Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 236 ( Larangan Kunjungan dan Penjelasan Apik )



Chapter 236 ( Larangan Kunjungan dan Penjelasan Apik )

0Oke!     

Lebih baik diralat.     

Anthonie mungkin tidak sedang menggodanya. Hanya penasaran dan memang mungkin kepribadian humble seperti ayahnya menurun.     

Monna hanya tidak ingin berusaha membuat siapapun penasaran padanya. Mengorek banyak informasi rumit soal dirinya.     

Bagaimana dia bisa mengalami mati suri dan bagaimana dia bisa bangun dalam keadaan baik-baik saja.     

Monna hanya bisa menyampaikan bahwa dia tidak tahu apapun dan tidak sedang mencoba untuk memahaminya.     

Penasaran mungkin, ya.     

Tapi tidak bisa lebih dari itu karena jawabannya pasti akan sangat tidak masuk akal.     

"Kita sudah sampai, Pak!"     

Bergerak cepat untuk meminta berhenti dan menemukan posisi yang tepat untuk meminta di turunkan sekitar persimpangan.     

"Saya akan turun di sini dan.."     

Seperti angin lalu dan tidak dianggap.     

Anthonie terus melesat maju.     

Tidak menghentikan mobilnya ketika Monna sudah serius meminta berhenti.     

Monna menatap datar. Sadar kalau mereka tidak akan berhenti atau turun jika tidak sampai di depan lobby.     

Menciut dan seperti ingin mengecil, berusaha Monna lakukan dengan susah payah.     

Tapi mustahil.     

Dai tidak punya kemampuan sihir atau supranatural yang memungkinkannya melakukan hal konyol.     

Hanya bisa memasrahkan diri ketika tanpa Monna sadar, Anthonie sudah berada di samping pintu mobilnya.     

Mengetuk kaca mobil dan membukakan pintu untuk Monna.     

Omg!     

Apa yang sebenarnya terjadi?     

Kenapa seorang bos begitu royal membukakan pintu untuk karyawannya?     

Lalu, apa arti tatapan semua orang?     

Beberapa penjaga dan pekerja dari divisi lain.     

Mereka semua menatap Monna dan Anthonie dengan penuh takjub.     

Terlihat memekik tapi tidak menyuarakannya.     

Ini gila! Dan benar-benar gila!     

Berusaha tersenyum ramah dan berucap santai.     

"Tuan Muda.. Anda tidak perlu sampai membukakan.." baru akan mengajukan protes dan menutup pintu.     

Pekerjaan simple itu pun Anthonie lakukan untuk Monna.     

Memberikan sebaris senyum manis dan menyilaukan.     

Astaga!! Apa yang dia lakukan dengan senyum menyilaukannya itu?     

Seperti senang dan bangga.     

"Kita masuk dan sapa semua rekan kerjamu yang pasti sudah sangat khawatir dengan kondisimu selama ini,"     

Monna melangkah gontai masuk dalam gedung.     

Berusaha menunduk dan menutupi wajahnya sebaik mungkin agar tidak ada satu orang pun yang mengenalinya.     

Monna menyesal. Dia seharusnya membawa pakaian ganti juga. Agar dia tidak hanya bisa menutupi identitasnya. Tapi juga menyamarkan pakaian yang dia kenakan pagi ini.     

Monna dan Anthonie berpisah di dalam lift.     

Sempat menyapa beberapa pekerja dan semua orang nampak mengenalinya.     

Monna yakin Anthonie sudah bekerja secara tetap di kantor ayahnya.     

Mungkin juga sudah mengambil peran penting dalam perusahaan dan memiliki beberapa orang kepercayaan yang bekerja tepat di bawah naungannya.     

Monna merasakan tatapan lain melirik ke arahnya dengan berbagai macam aura.     

Mungkin kagum. Mungkin juga iri dan tidak senang. Penasaran, ketika mungkin salah satu di antara mereka ada yang tidak mengenalinya.     

"Lantai 5. Ruangan saya. Dan saya pamit lebih dulu. Permisi, Pak."     

Menekan tombol open dan melangkah keluar. Monna tidak berusaha menoleh dan menatap Anthonie balik.     

Terlalu ngeri membayangkan apa yang pria itu bayangkan ketika Monna lepas dari pantauannya.     

Monna menghela napas sangat panjang ketika dia berhasil mendengar pintu lift tertutup rapat dan sedang menuju ke lantai atas.     

Seseorang mendadak menghampirnya. Menyikut pinggang dan merangkung pinggangnya. Monna mengenali wanita mungil ini.     

"Jennifer?"     

"Bagaimana keadaanmu? Dan kenapa tidak langsung mengabariku ketika kau sudah sadar?"     

