Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 187 ( Benar-benar Benci )



Chapter 187 ( Benar-benar Benci )

0"Aku tahu, aku selalu menjadi pria yang egois." Ucap Belhart pelan sembari berjalan mendekat ke arah Monna.     

Bersujud di hadapannya dan merasakan hatinya teriris dengan sangat tajam. Ketika tatapan kosong Monna menyentuh ulu hatinya.     

"Hanya mementingkan perasaanku dan tidak pernah memikirkanmu," Belhart lagi-lagi mengajak Monna bicara.     

Melemparkan kesalahan padanya dan berusaha membuat Monna merasa lebih baik.     

"Bahkan ketika waktu berlalu, dengan nasib burukmu yang harus melakukan renkarnasi berulang. Aku sadar. Bahwa aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Sampai-sampai aku menjadi salah satu orang yang menghabisimu.."     

Tidak punya banyak kekuatan untuk melanjutkan kata-katanya yang kejam. Belhart sadar ketakutan dan kesedihan Cattarina terhadapnya sudah lewat.     

Pernah menyiksanya dan membuatnya hilang arah.     

Lalu berganti dengan masalah lain tentang niat buruknya mencelakai keluarganya dengan maksud berbeda. Belhart lagi-lagi harus melhat penderitaan Cattarina. Wanita yang paling dia cintai melebihi apapun.     

"Jangan menyalahkan dirimu, Catty. Jangan pernah!" ucap Belhart penuh pemohonan.     

"Karena kesalahan sepenuhnya ada padaku. Aku yang membuatmu menjadi seperti itu. Dan aku juga yang mendorongmu melakukannya,"     

Meraih tangan Cattarina dengan penuh perhatian dan cinta.     

Belhart mengecupnya pelan tangan ringkih dan mungil itu. Berharap pendekatannya akan membuat Monna merasa jauh lebih baik.     

"Salahkan aku, jika semuanya menyiksamu. Aku yang patut kau salahkan. Jadi jangan terpuruk. Dan terus saja kau salahkan aku sampai akhir," pinta Belhart sangat serius.     

Mengabaikan segala kerugian yang akan dia terima jika Cattarina sampai benar-benar membencinya dan meluapkan seluruh kebencian itu padanya.     

Dengan separuh bergetar, Monna spontan bereaksi terhadap permintaan Belhart.     

"Jika saja sejak awal... aku tidak mengenalmu," ucap Monna untuk pertama kalinya semenjak membisu.     

Monna masih saja belum menunjukkan pandangan yang jelas.     

"Jika seandainya, sejak awal aku tidak pernah mencintaimu. Mengharapkan perhatian dan balasan darimu. Menganggapmu lebih tinggi dan di atas segala-galanya..."     

Dengan pilu Monna mengangkat wajahnya.     

Menatap mata yang menatapnya penuh haru.     

"Mungkinkah semua hal menyakitkan ini tidak akan pernah terjadi?" tanya Monna penuh harap dan membutuhkan jawabannya.     

Masa depan seperti apa yang akan terjadi padanya jika dia tidak pernah mengenal Belhart?     

Menemukan pria lain yang membalas cintanya. Lalu menikah dan hidup bahagia dengan sepasang anak. Kemudian menjadi nyonya bangsawan lain dan bukan Putri Mahkota?     

Tidak berani memberikan jawaban karena tidak rela harus hidup tanpa mengenal Cattarina.     

Belhart masih terus menatap Monna dengan penuh luka. Berharap itu hanya keinginan sesaat Cattarna.     

Monna masih terus berangan-angan.     

"Jika aku tidak mengenalmu sejak awal.."     

"Dan jika aku tidak menaruh cintaku padamu sepenuhnya.."     

"Semua ini tidak akan pernah terjadi.."     

"Bahkan pada empat kehidupan masa laluku, aku terus terikat padamu. Tidak bisa melepaskan diri dan tersiksa. Sehingga adakah jalanku untuk menghindarimu?"     

Merasa sangat bersalah,     

Belhart sekali lagi meminta maaf.     

"Maafkan aku dan aku sungguh menyesal,"     

Menangis sesungutan dan terisak.     

Apakah permintaan saja sudah cukup?     

Belhart yang tidak tega melihat Cattarina hilang tumpuan hidup, menariknya masuk dalam pelukan.     

Membiarkan tangis Monna pecah dalam dekapannya. Dan mengusap kepalanya lembut.     

"Aku benci padamu, Belhart! Dan aku juga benci pada diriku sendiri. Aku benci harus menjadi tokoh jahat dalam kehidupanku dan melukai banyak orang. Aku.."     

Tidak sanggup melanjutkan kata-katanya dan lebih memilih untuk menangis sebagai gantinya.     

