Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 193 ( Lamaran )



Chapter 193 ( Lamaran )

0Bisa mengerti, Asraff mungkin tidak tahu soal kehidupan ketiganya yang menderita karena kecemburuan Alliesia padanya.     

Apa Asraff tidak berpikir mungkin saja, Allesia yang terlihat sangat polos dan baik. Berbalik menyakitinya?     

Tidak tahu bagaimana lagi merespon kenyataan pahit ini. Monna buru-buru mencari sandaran sebelum dia mungkin jatuh pingsan karena tidak bisa menanggung urat syarafnya yang terus menegang.     

"Aku tidak ingin dia menyakitimu, Catty. Berharap kau bisa bahagia dengan laki-laki yang kau inginkan. Walaupun aku tahu kalian menikah karena sebuah perjanjian,"     

Monna memutar matanya.     

"Sekarang apa lagi? Kenapa ada banyak sekali hal yang kakak sembunyikan dan membuatku pusing?"     

Baru saja dikejutkan pada fakta menarik kakaknya punya kemampuan khusus.     

Kini Monna harus menerima informasi baru soal.. perjanjian?     

Sejak kapan dia dan Belhart melakukan sebuah perjanjian?     

Jika memang ada, kenapa Monna bisa tidak mengingatnya?     

"Perjanjian cerai, jika Putra Mahkota sudah menemukan penggantimu. Dan niat terbesarmu untuk meringkus sang penyebar isu yang memfitnah keluarga kita. Sehingga untuk meredam salah paham. Kau bersedia menikah dengannya."     

Monna tidak bisa membantah.     

"Kakak bahkan juga sampai mengetahui hal itu?"     

Ini gila! Dan lebih dari itu!!     

"Bagaimana caranya?" menyadari sesuatu dan langsung mengungkapkannya.     

"Kakak menguping pembicaraan kami?"     

Hanya itu satu-satunya cara dan alasannya.     

"Jadi, karena itu juga kakak bertindak kejam pada Alliesia?"     

Mengerti kalau kakaknya ingin bersikap baik pada Cattarina. Tapi, bagaimana Asraff bisa menggunakan alasan itu untuk menyakiti Alliesia?     

Sadarkah Asraff semua perbuatannya itu adalah salah?     

"Lalu soal Alliesia, kau tidak perlu khawatir. Karena aku akan mengatasi dia dengan baik,"     

"Bagaimana caranya?"     

Menjawab dengan santa sepert bukan sesuatu yang besar.     

"Aku akan melamarnya. Mengajaknya menikah dan membentuk keluarga,"     

Monna hampir saja jatuh melorot ke bawah.     

Terlampau terkejut dan sulit mencerna kata-kata menakjubkan kakaknya.     

"Kakak, ingin menikahi Alliesia?"     

Mengangguk yakin dan santai.     

Jawaban macam apa itu sekarang?     

Menetralkan kerutan di kening Monna dengan kedua jarinya. Asraff kembal berucap.     

"Berhenti memberikan tekanan pada dirimu sendiri dan belajarnya mencintai diri sendiri. Tidak ada yang perlu kau korbankan dan cari kebahagianmu sendiri,"     

Monna masih saja memperlihatkan wajah bodoh.     

"Aku memang awalnya mendekati Alliesia untuk membuatnya mencintaiku dan menjauhkan takdirnya dengan Putra Mahkota,"     

Mendengarkan dengan serius dan yakin ada kalimat akhir yang lebih baik.     

"Namun, lambat laun. Aku menyukainya, Catty. Sangat mencintainya. Dan aku bersyukur karena rencana awalku membuka hubungan baik antara aku dengannya,"     

Monna lalu berekspresi serius.     

"Kalau begitu, kenapa Alliesia sore ini datang menemuiku dan menangis?"     

Terlihat cemas dan mengkhawatirkan Alliesia.     

"Dia datang dengan menangis?"     

Pemandangan yang aneh. Namun, Monna yang telah diberikan kesaksian, menyingkirkan argumen negatifnya.     

"Jika tidak seperti itu, apa aku akan menghardik kakak dengan keras?"     

Masih saja terlihat marah dan bingung dengan sikap Asraff yang Monna tidak bisa tebak mana sikapnya yang benar.     

"Jadi sebenarnya. Kakak menyukainya?" masih ragu meski Asraff sudah mengucapkan kata pernikahan dari mulutnya demi Alliesia.     

Asraff yang puas berakting tegang, tersenyum puas.     

"Ya. Karena kakak sengaja melakukannya untuk memperdayanya. Lalu membujuknya dengan sebuah lamaran besok siang. Kau ingin ikut melihatnya?"     

Tidak bermaksud mengajak serius. Tapi jika Monna berminat, Asraff tidak keberatan menyediakan tempat.     

Monna justru dibuat antusias.     

"Kakak akan melamarnya?" teriak Monna heboh.     

