Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 242 ( Menunggu dan Ingin Mengantar )



Chapter 242 ( Menunggu dan Ingin Mengantar )

0Monna tiba-tiba berpikir negatif.     

"Dia.. bukan anak bermasalah di kampusnya bukan?"     

Mengangkat bahu dan tidak bisa memberikan komentar.     

"Aku juga kurang tahu. Karena segala informasi soal Tuan Anthonie masih sangat minim. Karena dia lama tinggal di luar negeri dan tidak punya banyak kenalan di kota ini!"     

Lantas, apa tujuannya ingin cepat kembali ke kota ini?     

Bekerja di perusahaan ayahnya?     

Mempersiapkan diri menggantikan posisi ayahnya yang masih jauh?     

Menolak kebaikan hati ayahnya ingin membangun sebuah firma baru untuknya?     

Anthonie membuang semua itu demi untuk memenuhi keingannya yang entah apa?     

Pembicaraan ini berakhir begitu saja, tanpa kejelasan. Malah meninggalkan lebih banyak kerutan bingung terlampir di wajah Monna.     

Tatapan tajam dari seseorang langsung menyerangnya.     

Balik menatap tajam dan angkuh. Monna yang merasa memiliki salah, menatap Chintya balik.     

Duduk cukup berjauhan. Meski pekerjaan mereka memiliki banyak kaitan.     

Monna langsung mengacuhkannya.     

Melanjutkan lagi pekerjaannya dan memeriksa ulang laporan mencurigakan yang diberikan Anthonie padanya.     

Lalu setelah itu membagi waktu untuk melanjutkan lagi laporan miliknya yang terbengkalai.     

Kejadian receh tidak pernah Monna bayangkan akan dia terima di kantornya.     

Seperti salah satu bagian dari cerita novel picisan.     

Monna mendadak dihadang dengan sikap tidak bersahabat ketika pulang kerja.     

Sengaja pulang lebih malam dari jadwal pulangnya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Chintya ternyata masih menunggunya?     

Berdiri dengan sikap congkak lalu sibuk memeriksa kukunya yang sudah cantik.     

Monna melihat ke sekeliling. Sudah hampir menjelang malam. Dan mungkin tidak seperti biasanya, Chintya tidak meminta Endru untuk mengantarnya.     

Namun menghadang Monna di depan gerbang. Chintya langsung menyapa Monna ketika melihatnya.     

"Lama sekali kau keluar? Dan aku hampir lumutan!"     

Tidak pernah meminta Chintya untuk menunggunya dan mengajaknya bicara selesai bekerja.     

Monna sepertinya bisa merasakan firasat buruk.     

Menatap datar dan bertanya.     

"Kau menungguku?" tanya Monna masih bersikap santai dan berpura-pura.     

"Ya. Dan aku ingin tahu apa yang kalian bicarakan berdua hari ini dengan bisik-bisik?"     

Monna menautkan alisnya.     

"Aku dan Endru?" tanya Monna lebih ingin menyamakan pikiran.     

Chintya memberikan tatapan malas.     

"Ya. Kau sengaja mengajaknya bicara empat mata?"     

Tertawa kecil ketika mendengar pertanyaan yang tidak masuk akal.     

"Bagaimana mungkin kami bicara empat mata? Kami bicara di ruangan kerja. Masih ada beberapa orang yang hadir. Dan kau juga termasuk salah satu diantaranya!"     

Chintya nampak berkeras hati.     

"Ya. Tapi hanya kalian berdua yang sibuk bicara berdua."     

Monna mengabaikannya.     

"Ya. Kenapa memangnya?" tanya Monna.     

Tidak sedang ingin membuat skandal atau membuat orang lain menjadi salah paham.     

"Kau mungkin belum tahu karena kau sempat tidak masuk selama satu bulan. Tapi aku dengan Endru.."     

"Kalian berpacaran?" sambung Monna cepat.     

Menunjukkan sikap tenang dan tidak merasakan apapun.     

Chintya menyipitkan matanya.     

"Jennifer sudah memberitahukannya padamu?"     

"Ya. Dan aku ucapkan selamat!"     

Chintya menyadari tidak ada senyum ramah atau ceria yang berusaha Monna tunjukkan. Karena mereka memang tidak terlalu akrab. Sehingga Monna tidak perlu sampai berjingkrakkan untuk bisa mengucapkan selamat.     

Chintya masih menunjuukan wajah sombong.     

"Maafkan aku. Karena aku tahu kau juga menyukainya. namun Endru lebih memilihku,"     

Monna segera membalas tanpa beban.     

"Bukan masalah. Aku sudah tidak memikirkannya. Dan menganggapnya penting!"     

Chintya nampak terkejut.     

Tidak mengira kesombongannya sia-sia.     

