnya yang merana hanya karena tidak bisa mencicipi sedikit saja hidangan yang ada di pesta ini. Monna ingin menarik bersembunyi.     

Menimbulkan keinginan Belhart untuk langsung menghentikan dansa mereka dan mengajak Monna pergi.     

"Ikut aku. Dan makanlah,"     

Membawa Monna ke salah satu meja berisikan banyak sekali makanan ringan di atasnya. Monna semakin dibuat merona.     

"Terima kasih. Tapi saya lebih memilih untuk duduk dan beristirahat. Sehingga, bisa saya mencari udara segar lebih dulu di sana?"     

Menunjuk salah satu balkon dan mengambil minum.     

Belhart berseru, "Silahkan. Dan aku akan ikut denganmu."     

Menaikkan sebelah alis dan menatap bimbang.     

"Anda ingin ikut?" bertanya dengan heran dan sepertinya keberatan.     

Belhart tetap meladeninya santai.     

"Ya. Kenapa? Kau lagi-lagi tidak menyukai segala hal yang ingin aku lakukan?"     

Menggeleng lemah ketika tenaganya sedang berkurang banyak. Monna membalas tanpa semangat.     

"Tidak. Terserah pada Anda saja. Karena tempat ini bukan milik saya. Dan Anda tidak perlu mendapatkan izin dari saya untuk menggunakannya,"     

Monna tanpa sadar melirik ke sana kemari.     

Memiliki banyak balkon berpintu yang menghadap keluar dan bisa mereka gunakan untuk bersantai sejenak.     

Apa dia harus memilih balkon yang berbeda?     

Mengurungkan niat karena tidak mungkin juga dia mengambil jalur terpisah dan akan mengundang banyak perhatian sekaligus pertanyaan dingin dari Belhart.     

Keduanya lalu berjalan bersama-sama ke balkon terdekat.     

Dibukakan pintu dan dipersilahkan. Monna melirik Belhart.     

Langsung duduk di salah satu kursi empuk yang tersedia.     

Monna menjulurkan kakinya. Mengabaikan segala protokol aturan cantik seorang lady atau putri bangsawan harus bersikap di depan atau di belakang orang lain.     

"Ah!!! Rasanya sungguh melegakan," berucap pelan dan mungkin seperti bergumam.     

Belhart nampak mendengar.     

"Kau benar-benar kelelahan?"     

Berpikir Monna mungkin sengaja beralasan karena tidak ingin berdansa dengannya.     

Belhart lalu merasa bersalah.     

"Maafkan aku,"     

"Seharusnya aku tidak memaksa dan membuatmu kesulitan,"     

Monna kini mulai terbiasa dengan sikap lembut Belhart. Tidak bisa marah hanya karena hal remeh.     

"Bukan masalah, Yang Mulia. Setidaknya saya bisa mengumpulkan tenaga sekarang. Lalu soal suara-suara yang mengganggu tadi..."     

Merasakan wajahnya memerah karena menahan malu.     

"Anda lebih baik melupakannya!"     

Tersenyum hangat dan menahan perasaan geli.     

"Tidak apa-apa. Karena itu, aku sudah menyuruh seseorang untuk membawakan beberapa makanan,"     

Selesai berucap, seorang pramusaji keluar dan menghampiri mereka.     

"Saya sudah membawakan beberapa menu, Yang Mulia. Dan jika masih ada yang kurang, Anda bisa mengatakannya langsung."     

Termenung di tempatnya dan tidak bergerak.     

Monna hanya mengikuti beberapa orang pelayan meletakkan beberapa piring berisi makanan ringan sampai berat di atas meja di dekatnya.     

Menunduk dan menutup wajahnya agar tidak dikenali. Monna baru bisa mengangkat wajahnya ketika tiga pelayan itu pergi.     

"Anda, sengaja meledek saya?"     

Entah keberanian darimana. Monna yang merasa sikap Belhart berlebihan, memijat pelan keningnya.     

Menatap beberapa piring makanan yang disajikan dengan tatapan tidak percaya.     

Belhart dengan santainya menjawab.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.