Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 188 ( Lakukan )



Chapter 188 ( Lakukan )

0Matahari yang menyinari sepertiga isi ruangan. Suara kicau burung yang bersarang di atas pohon dekat jendela kamar ini. Lalu susunan perkakas dan perabotan yang dia tinggalkan. Semua masih nampak sama seperti terakhir kali Monna meninggalkannya.     

Termasuk pakaian tidurnya. Karena dia pikir, Belhart akan langsung menyuruh seseorang untuk membuangnya.     

"Anda ternyata masih belum punya banyak waktu untuk mengurus barang-barang saya?" asumsi Monna pendek. Lalu merasa bersalah.     

"Jika itu merepotkan, saya akan membantu Anda mengurusnya." Usul Monna cepat.     

Bermaksud berjalan ke arah lemari pakaian dan beberapa pakaian yang masih menggantung di ruang gantinya yang terbuka. Monna jelas tidak ingin Belhart beranggapan dirinya tidak bertanggung jawab.     

Pergi dengan sesuka hati dan tergesa-gesa. Lalu meninggalkan sampah.     

Belhart justru menahan Monna.     

"Tidak perlu. Karena aku memang sengaja membiarkannya seperti itu,"     

Monna sontak berhenti.     

Berasumsi lain dan memikirkan kemungkinan paling logis.     

"Ah, saya hampir lupa kalau di istana ini ada banyak sekali kamar kosong. Jadi, daripada repot membersihkan satu kamar, sekalipun itu hanya tinggal menyuruh beberapa orang. Anda tinggal memilih salah satu kamar lain. Bukan begitu?"     

Mengerutkan kening dan merasa pernyataan itu menjatuhkan dirinya. Belhart segera menatap sengit.     

"Kenapa aku harus melakukannya? Apa aku dilarang tetap menggunakan kamar ini?" tanya Belhat sedikit berbohong.     

Padahal sebelumnya, diawal-awal kepergian Monna dari istana. Belhart sempat kehilangan arah. Sangat menyulitnya beberapa orang dalam menemukannya ketika pagi menjelang.     

Tidur dari satu kamar kosong ke kamar kosong lain. Hanya untuk bisa mendapatkan ketenangan dan menghapus sedikit bayang-bayang Cattarina dalam otaknya.     

Belhart akhirnya kembali ke kamar ini karena dia terus merindukan Monna. Ingin merasakan kehadirannya. Dan hanya kamar ini yang bisa membuatnya merasa jauh lebih baik.     

Sehingga itu sebabnya juga. Mengapa Belhart masih mempertahankan bentuk dan posisi kamarnya seperti sedia kala. Agar sosok yang dia cari tetap ada walaupun tidak dalam bentuk fisik.     

Monna yang bingung memberikan jawaban, mencari topik lain.     

"Soal semalam, saya berharap Anda bisa melupakannya," ucap Monna tiba-tiba. Dan sangat berharap apa yang terjadi semalam tidak pernah terjadi.     

"Saya tahu semalam aku sudah melewati batas. Tidak seharusnya berkata seperti itu dan menjelek-jelekkan Anda,"     

Monna sungguh tidak tahu kegilaan apa yang menyelimuti dirinya. Bukan hanya menangis menjadi-jadi. Monna juga sudah berani memaki seorang calon Kaisar?     

Namun Belhart selalu memberikan kelonggaran untuk Monna.     

"Ya. Tapi itu tidak masalah bagiku. Dan kau bebas melakukannya lagi," balas Belhart.     

Terlalu tenang dan menganggap enteng. Monna dibuatnya salah mengerti.     

"Itu benar. Saya memang terlalu terbawa perasaan dan tidak bisa berpikir dengan jernih..!!"     

Baru menyadari beberapa kekeliruan. Kedua mata mereka tidak sengaja bertemu.     

"A-apa maksud.. Anda?"     

Sekali lagi menatap dengan sangat terkejut dan bersalah.     

"Anda sama sekali tidak marah? Anda membiarkan saya melakukannya lagi?"     

Mengangguk dengan yakin, Belhart membenarkan.     

"Ya. Selama itu bisa membuat perasaanmu jauh lebih baik. Lakukanlah," balasnya.     

Entah sebuah perintah atau sindiran secara tidak langsung. Monna bergidik.     

"Terima kasih. Dan saya berjanji tidak akan mengulanginya," ucap Monna berusaha logis dan menganggap balasan Belhart sebagai sindiran.     

Belhart kembali memberi keyakinan.     

"Namun aku serius ketika aku mengizinkanmu untuk melakukannya berapa kalipun kau mau,"     

Berulang-ulang terkejut dan mengartikannya dalam pengertian yang lebih luas.     

"Jadi Anda juga ingin, saya terus terpuruk dan membutuhkan..."     

