Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 235 ( Tidak Ingin Menggoda dan Digoda )



Chapter 235 ( Tidak Ingin Menggoda dan Digoda )

0Benarkah Monna hanya berhalusinasi?     

Gugup dan ketakutan.     

Sehebat itukah Monna bisa berimajinasi sejauh itu?     

Bertatap muka dengan Belhart. Berusaha menghindar darinya dan mencerna hidup Cattarina. Mengubah nasih tokoh jahat. Lalu melihat pernikahan Alliesia dengan pria lain dan adalah kakaknya.     

Menjalani banyak lika-liku yang menguras emosi dan kesadaran Monna terhadap lingkungan sekitar. Menikah lalu sampai memiliki seorang anak yang cantik dan mungil.     

Semua itu adalah bentuk imajinasinya yang tinggi karena terlalu terobsesi pada ceritanya?     

Tertawa pahit dan menyangkal.     

"Itu jelas tidak mungkin," gumam Monna seorang diri.     

"Lalu, siapa yang bisa menjelaskan apa yang terjadi padaku? Masuk dalam novel tapi tidak meninggalkan jejak apapun? Perasaannya terhadap Belhart, Emilyan dan keluarga Cattarina. Semua adalah palsu dan semu?"     

Mengepalkan tangan dengan kesal.     

Monna menggigit kukunya dengan gelisah.     

Berusaha mencerna dan mencari celah. Tapi tidak menemukan satupun kemasuk akalan yang bisa Monna cari kebenarannya.     

Monna seketika duduk lemas.     

Dan mulai menjalani kembali kehidupan sehari-harinya sebagai Monna.     

Yakin tidak sedang bermimpi dan semua yang dia jalani selama ini adalah nyata. Hanya saja belum menemukan buktinya.     

Malam itu, Monna tidur dengan perasaan tidak nyenyak. Masih memimpikah hal-hal aneh dan tidak masuk akal.     

Malam itu, Monna memimpikan ulang apa saja yang sudah dia alami di dunia Cattarina.     

Bangun dnegan mood buruk dna masih harus bekerja pada esok paginya. Langkah kakinya ini sangat berat untuk melangkah.     

Bukan karena tidak ingin pergi bekerja atau membolos dari tanggung jawab.     

Hanya saja, sang penjemput yang membuatnya tidak merasa nyaman dan aneh.     

Datang pagi-pagi sekali satu jam sebelum jam masuk kantor tiba.     

Pria dengan puluhan pesona, menyilaukan mata Monna mengalahkan sinar matahari pagi yang bersinar terik.     

Menyisir rambutnya lebih rapi ke belakang dan mengenakan kemeja dan jas kantor. Anthonie Guntaf, tampil begitu modis dengan celana panjang gantung sampai tumit.     

Memberikan kesan kaki jenjangnya, semakin terlihat jenjang.     

Pria itu menyapa Monna ramah.     

"Sudah siap dan tidak ada yang ketinggalan?" tanyanya begitu akrab dan seperti adalah rutinitas mereka sehari-hari.     

Monna membalas pelan.     

"Ya. Dan selamat pagi, Pak. Anda datang pagi sekali dan maaf sudah merepotkan Anda."     

Tetap ingin menjaga sopan santun dan etika yang benar ketika bawahan dengan lancang menaiki mobil sang bos. Lalu memaafkannya untuk bisa sampai ke tempat kerja.     

Monna lebih dulu bergerak cepat ke pintu kemudi.     

"Biarkan saya menyetir dan saya akan merasa lebih nyaman,"     

Anthonie menghentikan Monna. Menahan pintu Mobil, ketika Monna baru membukanya setengah.     

"Kau tetap duduk di sampingku dan jangan menyentuh kemudi. Aku yang lebih mahir berkendara dan aku tidak mungkin menyuruh seorang pasien untuk menggantikanku."     

Monna segera membela diri.     

"Saya sudah sembuh dan bukan lagi seorang pasien."     

Cengkraman kuat Anthonie tidak memberikan Monna ruang untuk menggerakan pintu mobil membuka lebih banyak.     

Sebaliknya.     

Monna justru cemas, jika pergulatan mereka akan membuat engsel pintu mobil Anthonie retak atau terbelah.     

"Saya akan menyerah,"     

Melepaskan pegangan dan berjalan gontai ke kursi penumpang di samping kemudi.     

Monna setidaknya lebih nyaman ketika Anthonie, entah dengan kebiasaannya mungkin di luar negeri atau terlalu banyak menonton film kolosal. Tidak membukakan pintu untuknya seperti seorang lady.     

