Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 138 ( Tampil Mencolok di Hari Perceraian )



Chapter 138 ( Tampil Mencolok di Hari Perceraian )

0"Beri dia ketenangan untuk sementara waktu. Sampai pikirannya menjadi jernih dan dapat membedakan mana yang masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Dimana masa depan selalu bisa berubah, Yang Mulia. Itu yang saya percayai," ungkap Pendeta Agung Philips optimis.     

Belhart terus mendengarkan dalam diam dan terkejut.     

"Semua bergantung pada sang pemilik kehidupan. Sekaligus takdir sang pencipta yang sudah mengatur. Dan tidak ada yang tidak mungkin, selama seluruh nasib itu belum terjadi."     

Memberikan pikiran positif dan masuk akal melalui telepon sihir yang terbatas jumlahnya.     

Belhart akhirnya memutuskan untuk melakukan perceraian. Demi agar waktu ketenangan yang Pendeta Agung maksudkan berhasil memberikan pikirna positif untuk Cattarina.     

Menjadikannya lebih tenang dan sanggup membedakan mana masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.     

Belhart tidak bisa menghentikan keinginannya untuk membenci diri sendiri karena sudah menjadi penyebab segala ketakutan dan kesengsaraan Cattarina.     

Menatap wanita itu dalam dan mendekat ke arahnya. Ketika dia berpikir jika dia tidak melakukannya saat ini, mungkin kesempatan itu tidak akan pernah ada.     

Belhart lalu mencium kening Monna.     

Tanpa aba-aba dan pembicaraan lebih dulu. Wajah bodoh Cattarina langsung terlihat. Menyentuh keningnya dengan terbelalak.     

"A-apa.. yang sudah Anda lakukan..?"     

Masih belum sanggup mencerna dan hanya mendengarkan beberapa patah kata Belhart sebagai alasan.     

@.w.e.b.n.o.v.e.l     

"Salam perpisahan. Bukankah kita belum pernah melakukan salam pernikahan?"     

Menatap dengan penuh arti, Belhart maish melanjutkan.     

"Karena itu, salam ini sekaligus bisa perwakilannya."     

Menatap dengan ambigu. Monna sukses dibuat tampil bodoh.     

"Apa itu masuk akal?"     

"Ya. Selama aku yang mengatakannya," sama-sama menjadi berani dan tidak seperti biasa. Ketika mereka berdua sadar kata terakhir tidak pernah bisa membuat mereka tidak melakukan apapun.     

Belhart sekali lagi melirik bibir merah merekah Cattarina.     

Sial! Bibir itu, sekarang ini justru seolah terus memanggil!     

Apa aku gunakan juga salam perpisahan untuk membodohinya?     

Menyentuh kening dan menyadari kebodohan diri sendiri. Belhart lalu bergerak menjauh.     

"Tidurlah lebih cepat. Karena pagi-pagi sekali kita akan langsung mengurus dokumen,"     

Berjalan ke arah pintu dan menunjukkan sikap dingin kembali. Setelah beberapa hal tidak masuk akan Belhart lakukan.     

Monna lagi-lagi dibuat salah paham.     

"Lihat dia! Dia yang nampak lebih tidak sabaran untuk bercerai dariku. Namun ketika dia mengucapkan kalimat perceraian pertamanya. Belhart berkata 'Jika itu yang kau inginkan'?"     

Monna menatap sinis kepergian Belhart yang sudah menghilang dibalik pintu.     

"Sehingga setidaknya dengan begini aku tidak perlu terlalu merasa bersalah karena aku berpikir dia memiliki perasaan padaku. Sekarang, aku akui aku yang terlalu percaya diri dan ketakutan,"     

Masih mendengar suara itu dari balik pintu ketika Monna berpikir Belhart sudah pergi menjauh. Belhart menunjukkan ekspresi kelamnya tanpa membalas.     

Berdiri dalam diam di posisinya semula tanpa ada seorang pun yang mengetahui keberadaannya. Belhart kemudian beranjak dari tempat itu setelah beberapa saat.     

***     

Hari perceraian akhirnya tiba.     

Pagi-pagi sekali sudah disibukkan dengan beberapa rutinitas merepotkan. Berdandan cantik padahal dia bukan sedang ingin menghadiri sebuah pertemuan penting atau pertemuan sosialita dan sebagainya.     

Monna justru akan menghadiri sebuah sidang perceraian singkat yang mungkin akan lebih mudah daripada yang dia bayangkan. Karena negara Geraldy sebetulnya menganut paham liberal.     

Sehingga tidak sulit bagi seseorang untuk melepas status pernikahannya dengan suami atau sebaliknya.     