"Baiklah. Aku mengerti. Tapi, apa yang kalian bicarakan siang tadi?"     

Malas meladeni dan malas berlama-lama.     

"Hanya gosip sederhana. Dan jika kau penasaran kau lebih baik langsung bertanya pada pacarmu. Lalu tidak perlu mencariku. Aku bukan customer service.     

Monna berjalan pergi. Mengabaikan guratan kekesalan yang terlihat di wajah Chintya.     

Seseorang ternyata sudah menunggu di luar dengan setia.     

Bersandar pada pintu mobil dan melipat tangannya di depan dada. Sambil mengawasi pintu keluar gedung kantornya sendiri.     

Monna mengurungkan niatnya dengan cepat untuk berbalik.     

Namun Chintya yang juga ikut keluar berteriak memanggil Anthonie.     

Terlihat senang dan menyapa riang.     

"Tuan Anthonie? Anda masih di sini dan menunggu seseorang?"     

Tatapan Anthonie dan Monna bertemu. Membuat Monna langsung membuang muka dan melihat ke sisi lain secara asal. Selama bukan melihat ke arah Anthonie.     

"Kalian baru pulang selarut ini?" tanya Anthonie yang awalnya hanya ingin menunggu Monna.     

Mengantarkannya pulang dan ternyata Monna bersama dengan teman kerjanya yang lain.     

Anthonie manatap Monna.     

"Sudah ingi pulang dan beristirahat?"     

Bertanya sangat akrab dan merasakan pertanyaan itu kurang cocok.     

Monna hanya menyunggingkan senyum separuh kecut separuh datar.     

"Ya. Dan, Anda sendiri?"     

Sebenarnya tidak ingin bertanya.     

Namun tidak etis dan kurang sopan jika dia tidak bertanya untuk sekedar berbasa basi hangat.     

Chintya menatap mereka berdua bergantian.     

"Anda menunggu Monna? Ingin mengantarnya pulang?" tebak Chintya dengan perasaan campur aduk.     

Tidak bisa mengabaikan pesoan tampan dan ramah yang Anthonie tunjukkan pada seluruh karyawannya. Meski Chintya sudah memiliki Endru di sisinya.     

Pacarnya itu tetap saja kalah jauh dari pesona sang anak bos.     

Memiliki kaki jenjang. Tubuh tinggi dan wajah bak artis korea. Atau tokoh utama hebat dalam kisah romance.     

Keindahan hakiki ini, siapa yang bisa menolaknya.     

Monna mungkin menjadi satu-satunya wanita yang bersikap lain daripada yang lain.     

"Tidak. Bukan begitu, Tuan Anthonie?"     

Mencarai kata sepaham dan satu kata.     

Anthonie justru mengatakan hal yang sebaliknya.     

"Tidak. Itu memang benar. Dan itu sebabnya aku menunggumu sejak tadi."     

Monna menahan keinginannya untuk menedang kaki Anthonie.     

Tidak tahu apa yang pria ini pikirkan dan inginkan.     

Sejak kapan mereka punya janji untuk saling mengantar dan dijemput?     

Pagi ini mungkin kasus spesial karena Anthonie ingin memberikan servise yang baik sebagai.. bos muda baru mungkin?     

Tapi sekarang?     

Ada alasan apa lagi, sampai membuat Anthonie rela menunggunya?     

"Rumah kita tidak searah, Tuan!"     

Anthonie masih bersikap sama.     

"Ya. Aku tahu."     

"Dan hari semakin gelap,"     

"Aku juga tahu, karena itu aku ingin mengantarmu!"     

"Anda akan pulang lebih larut lagi jika harus mengantar saya,"     

Anthonie masih memberikan senyum ramah.     

"Bukan masalah. Karena waktu luangku banyak!"     

Chintya yang kebingungan dengan sikap dua orang di depannya, menyela.     

"Kalau begitu, bagaimana jika Anda juga mengantar saya?"     

Anthonie nampak berderik ke arah Chintya.     

"Kau tidak membawa kendaraan?"     

Menggigit bibir dan sadar mendapatkan penolakkan.     

"Sebelumnya, ya. Tapi ketika saya punya tumpangan baru setiap hari saya sudah tidak membawanya. Lalu.."     

Menunggu sampai Chintya menyelesaikan kalimatnya.     

Anthonie nampak tidak sabar.     

"Lalu?"     

Memutar bola matanya dan berpikir.     

"Lalu saya tertinggal jemputan. Mendadak dia ada halangan dan harus meninggalkan saya."     

Chintya menunjukkan wajah sedih dan kasihannya.     

Anthonie menunjukkan ketidaknyamanan-nya dengan sangat jelas.     

"Baiklah. Jika seperti itu, aku akan memesankanmu taksi."     

Terkejut ketika pilihan seperti ini yang Anthonie berikan pada Chintya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.