Belhart membiarkan luapan keperihan itu mengalir.     

"Tidak apa-apa. Jika kau ingin membenciku, lakukanlah. Tapi kumohon. Jangan membenci dirimu sendiri. Karena yang sepatutnya kau salahkan adalah aku,"     

Monna spontan mengikuti.     

"Aku benar-benar benci padamu!"     

"Sangat benci sampai-sampai aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan padamu agar hatiku bisa merasa puas,"     

Belhart masih saja bersikap sabar. Hal yang tidak pernah dan lakukan untuk seumur hidupnya sampai saat ini.     

"Tidak apa-apa,"     

Masih jawaban sama dan membiarkan dirinya terus dibenci.     

"Aku Benci padamu, Belhart. Sangat!!"     

Entah sudah berapa kali mengucapkan kalimat ini.     

Seluruh hati dan otak Monna terasa sakit. Membenci situasi ini terutama nasibnya.     

Monna yang kelelahan lalu tertidur dalam pelukan Belhart.     

Menenggelamkan kesedihannya dan membanjiri air matanya di baju pesta Belhart.     

Dengan lembut Belhart menepuk pelan kepala Monna agar bisa terus tenang.     

Berulang kali bergumam.     

"Kau tidak salah dan hanya aku yang sepenuhnya patut kau salahkan,"     

"Hanya aku. Dan selalu aku,"     

Hati Monna perlahan menjadi hangat. Sangat tersentuh karena sebenarnya sejak dulu dia ingin sekali ada orang yang mengatakan kalimat itu padanya.     

Pesta berakhir dengan situasi Belhart yang sudah tidak kembali ke acara. Membopong Monna masuk dalam kamarnya dan meminta izin pada Asraff untuk membiarkan Cattarina menginap di istananya.     

Menjamin tidak akan melakukan apapun dan berusaha menjaga ketenangan Cattarina.     

Asraf akhirnya menyerah dan setuju.     

Pulang tanpa membawa serta adiknya. Asraff kemudian pamit.     

"Aku akan kembali lagi besok. Lalu jaga dia dengan sangat bak untukku,"     

Tanpa diminta atau diberikan peringatan, Belhart sudah bersedia melakukannya.     

***     

Pagi-pagi sekali. Matahari sudah bersinar terik dan menyilaukan. Silaunya masuk menembus jendela dan merayap mendekat ke arah Monna yang masih terpejam.     

Selesai menangis segila mungkin. Monna yang ingat seluruh kejadian semalam, tiba-tiba saja bangun dengan terkejut. Membuka matanya lebar-lebar, ketika dia masih bisa merasakan wajah dan kantung matanya bengkak.     

Meringis kesal dan malu karena dia sudah melakukan hal yang sangat memalukan semalam.     

Sekarang, apa yang harus dia lakukan?     

Memaki sang putra mahkota lalu menghujatnya.     

Hukuman apa yang akan dia terima hari ini?     

Hukuman penjara?     

Atau hukuman mati karena sudah melakukan penghinaan terhadap turunan raja?     

Tidak. Tidak. Sebelum itu terjadi. Aku lebih baik pergi!     

Bangun dari tempat tidur. Bermaksud menggunakan kesempatan ini untuk kabur. Monna justru di hadapkan pada satu sosok pria yang terus duduk di sampingnya dan memperhatikan.     

"Huaa...!!"     

Berteriak karena terkejut. Monna berucap dengan gagap.     

"Ya-Yang Mulia..?!"     

Tidak mengira Belhart ada di samping. Ketika Monna berpikir Belhart menggunakan kamar lain untuk beristrahat.     

Belhart ternyata menjaganya semalam. Dalam posisi duduk yang pastinya tidak akan menyenangkan.     

"Anda sejak semalan duduk di sana?"     

Entah bagaimana menutupi keterkejutannya. Mata yang membesar itu sepertinya sudah kembal normal. Telah menjad jauh lebih baik setelah semalam Belhart hampir dibuat tidak bisa tidur karena mengkhawatirkannya.     

"Kau sudah jauh lebih bak?"     

Tidak langsung menjawab pertanyaan Monna. Belhart justru bertanya soal keadaan Monna.     

"Ya. Dan.."     

Melirik ke sekeliling, ketika Monna sadar mereka sedang berada di dalam kamar mereka dulu.     

Monna kemudian berucap.     

"Anda sepertinya tidak melakukan banyak perubahan pada kamar ini. Atau hanya mataku yang kurang sempurna menangkap adanya perbedaan?"     

Bukan bermaksud mengalihkan perhatian.     

Namun perhatian Monna memang hampir sepenuhnya teralihkan karena suasana familiar ini.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.