Mengenal Jeniffer sebagai satu-satunya rekan kerja Monica yang satu hati, pikiran dan naluri. Monna memeluk Jennifer erat.     

"Aku senang bisa melihatmu lagi dan aku sudah sangat merindukanmu walau tidak terlalu,"     

Penuturan aneh Monna membuat Jennifer menepuk pundaknya.     

"Apa yang kau bicarakan? Kenapa kau separuh-separuh itu kangen padaku?" omel Jennifer.     

"Seperti tidak kangen. Dan hanya terpaksa,"     

Jennifer memberikan tatapan tajam.     

"Tapi, dibandingkan itu semua. Bisa kau jelaskan bagaimana kau bisa datang bersama dengan Pak Anthonie?"     

Meringis ketika informasi ini cepat sampai pada Jennifer.     

Monna pura-pura bodoh.     

"Kau melihat kami? Yakin tidak salah liat?"     

Menaikkan satu alisnya dengan pandangan nyeleneh.     

"Kau kira aku tidak punya mata dan tidak bisa melihat kejelasan itu?"     

Mencubit pipi Monna dan luar biasa tidak bisa menampung rasa rindu juga cemasnya.     

"Bagaimana kau bisa masuk rumah sakit dan tidak seorang pun diizinkan untuk mengunjungimu? Membuat aku sangat terluka dan aku sangat senang kau baik-baik saja. Perkataan Pak Anthonie ternyata adalah benar?"     

Monna menatap dengan heran.     

"Apa saja yang dia katakan?"     

"Tidak banyak. Tapi dia satu-satunya orang yang tahu jelas bagaimana kondisimu. Lalu baru dua hari yang lalu dia mengabari kami bahwa kau sudah bisa masuk kerja hati ini jika tidak berhalangan. Atau jika kau sudah langsung ingin bekerja."     

Jennifer menepuk kencang pundak Monna beberapa kali karena kesal.     

"Aku bisa mengerti kau mungkin menderita sakit yang sangat serius. Tapi tidak mengizinkan kami untuk mengunjungimu. Ketika mungkin hanya aku seorang yang paling antusias! Itu namanya kejam. Dia bahkan tidak memberitahu sakit apa yang kau derita!"     

Jennifer yang tersiksa seolah ingin menangis.     

Dan Monna mau tidak mau jadi begitu tersentuh.     

Merasakan hatinya ikut terluka dan bersalah karena sudah membiarkan hati lembut Jennifer teriris.     

Monna akhirnya tahu bahwa tidak ada banyak orang tang tahu soal keadaan mati surinya. Mungkin hanya tahu soal penyakit yang tidak bisa dijelaskan siapapun. Dan kini sudah sembuh.     

"Maafkan aku, Jenny. Aku benar-benar tidak bermaksud membuatmu cemas atau memikirkanku sampai seperti itu."     

"Karena itu, jelaskan padaku semuanya. Aku akan meluangkan waktu sebanyak-banyaknya. Dan mendengarkanmu dengan seksama sampai perihal bagaimana anak Pak Napoleon begitu menjagamu!"     

Monna menunjukkan wajah terkejut.     

"Aku juga tidak tahu. Ketika aku sadar aku sudah melihatnya datang menemuiku dengan panik. Belum pernah bertemu dengannya. Kami bahkan baru pertama kali berkenalan di rumah sakit."     

Monna akhirnya baru memperhatikan bahwa dia sama sekali belum pernah menyebutkan namanya untuk memperkenalkan diri. Namun semua sudah tidak berguna. Karena segala urusan administrasi dan hal-hal yang ada hubungannya dengan hal itu, Anthonie yang mengurusnya.     

Lalu mengajak Jennifer bicara di tempat yang lebih nyaman.     

"Kita bicara di atap sampai menunggu jam masuk berbunyi."     

Jennifer mengangguk dan mengikuti Monna naik ke atap.     

"Aku rasanya belum siap masuk ke ruangan itu. Jadi aku harus bagaimana?"     

Menatap Jennifer serius setelah bercerita panjang lebar bagaimana dia mengenal anak bos mereka pertama kali. Dan malah semakin membuat Jennifer tidak mengerti atau menemukan titik terang.     

"Kau masih perlu bicara yang jelas soal penyakitmu."     

Menarik Monna untuk memperhatikannya dan fokus.     

"Apa benar katanya kau mengalami kondisi koma? Koma tanpa kejelasan yang bisa dimengerti juga dijelaskan?"     

Ah, jadi soal mati surinya sudah banyak yang mengetahuinya.     

Namun mereka tidak merasa aneh karena Anthonie dengan apik menjelaskannya begitu baik?     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.