Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 190 ( Menghapus Ingatan )



Chapter 190 ( Menghapus Ingatan )

Menyangkal ketika terpojok.     

Monna buru-buru menghindar.     

"Tidak. Aku hanya kebetulan melihat dan mendengar beberapa orang membicarakan kalian.."     

Hendak meraih pintu dan kabur.     

Monna yang panik tersandung. Hampir terjatuh jika Belhart tidak menahannya dengan sikap siaga.     

Mata mereka bertemu.     

"Setelah aku perhatikan. Sepertinya kau selalu sengaja terjatuh di depanku. Aku tahu kamu mungkin sengaja. Tapi, aku harap. Kau tidak melakukannya di depan orang lain,"     

Monna yang terkejut menjauh dan menegakkan tubuhnya.     

Memalingkan wajah dan merasa serba salah. Sekaligus konyol karena sikapnya di depan Belhart tidak pernah benar!     

"Bersiap-siaplah dulu dan berganti pakaianlah. Aku akan menyuruh seseorang untuk melayanimu. Baru setelahnya, kau bisa keluar dengan pakaian yang layak."     

Memberikan perintah yang wajar dan tidak memojokkannya.     

Monna terkurai lemas di tempat ketika Belhart telah keluar dan menutup pintu.     

Merasakan wajahnya seperti kepiting rebus.     

"OMG!! Apa aku bermaksud keluar dengan pakaian semacam ini?!"     

Terus berteriak dengan tidak karuan dan mengacak-acak rambutnya.     

"Kau benar-benar gila dan memalukan!!"     

Memang masih mengenakan pakaian yang cukup layak. Namun karena pakaian ini terbilang tipis dan menurunkan citranya di depan banyak orang.     

Beberapa pelayan wanita muncul. Mengajukan diri untuk membantu dan Monna seperti robot mengikuti keinginan mereka dengan pasrah.     

Dimandikan dan diberikan pakaian layaknya Putri Mahkota. Seperti penampilannya dulu. Monna yang sudah berhasil sadar dan menerima kenyataan. Melihat penampilannya di depan cermin, lalu mengeluh.     

"Apa kalian tidak salah mendandaniku? Atau pakaian ini yang tidak sepadan?" keluhnya menggunakan tatapan aneh.     

Salah paham dan meminta maaf. Beberapa pelayan merasa serba salah.     

"Maaf, Yang Mulia. Apakah pakaiannya kurang menarik dan Anda ingin mencari pakaian yang lain?"     

Menatap bingung balik dan sibuk berpikir dengan tatapan masih terus menatap sosoknya yang tidak pernah membuat siapapun bosan melihat.     

Monna membantah.     

"Aku rasa bukan hanya pakaiannya. Tapi riasan yang kalian gunakan. Bukankah terlalu mewah?"     

Menambahkan kembali kata-katanya ketika dirasa kurang.     

"Bukankah aku sudah meminta kalian mendadaniku secara natural? Kenapa aku terlihat seperti Putri Mahkota dengan beberapa aksesoris berlebihan lalu.."     

Menggeleng lemah dan malas berdebat.     

"Hah!! Sudahlah. Percuma juga aku bicara. Karena kalian sudah mendadaniku seperti ini. Aku juga tidak punya banyak waktu mengulangnya karena kakak saat ini pasti sedang menungguku dengan tidak sabaran,"     

Berdiri. Kemudian berjalan keluar untuk menemui Asraff. Monna melirih salah satu pelayan.     

"Tunjukkan jalannya dan antar aku," perintah Monna seperti tabiatnya yang biasa.     

Monna lalu menggeleng.     

"Tidak. Maksudku, tolong antarkan aku menemui kakak! Dan berhenti memanggilku dengan sebutan hormat!"     

"Baik, Yang Mulia Putri!"     

Seperti tembok baja yang tidak ingin mendengarkan perintahnya.     

Monna yang malas berdebat, membiarkan mereka begitu saja.     

***     

Berhasil menemui kakaknya dan diajak pulang bersama. Monna terus diperhatikan, melemparkan pandangan lelah.     

"Sekarang apa lagi? Kenapa kakak terus melihatku seperti itu dan tidak bicara?"     

Punya mulut untuk bicara. Asraff justru sengaja memancing Monna untuk bertanya lebih dulu?     

Dasar picik dan licik.     

"Apa semalam terjadi sesuatu?" tanya Asraff yang seolah mencium aroma-aroma baru yang berbeda.     

Monna bergidik.     

Memangnya Asraff seekor anjing?     

"Tidak terjadi apapun, Kak. Dan jangan mengingat-ingat kejadian semalam. Karena setelah ini aku akan menghapus ingatan itu secepatnya!"     

