Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 212 ( Suami Paling Sempurna )



Chapter 212 ( Suami Paling Sempurna )

0Pelukan hangat menyambut Monna esok harinya. Tidur dengan sangat pulas ketika mereka melewatkan satu malam penuh gairah dan cinta yang terpendam lama. Monna tidak mengira Belhart akan menjadi buta arah.     

Membabi buta menyentuhnya dan sengaja meninggalkan jejak cumbuannya di setiap sisi tubuh Monna.     

Monna yang baru sadarkan diri dan mengulang ingatannya soal kejadian semalam tidak bisa berhenti menyentuh setiap sudut tempat yang Belhart letakkan jejaknya.     

"Kau sudah bangun?"     

Tanya sebuah suara yang ternyata sudah sadarkan diri juga.     

Mengecup lembut kening Monna dan memberikan ucapan selamat pagi.     

"Senang melihatmu bangun di samping tempat tidurku, saat ini. selalu menunggu moment ini dan memimpikannya berkali-kali."     

Kecupan kedua berpindah pada punggung tangan Monna yang ditarik perlahan.     

"Aku ingin situasi ini berlangsung selamanya,"     

Membalas kecupan selamat pagi Belhart dengan pelukan penuh cinta.     

"Kita lihat nanti,"     

Menaikkan alis dan merasa bukan jawaban itu yang Belhart inginkan.     

Monna melanjutkan.     

"Tunggu sampai kau berhasil mengumumkan pembatalan perceraian kita dan membuat hubungan kita kembali sah."     

Mata ungu Belhart berkilat.     

"Kau sengaja memberikan persyaratan dan mengancamku?"     

Bermaksud meladeni candaan Monna dengan candaan yang sarkas juga.     

Monna mengangguk.     

"Ya. Dan selamat pagi, Sayang. Pagi ini adalah pagi yang paling indah dalam hidupku selama tidur di dalam istana!"     

Membenarkannya dan mengingat lagi bagaimana sulitnya Monna bertahan seorang diri diistana ini dengan segala kenangan buruk. Belhart lalu bertanya dengan serius.     

"Apa perlu aku melakukan perombakkan besar-besaran terhadap istana ini? Agar kau tidak bisa mengingat masalalu dan membayangkan mimpi-mimpi burukmu yang saat ini sudha tidak berguna. Namun mungkin masih bisa meninggalkan jejak kepahitan."     

Monna mengeratkan pelukannya.     

Menghargai setiap perhatian dan cinta yang Belhart berikan.     

"Boleh,"     

Sedikit melebarkan mata dan menatap dengan tertarik.     

"Tumben sekali kau tidak menolak."     

Bukan satu atau dua kali Monna sering menolak usul Belhart. Dan Belhart sendiri juga sempat berpikir Monna tidak akan setuju karena dia tidak ingin menjadi beban atau merepotkan siapapun.     

"Perombakkan seperti apa yang kau inginkan?"     

Monna menjawab.     

"Tidak perlu banyak. Agar aku semakin sadar bahwa kehidupanku saat ini dengan masa lalu sangatlah berbeda dan tidak memiliki ikatan."     

Blehart mendadak menemukan ide baru.     

"Baiklah! Demi calon istri yang sebenarnya adalah istriku. Aku akan melakukan apapun sampai membuatmu merasa puas dan tidak kecewa."     

Belhart lalu beranjak dari tempat tidur.     

Sebenarnya masih ingin bermalas-malasan. Namun karena dia sudah diberikan tugas penting untuk mengembalikan status pernikahan mereka. Belhart yang tidak ingin menundanya, menatap Monna.     

"Ingin sarapan khusus? Atau seperti biasa?"     

Menguap satu kali ketika rasa kantuk masih belum menghilang.     

"Terserah. Minta mereka buatkan apapun. Karena berdasarkan suasana hatiku yang sangat baik pagi ini. Aku yakin makanan apapun yang mereka hidangkan, akan terasa enak di mulutku."     

Belhart mengulas senyum penuh arti.     

"Baik. Aku mengerti. Tapi berhenti mengodaku. Karena aku mungkin akan sulit melangkahkan kakiku jika kau mengatakan kalimat yang mengundang godaan."     

Monna mengerjap.     

"Kalimat mana yang mengandung godaan?" tanya Monna polos.     

Benar-benar tidak paham dan tidak sedang menggoda.     

Belhart lagi-lagi menggunakan berbagai kesempatan untuk menyentuh Monna. Mengecup pipinya yang mulus dan sibuk mengenakan pakaiannya kembali.     

"Soal suasana hatimu yang sangat baik pagi ini. Seolah ingin memintaku memberikan pagi yang lebih menyenangkan untukmu dan membuatmu tidak cepat puas."     

