Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 225 ( Tidak Bisa Menyia-nyiakannya )



Chapter 225 ( Tidak Bisa Menyia-nyiakannya )

0Jika dia sampai terus-terusan menangis karena sedih. Monna takut, suatu saat dia akan menjadi gila. Wajahnya menjadi suram dan gairah hidupnya jadi menurun karena obsesi yang salah.     

Dan jika seandainya saja, di dunia Cattarina ini, mereka mengenal namanya sebuah film sedih atau drama yang menyayat hati seperti di dunia Monna.     

Monna pasti akan lebih mudah mengeluarkan air mata.     

Meskipun ada beberapa novel menyedihkan yang bisa Monna baca di dunia ini. Tapi tetap saja, rasa sakit ketika dadanya tersentak kemudian menangis. Meninggalkan perasaan tidak mengenakkan dan tidak nyaman.     

Sehingga untuk menyiasati segala kemalangan itu. Monna sangat membatasi air matanya dibagikan pada sembarang orang.     

Dan baru beberapa rumah sakit kecil di pelosok yang Monna dahulukan dan prioritaskan. Karena mereka pasti memiliki swadaya yang sangat kalah jauh, bila dibandingakn dengan rumah sakit di kota.     

"Air mata kedua adalah air mata kebahagiaan!" ungkap Monna.     

Yakin Monna akan memilih jenis air mata kedua. Belhart memperbesar bola matanya.     

"Air mata ini adalah air mata yang lebih diinginkan. Bila dibandingkan dengan air mata kedua," terang Monna.     

Menurunkan buku catatannya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lalu menatap Belhart lurus.     

"Aku tidak juga memilih air mata kedua!"     

Memberikan ekpresi terkejut dan bingung.     

"Lalu, air mata semacam apa yang kau pilih?" tanya Belhart belum menemukan alternatif lain.     

Monna menguap.     

Memperagakan apa yang dia lakukan untuk menghasilkan air mata.     

Belhart segera menjawab sendiri pertanyaannya.     

"Kau.. menguap untuk mengeluarkan air mata?"     

Terkejut ketika ide aneh itu muncul dalam benak Monna.     

Monna mengangguk pelan. Berdeham satu kali dan menganggap tindakannya sangat biasa sekaligus lebih menguntungkan.     

"Ya. Dan masih ada cara lain agar aku bisa mengeluarkan air mataku tanpa merasa kesakitan dan bersedih."     

Belhart lagi-lagi menunjukkan minatnya.     

"Apa itu?" tanya Belhart ingin tahu.     

Berdiri dan berjalan ke arah Belhart. Monna mulai menggelitik pinggang suaminya. Sempat membuat Belhart terkejut dan sedikit terlonjak.     

Belhart segera berucap.     

"Apa yang kau lakukan? Dan kenapa kau menggelitikku?"     

Baru paham setelah mengucapkannya. Belhart menyipitkan mata.     

"Kau akan menggunakan air mata tergelitik sebagai bentuk upaya lain untuk menghasilkan air mata?"     

Mengangguk dan mengagumi kepandaian Belhart mencerna maksudnya dengan sempurna.     

Monna langsung membalas.     

"Ya. Dan aku yakin masih ada cara lain. Jadi kau tidak perlu cemas! Aku tidak akan memforsir dan melukai diriku dengan sengaja seperti orang bodoh," tutur Monna.     

Belhart kembali bertanya.     

"Lalu bagaimana darahmu?"     

Menatap penuh perhitungan dan tidak main-main.     

Monna yang diawasi melemparkan pandangannya ke sisi lain.     

Mengangkat kedua alis dan menjawab setenang mungkin.     

"Soal itu kita punya dokter hebat yang bisa mengecek kondisiku setiap hari. Dan aku masih punya air mata untuk menyembuhkan segala lukaku,"     

Sebenarnya kemampuan istimewa Monna menguntungkan. Namun entah bagaimana situasinya cenderung aneh.     

Bisa menolong orang lain. Tapi pengorbanannya juga besar. Dan uniknya, Monna punya penawar. Yaitu, kemampuannya sendiri.     

Sehingga, Monna bisa menjadi penderita. Juga bisa menjadi pengobat dalam waktu hampir bersamaan.     

Jadi, sebenarnya ingin diarahkan kemana segala kepedulian Monna untuk menolong dan menjaga banyak orang?     

Kunjungan seseorang mendorong Monna untuk melupakan segala perdebatan yang dia dan Belhart lakukan.     

Tidak memberikan kabar dan mendadak datang. Monna tidak bisa tidak terkesima melihat sosok yang masih sangat dia kenali dengan baik. Berambut dan bermata merah. Dengan sorot matanya yang dalam dan kaku. Lalu goresan samar di wajahnya.     