Monna lalu menatap kakaknya dua kali lebih serius.     

"Sekarang katakan padaku. Bagaimana kakak bisa mengetahui mimpiku?" tanya Monna.     

Sudah berada dalam perjalanan pulang menuju ke kediaman Bourston. Dan akan menggunakan kesempatan ini untuk bertanya sejelas mungkin bagaimana Asraff bisa mengetahui soal jati dirinya yang sangat dia rahasiakan.     

Setelah percakapan Belhart dan Asraff yang Monna dengar pagi ini ketika mereka menunggu Monna bersiap-siap.     

Monna menangkap jelas pembicaraan yang dapat dia artikan dengan sempurna.     

___     

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Asraff yang penasaran dengan keinginan Belhart yang sesungguhnya.     

Belhart ternyata tidak langsung membuka diri.     

"Sebaliknya. Apa yang akan kau lakukan terhadap adikmu? Benarkah kau tidak menaruh dendam padanya? Karena itu kau mendekati Allesia dan ikut campur?"     

Terdiam sejenak karena terkejut dengan tuduhan itu. Asraff kemudian menjawab.     

"Perasaan saya terhadap Catty tidak dangkal. Kami adalah keluarga. Dan dalam kehidupan ini, hubungan kami baik-baik saja dan juga sangat akur. Jadi, apakah ada alasan bagi saya untuk menguras rasa sayang saya padanya?"     

Mengungkap kebenaran dan membuat hatinya tersentuh.     

Monna yang mendengar langsung berhambur keluar memeluk Asraff. Mengungkapkan kecintaannya pada sang kakak dan mengecup manja.     

"Kakak! Kau memang yang terbaik. Tapi, benarkah kakak sudah mengetahuinya?"     

Tidak langsung memberikan jawaban. Belhart yang sedang cemburu melihat pelukan hangat itu, mewakili.     

"Tentu kakakmu sudah tahu. Bahkan sejak lama dan itu terdengar aneh, jika kau bahkan tidak mengetahuinya,"     

Senyum senang Monna seketika menghilang. Berganti dengan rasa penasaran dan heran.     

___     

Mereka akhirnya bisa membahas masalah penting itu saat ini.     

Melipat kedua tangannya di depan dada dan bersandar dengan angkuh.     

"Kakak menyembunyikan sesuatu dariku?" tuduh Monna dengan cerdas.     

Menertawakan pertanyaan itu dengan tatapan konyol.     

"Kau menuduhku menyembunyikan sesuatu. Padahal kau sendiri yang sudah menyembunyikan rahasia penting?"     

Saling membalas dengan kalimat yang hampir persis . Monna termakan kata-katanya sendiri.     

"Kakak baru saja mengejekku?" sindir Monna.     

Menampilkan ekspresi santai dan tidak merasa bersalah.     

Monna sadar, sampai kapanpun kakaknya tidak akan pernah mengakui kesalahan yang dia perbuat. Karena adiknya sendiri juga melakukan hal yang sama.     

Dan itu berarti mereka dalam situasi 'win-win and lose-lose'.     

Menautkan alis dan menggeleng.     

Apa sih yang aku pikirkan?!     

"Aku tidak bisa cerita karena aku takut dianggap gila. Terobsesi pada mimpi buruk yang tidak akan bisa dipercaya siapapun,"     

Terlebih statusnya yang sudah menjelajahi waktu dan berpindah dari satu dunia ke dunia lain.     

Apa akan ada yang percaya padanya?     

Dan sekalipun, mereka percaya.     

Apa yang akan orang lain katakan, jika Monna mendadak menyebut dunia yang mereka tinggali saat ini adalah dunia dalam novel?     

Dunia yang walaupun ditulis tangan oleh Cattarina. Dunia semacam ini sebenarnya tidak nyata. Tidak ada dunia sihir dan tidak ada kekuatan supranatural.     

Oke.     

Mungkin dalam beberapa kasus. Ada energi-energi asing dan mistis yang tidak bisa ditangkap logika di dunia asal Monna.     

Namun, segala kejanggalan dan keanehan itu tidak pernah ada di sekelilingnya.     

Selalu menjalani kehidupan yang aman dan tenang, meskipun sederhana. Monna memang perlu lebih berkerja keras karena dia hidup sebatang kara dan perlu menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat yang terkadang banyak meminta dan juga banyak mengacaukan pahamnya.     

Tapi selama ini, Monna hidup sangat damai.     

Tidak ada yang mengincar hidupnya seperti di dunia novel.     

Monna akhirnya memutuskan untuk membiarkan saja Asraff menceritakan sendiri darimana dia mengetahui seluruh kenyataan pahit adiknya. Tidak pernah bercerita dan nampak biasa seolah hal itu tidak pernah terjadi.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.