Atau membungkuk seperti seorang ksatria yang mempersilahkan Monna maduk dan duduk.     

Dejavu ini mengganggu Monna.     

Mengulang kejadian semalam dan yang menjadi perbedaannya saat ini. Monna bukan akan pulang ke rumah. Melainkan pergi ke kantor.     

Apa yang akan terjadi nanti, ketika semua teman kerjanya melihat dia datang bersama anak bos?     

Menjadi gosip besar dan mungkin akan di lempari ratusan pertanyaan yang memekakkan telinga.     

Monna mungkin nantinya akan memutar otak agar kedatangan mereka tidak mengundang perhatian. Mungkin akan turun lebih dulu di persimpangan jalan. Atau keluar secara sembunyi-sembunyi melalui pintu belakang.     

Namun jika dia diam-diam keluar dari pintu belakang mobil. Itu artinya Monna harus melompat lincah ke kursi belakang?     

Tidak menemukan kenyamanan dengan pilihan terakhir.     

Anthonie masih saja sibuk mencari bahan pembicaraan.     

Tidak menentu. Namun terkadang mengarah pada soal pekerjaan dan kehidupan pribadi Monna.     

"Aku punya pekerjaan baru untukmu. Aku harap kau bisa mengerjakannya di sela-sela tugasmu yang mungkin menumpuk."     

Monna menatap Anthonie datar.     

Karena hal inikah, Anthonie begitu baik padanya?     

Ingin memberikannya pekerjaan khusus dan memperkejakan Monna bak kerja rodi.     

"Baik, Pak. Saya mengerti. Serahkan saja pekerjaan itu pada saya. Dan saya harap tidak mengecewakan nantinya,"     

Keadaan dalam mobil hening.     

Cukup menyiksa karena Monna bukan tipe karyawan yang senang mencari muka atau akrab dengan atasan dan bosnya.     

Yang Monna percaya dan yakini selama ini adalah jika dia bekerja dengan baik juga benar. Maka penilaian terhadap pekerjaannya juga pasti akan dinilai baik. Tidak perlu mencari muka untuk mendapatkan simpatik atau penghargaan. Seperti yang selama ini banyak para pekerja lakukan untuk menaikkan jabatan mereka.     

Lalu, meskipun Monna hanya bekerja pada bagian kecil dalam perusahaan.     

Monna sudah cukup puas dan nyaman dengan pekerjaannya saat ini.     

Tidak memusingkan gaji yang tidak cukup karena Monna selama ini juga hidup dengan sederhana. Jarang berbelanja dan jarang juga menghabiskan uang untuk sekedar hobi atau obsesi tidak berdasar.     

"Lalu, jika sudah begitu. Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu pasca sadar dari situasi NDE,"     

Kedua mata mereka saling memercik.     

Sama-sama penasaran pada bagaimana perasaan masing-masing dan bingung menjelaskannya.     

"Perasaan saya baik."     

Tidak menemukan kalimat lain yang lebih tepat. Selain baik dan seperti tidak terjadi apapun. Apa yang bisa Monna sampaikan pada pria yang Monna sendiri tidak tahu darimana asal dan kepribadiannya.     

Anthonie nampak memperlambat laju mobilnya.     

Wait!     

Kenapa harus memperlambat?     

Agar mereka bisa lama sampai di kantor dan mungkin sengaja membuat Monna datang terlambat?     

"Lalu, apa tidak ada yang membuatmu merasa penasaran?"     

Saling menatap kembali dan membatin.     

Ya. Ada banyak sekali yang ingin aku tanyakan, batin Monna.     

Mulai darimana kau bisa sok kenal denganku.     

Bersikap baik tapi aneh.     

Semuanya.     

Aku ingin bertanya segalanya. Tapi pertanyaan itu tercekat di tenggorokan Monna. Tidak yakin bisa menemukan kalimat yang lebih sopan untuk menunjukkan kebingungannya.     

"Saya tidak tahu harus penasaran pada apa. Dan saya tidak terlalu mengerti pertanyaan Anda,"     

Bukan bermaksud bermain tarik ulur atau membuat anak bosnya pernasaran terhadap dirinya.     

Monna hanya tidak berusaha bersikap serong atau menyeleweng.     

Sekalipun Monna sudah menikah dengan identitas Cattarina. Tetap saja, di hati Monna hanya ada Belhart dan akan selamanya seperti itu pada batas yang Monna sendiri tidak tahu sampai kapan.     

Tapi untuk saat ini Monna tidak berusaha ingin menggoda atau digoda.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.