Monna menyentuh bibirnya dengan ngeri.     

"Neil? Kau kembali dan datang menemuiku?" celetuk Monna girang.     

Terkejut sekaligus sumringah.     

Hari ini mungkin akan menjadi hari terbaik Monna.     

Entah bagaimana Monna harus merespon kunjungan yang belum dia perkirakan akan terjadi dalam waktu dekat.     

Sudah menunggu-nunggu sampai beberapa tahun dan bulan. Neil tidak kunjung memberikan kabar. Tidak juga mengirimkan surat untuk menanyakan kabar istana atau orang-orang yang dia tinggalkan.     

Neil akhirnya kembali...     

Ketika dia, telah berhasil menata perasaannya dengan baik..?     

Memang memakan waktu yang cukup lama. Karena Monna selama ini menunggu kehadirannya dengan harap-harap cemas.     

Wajah tenang dan damai itu menyapa Monna.     

"Saya kembali, Yang Mulia. Dan selamat atas kelahiran putri kecil Anda!"     

Neil ternyata mengawasi mereka dari jauh.     

Tahu Monna sudah melahirkan seorang bayi perempuan dan kembali untuk mengucapkan selamat.     

Monna tanpa mempedulikan sekitar, berjalan ke arah Neil. Meraihnya dan memeluk.     

"Aku sungguh merindukanmu, Neil!" ucap Monna dengan berlinang air mata.     

Dan tidak berselang berapa lama, Monna mendadak menjauh.     

Mengambil sebuah wadah dan segera menggunakan kesempatan ini untuk menampung air matanya.     

Belhart dan Neil nampak terkejut. Saling memandang dan nampak tidak menduga Monna akan melakukan sesuatu tidak mereka sangka-sangka.     

Marah dan kesal, Belhart lebih dulu memberikan respon.     

"Kau sudah gila? Bagaimana mungkin.."     

Bersabar lalu melanjutkna dengan tenang juga lelah.     

"Dalam situasi seperti ini. Kau.. bergerak cepat untuk menampung air matamu yang berharga itu??" ucap Belhart penuh sindiran dan tidak ingin percaya.     

Monna membela diri.     

"Mau bagaimana lagi. Air mata ini keluar begitu saja. Lalu aku tidak bisa menyia-nyiakannya begitu saja!"     

Berhart mengerucutkan bibirnya.     

"Ada banyak yang bisa selamat dengan air mataku, Belhart. Jadi aku harus menyimpannya dengan baik. Karena kita tidak pernah tahu, sampai kapan kemampuan ini akan bertahan di dalam tubuhku!"     

Mengumumkan hal yang masuk akal dan patut diperhitungkan. Belhart hanya bisa berpasrah diri. Tidak bisa menentang dan sekalipun menentang tidak akan didengar. Belhart memilih untuk mengerti dengan keras hati.     

"Baik. Simpan itu dan nikmati waktumu menjadi seorang 'Dewi'!"     

Belhart yang mendadak menjadi kasar dan mudah menghujat istrinya.     

Mulai merasa dirinya kejam.     

Tapi bagaimana lagi? Dia juga tidak ingin kata-katanya terus diabaikan.     

Sementara Neil yang tidak setuju, memberikan tatapan tajam pada Belhart.     

Mendorong Belhart untuk menatapnya balik dan membalas tatapan Neil dengan dingin.     

"Ada apa?" tanya Belhart ketus. Karena bisa menerka-nerka apa kiranya yang akan dikatakan oleh Neil.     

"Anda tidak semestinya berkata sekasar itu pada Putri Mahkota!"     

Keduanya sama-sama teringat pada peringatan yang pernah Neil ucapkan pada Belhart. Sebelum pria itu memutuskan untuk pergi dari negeri Geraldy.     

Mengacuhkan Belhart setelahnya kemudian menghangatkan kembali tatapannya ketika melihat Monna. Neil tiba-tiba berucap.     

"Anda tidak banyak berubah, Yang Mulia. Selain mungkin saja bertambah dewasa dan memukau. Kini Anda juga sedang menjalani peran sebagai seorang dewi yang dipuja dan didambakan banyak orang,"     

Bukan bermaksud mengejek atau memuji secara berlebihan.     

Monna yang berhasil mengeringkan air matanya, menatap Neil.     

Mengecek keseriusan Neil dalam berkata-kata.     

"Aku mulai penasaran apa yang kau kerjakan di negeri Amodimeda. Apa kau sebenarnya tidak pergi ke sana dan menetap di negeri Geraldy?"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.