"Saya yakin warna ini kurang cocok untuk Yang Mulia. Memberikan kesan wanita menyedihkan dan sedang berduka. Saya lebih senang jika Yang Mulia mengenakan warna yang lebih soft dan cerah,"     

Sembari menimbang-nimbang dengan serius sekalgus bingung. Merri terus terlihat berpikir keras. Dan pada akhirnya membuat Dessie yang membantunya mendandani Cattarina kebingungan.     

"Jadi, warna ini kurang?" tanya Dessie linglung dan kelabakan.     

Merri mengangguk yakin.     

"Ya. Sangat kurang dan tidak menutupi kecantikan Yang Mulia!"     

Monna sungguh-sungguh dibuat terbelalak.     

Menatap dengan separuh tidak percaya dan separuh ngeri.     

"Apa yang sedang kau lakukan Merri? Kau lagi-lagi memperdebatkan hal yang tidak perlu kau perdebatkan?"     

Menyentuh keningnya dengan letih.     

Merri justru dengan bangga, mempertahankan persepsinya.     

"Tentu Yang Mulia. Itu sangat penting karena Anda harus terlihat cantik di depan Yang Mulia Putra mahkota,"     

Dengan sebelah alis terangkat, Monna bertanya.     

"Untuk?"     

"Untuk membuat Yang Mulia Putra Mahkota menyesali keputusannya! Sadar bahwa dia sudah salah mengambil langkah dan membuatnya kesal karena sudah melepaskan wanita secantik dan sebaik Anda begitu saja,"     

Monna buru-buru membuatkan keputusan itu.     

"Tidak-tidak-tidak! Yang benar saja! Kenapa harus seperti itu?!"     

Tidak mungkin langsung berkata bahwa itu adalah keinginannya sejak awal. Monna hanya sanggup berkata kalau dia menentangnya. Lalu sengaja membuat alasan yang logis.     

"Mana mungkin aku tampil mencolok di hari perceraianku. Kalian ingin kau ditertawakan dan mendapatkan malu?"     

"Tapi, Yang Mulia..."     

Memukul pelan kepala Merri yang sudah bertingkah tidak wajar. Lily lalu menegur.     

"Itu benar. Kenapa kalian berdua harus membuat keributan di hari yang paling menyedihkan untuk Yang Mulia. Kalian ingin menambah sakit kepala Yang Mulia Putri dan membuatnya enggan masuk dalam ruangan perceraian?"     

Mengangguk dengan sedikit berlinang air mata. Monna tidak tahu bagaimana harus berterima kasih pada Lily yang sanggup mewakili perasaannya.     

Merri justru menggerutu.     

"Itu tidak mungkin Lily. Dan itu juga tidak mungkin Yang Mulia. Siapa yang berani mempermalukan dan menertawakan Anda ketika Anda hanya sekedar tampil cantik. Menunjukkan pesona Anda masih ada. Dan hanya Putra Mahkota seorang yang mata buta tidak bisa melihat. Sampai merasakannya.     

Kini giliran Lily yang menatap Monna dengan tatapan berbeda.     

Tunggu..     

Apa-apaan ini?     

Bukankah dia baru saja setuju dengan pendapat Putri Mahkota?     

Oke! Calon mantan Putri Mahkota.     

Dan itu mungkin baru pernah terjadi satu kali dalam sejarah kerajaan.     

Namun mereka sudah berani melewati batas untuk mengabaikan pendapatnya, ketika kekuasaan sudah tidak Monna pegang?     

"Anda tidak ingin mencobanya, Yang Mulia? Tampil cantik di hari terakhir Anda berada di dalam istana. Dan meninggalkan sesuatu yang berkesan di sini?"     

Memahami dengan baik maksud hati Lily. Monna akhirnya menyerah.     

"Baiklah. Kalian boleh mendandaniku secantik mungkin. Tapi, tolong! Biarkan aku mengenakan pakaian yang aku inginkan. Jangan menggunakan warna terlalu terang seperti merah dan kung menyala itu! kalian ingin membuat aku jadi seperti sirkus?"     

Mengakui bahwa Cattarina Bourston yang dulu adalah dirinya. Dan harapan untuk kembali ke dunianya sirna sudah. Dimana kepribadian Monna dan Cattarina seharusnya berbaur menjadi satu.     

Apa yang Cattarina sukai, Monna harus menyukainya.     

Dan apa yang Monna sukai, harusnya tubuh Cattarina Bourston juga menyukainya.     

Maka berarti, warna menantang seperti merah dan kuning keemasan yang menyala-nyala sampai membuat mata sakit melihatnya. Tentu harus membuatnya terbiasa.     

Tapi, untuk situasi saat ini. Monna tidak mungkin menggunakan pakaian yang akan terlalu menampilkan kecantikan dan perasaan bebasnya di ruang perceraian.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.