"Kakak sudah membicarakannya dengan ayah dan ibu?"     

Tersenyum penuh kebanggaan. Asraff menjawab pertanyaan itu dengan enteng.     

"Tentu saja. Dan mereka sudah setuju!"     

"Waw!!"     

Mengagumi hubungan ekspres ini. monna mengacungkan jempolnya tanpa sadar.     

Memuji sang kakak dan bangga padanya. Namun sebuah kecurigaan lain terbersit dalam benak Monna yang baru saja dipermainkan.     

"Jadi, sejak tadi kakak terus saja mempermainkanku? Mengelabuiku bahkan membodohiku. Padahal kakak sudah merencanakan pernikahan ini jauh-jauh hari?"     

Tertawa senang. Namun tawa senang itu tidak membuat Monna ikut tertawa.     

"Salahmu sendiri yang terlalu tegang!"     

Mengepalkan tangan dan menatap sengit.     

"Kakak!! Apa artinya aku terus frustasi sejak tadi!!? Ingin mencekik kakak dengan sekali gerakan. Lalu meninggalkan jasad kakak begitu saja!"     

Monna sontak bergidik sendiri dengan kekejaman alami yang dia ucapkan tanpa sadar karena terlalu kesal.     

"Lupakan soal cekik mencekik," ucap Monna akhirnya.     

"Tapi, apa kakak serius dengan penjelasan kakak sejak awal?"     

Sadar tidak mungkin semua penjelasan Asraff dar awal adalah sebuah candaan. Tatapan itu kini memberikannya keyakinan.     

"Menurutmu bagaimana? Apa aku berhalusinasi dan mengarang cerita? Atau semua yang aku katakan adalah benar?"     

Membidik dan berkeyakinan.     

"Aku tahu kakak sudah berkata jujur tentang segalanya. Dan aku merasa sangat lega,"     

Terlihat senang ketika Cattarina akhirnya merasa jauh lebih baik. Asraff lalu bertanya.     

"Kenapa kau merasa jauh lebih baik? Dan kenapa kau merasa lega?"     

Memeluk hangat sang kakak dan tersenyum.     

"Tentu saja. Karena kakak sudah menyayangiku dengan sangat luar biasa. Tidak menjadi laki-laki bajingan dan tidak bisa menghargai wanita. Lalu satu hal lagi yang perlu kakak ketahui,"     

Memberikan tatapan lebih ceria dan penuh arti. Monna separuh berbisik di samping Asraff.     

"Aku memang adalah Cattarina. Namun aku juga Monna. Senang bisa memilik kakak sepertimu,"     

Sedikit terkejut dan menatap dengan heran.     

Asraff segera bertanya.     

"Apa maksudmu?" serunya.     

Melepaskan pelukan hangatnya dan mencium pipi yang sedang termangu d tempat.     

"Aku Cattarina, Kak. Meski kakak melihat bayangan Monna dalam kehidupanku yang lain. Aku tetap Cattarina adik kakak. Hanya pernah menjalani lebih dari empat kali kehidupan dan semuanya tetap adalah satu orang yang terbagi-bagi jiwanya."     

Monna berucap lagi dengan yakin menyebutkan namanya.     

"Aku Cattarina Bourston. Wanita tercantik di negeri ini. Dan satu-satunya Putri Bourston yang paling menggemaskan!"     

Asraff seketika tidak bisa menghentikan kerutan muncul di keningnya.     

"Kau sudah bisa senarsis itu?"     

Sempat sangat mengkhawatirkan kondisi adiknya. Cattarina ternyata jauh lebih baik dari apa yang dia bayangkan?     

Selain bersyukur dan ikut senang. Apa lagi yang bisa Asraff lakukan demi sang adik.     

Menghela napas dan mengusap kesal sang adik yang kini telah kembali sombong.     

"Syukurlah jika kau memang adalah Catty. Aku sudah sempat cemas apakah aku bisa memberikan kasih sayangku ini padamu,"     

Kini giliran Monna yang menggoda sang kakak.     

"Tapi, pada kenyataannya. Tidak peduli siapa aku sebenarnya. Kakak tetap menyayangi aku melebihi apapun, bukan? Rela melakukan apapun. Dan bersedia menghadapi apapun. Bukan begitu?"     

Menggeleng dengan lemah ketika kekhawatirannya selama beberapa hari ini mungkin belum akan cukup untuk mengerti sang adik.     

Cattarina ternyata sudah kembali membaik seperti tidak terjadi apapun?     

Ingin menjahilinya balik.     

Tapi Asraff yang tidak ingin kehilangan senyum itu kembali, memilih untuk mengalah.     

Merangkul Monna keluar dari ruang kerja ayah mereka. Dan menyuruh Monna untuk beristirahat.     

"Berhenti menyombongkan diri dan kembalilah tidur,"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.