Merasa malu dan menyadari wajahnya merona, Monna melanjutkan kata-katanya dengan sangat enggan.     

"Tubuh dan dada Anda untuk menjadi sandaran saya menumpahkan air mata. Saya rasa itu terlalu membebani!!"     

Bukan hanya memalukan. Melainkan menjatuhkan harga diri.     

Monna teringat kembali bagaimana sakit hatinya dia, baru menyadari kebodohan yang dia lakukan selama ini.     

Melakukan pembelotan hanya demi untuk bisa menjauhi Belhart dan bercerai dengannya? Lalu, membuat seluruh keluarganya menjadi korban dan dia pada akhirnya harus kembali berkorban demi pria busuk ini?!     

Entah sebenarnya kepada siapa Monna harus melimpahkan kesalahan dan kebodohan ini. Karena beberapa situasi membuatnya sulit memutuskan.     

Benar jika dia menyalahkan Belhart. Karena Belhart-lah yang secara tidak langsung membuatnya menjadi gelap mata dan bertindak jahat.     

Namun, lebih dibenarkan lagi jika dia menyalahkan dirinya sendiri.     

Aaarrggh!!!!     

Dasar bodoh dan tolol!     

Apa kau harus terus melakukan kesalahan yang tidak bisa kau tanggung akibatnya?!!     

Tanpa sadar air mata semalam yang masih tersisa, mengalir. Menimbulkan kesedihan kedua. Dan Monna yang tidak kuasa menahannya, memalingkan wajah.     

Tidak ingin terlihat lebih memalukan dari semalam dengan menangis di depan seorang pria. Seolah dia sedang ingin mencari perhatian darinya.     

Belhart lalu mencondongkan tubuhnya. Menarik dagu Monna untuk tidak berpaling.     

"Masih ada yang terasa sakit dan ingin meluapkannya?" tanya Belhart dengan kehangatan yang tidak pernah Monna sangka akan Belhart ucapkan.     

Monna yang tidak terbiasa, menangkisnya.     

"Menyingkirlah,"     

Berusaha menghindar agar tidak tertangkap basah.     

"Aku masih bisa menampungnya, jika kau ingin. Jadi jangan, palingkan wajahmu. Perlihatkan semuanya dan tidak perlu ada yang kau tutupi,"     

Wajah Monna seketika memanas dan menanggung malu.     

Oh, tidak. Apa dia harus terus terlihat lemah jika berhadapan dengan Belhart?     

"Saya baik-baik saja. jadi, tidak perlu khawatir,"     

Suara hening memecah konsentrasi Monna. Tahu bahwa keheningan itu adalah bentuk pengawasan dan keraguan Belhart yang telah mengetahui segalanya.     

Monna lalu menambahkan.     

"Saya hanya merasa sangat malu pada diri saya sendiri," ucap Monna tanpa daya.     

Mengalah karena semuanya sudah terlihat. Dan jatuh sekali lagi, tidak akan memberikan pengaruh.     

"Malu dalam hal apa?" tanya Belhart penasaran.     

"Malu karena sudah menyalahkan Anda atas kebodohan saja sendiri. Lalu membenci Anda, padahal orang yang seharusnya dibenci adalah saya,"     

Belhart tidak nampak setuju.     

"Kenapa bisa begitu? Bukankah aku memiliki banyak andil membuatmu bersikap seperti itu?" tanya Belhart.     

"Tidak pernah memperlakukanmu dengan baik. Bahkan setelah kita menikah. Lalu dengan kejamnya mencintai wanita lain padahal status pernikahan kita masih terjalin,"     

Pelupuk mata Monna semakin memanas.     

"Anda.. sudah mengetahui segalanya?"     

Mengangguk dan menatap lembut di posisi mereka yang sedikit aneh. Belhart duduk di salah satu kursi yang menghadap ke arah tempat tidur.     

Lalu Monna yang masih separuh berbalutkan selimut, menghadap ke arahnya dan mereka berdua sama-sama saling berpegangan tangan.     

Tidak hanya aneh. Namun mungkin ini adalah pertama kalinya, dan tidak terasa asing.     

"Ya. Aku sudah mengetahui segalanya dan karena itu aku minta maaf,"     

Bukan berpura-pura bodoh, Monna lantas bertanya.     

"Dalam hal apa?"     

Mengetes pengetahuan Belhart. Monna menyimak.     

"Semuanya. Hatimu yang aku sakiti. Dan ketidakteguhanku dalam menjalankan sebuah pernikahan denganmu. Menjadi gelap mata dan tidak mencari tahu secara lengkap sekaligus menyeluruh tentang niatmu. Sehingga kau tidak perlu menanggung semuanya sendiri.."     

Jari telunjuk Monna mendarat mulus di depan bibir Belhart.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.