Monna membelalakan matanya. Melemparkan bantal dan menutupi wajahnya dengan selimut.     

"Dasar mesum! Apa itu saja yang ada di otakmu!" ucap Monna kencang di bawah selimut.     

Suaranya teredam. Tapi Belhart bisa mendengar teriakan Monna dengan sangat jelas.     

Belhart terkekeh.     

Sangat bahagia. Hingga tidak ingin beranjak. Namun harus.     

"Baiklah. Aku harus merapikan diri dan menghadapi apa yang akan terjadi setelah ini secara langsung."     

Monna langsung mengangkat selimutnya.     

"Menghadapi apa dan siapa? Apa masalah penting akan muncul? Setelah semua hal bahagia yang baru saja bisa aku rasakan?"     

Kekecewaan Monna menggelitik Belhart.     

"Ya. Karena kita lupa mengabari kedua orang tuamu!"     

Membuka mulutnya lebar-lebar dan menahan napas.     

"Mampus!! Bagaimana ini? Aku benar-benar tidak ingat!!" ucap Monna ngeri dan tidak ingin membayangkan apapun.     

Belhart memperhatikan kata baru.     

"Mampus?"     

Monna menjelaskan.     

"Gawat darurat! Tidak-tidak! Bahaya menerjang! Neraka? Ah, pokoknya apapun itu!!"     

Monna lalu duduk dengan wajah stres.     

"Apa yang harus aku lakukan? Dan apa yang akan mereka lakukan?"     

Belhart mengangkat bahu.     

Tidak tahu dan hanya bisa mempersiapkan diri.     

Monna buru-buru berjalan ke kamar mandi.     

"Aku mandi lebih dulu dan baru kau!"     

Tersungkur ketika kakinya masih lemah.     

Monna mengutuk diri.     

"Ah, ada apa denganku! Kenapa kakiku lemas dan aku sulit bangun?"     

Tersenyum dan menggeleng tidak percaya.     

"Aku akan mengendong dan memandikanmu. Tidak perlu heboh dan tenangkan dirimu karena semua akan baik-baik saja!"     

Monna sontak menjauh.     

"Tidak! Apa yang kau lakukan? Dan kenapa kau ingin memandikanku? Aku anak balita dan kau menjadi ornag tua kandungku?"     

Mengabaikan protes itu.     

Belhart tetap menggendong Monna masuk ke dalam kamar mandi. Menyalakan air hangat otomatis dan menaburkan beberapa wewangian serta kelopak bunga. Belhart juga tidak lupa mengukur kadar panas air mandi Monna.     

Menatap dengan serius dan terkejut.     

"Kau hafal betul apa yang apa yang aku butuhkan?"     

Melirik Monna dan membenarkannya.     

"Ya. Karena aku yang menyuruh mereka untuk mempersiapkan apapun yang kau butuhkan dan melaporkannya padaku."     

Monna mengangkat jari jempolnya pada Belhart.     

Mengakui kesigapan dan kepekaan Belhart.     

Yang menjadi aneh adalah kenapa Monna baru mengetahuinya sekarang dan terombang ambing pada perasaan bodohnya selama ini?     

Monna berbangga diri.     

"Kau memang yang terhebat! Dan kau suamiku yang paling sempurna!"     

Hampir menenggelamkan dirinya bersama-sama dalam bak mandi. Belhart menatap Monna dengan tatapan tidak kuasa.     

"Kau hampir membuatku melumatmu di sini. Saat ini juga."     

Mengutuk hatinya yang lemah dan tidak kuat pada godaan ketika perasaannya telah bersambut.     

Belhart memberikan pilihan pada Monna.     

"Ingin mandi sendiri, atau aku yang membantumu?"     

Berpikir kembali dan menambahkan pilihan.     

"Atau kau ingin kita mengulang kejadian semalam di tempat ini. aku bersedia melakukan apapun yang kau inginkan!"     

Merasa telah memancing tindakan yang absurd dan berbahaya.     

Monna menyilangkan dua tangannya di depan dada.     

"Mandi sendiri dan kau sudah boleh keluar setelah selesai mengukur kadar air!"     

Tersenyum hangat dan mengelus pelan puncak kepala Monna.     

"Aku akan menunggumu di luar dan meminta pelayan menyediakan pakaianmu. Aku juga harus bersiap-siap di kamar mandi lain."     

Berjalan menjauh dan meninggalkan Monna seorang diri di dalam kamar mandi. Monna menghanyutkan sebagian tubuhnya di bak mandi. Menikmati senyaman baru yang menenangkannya.     

Monna lalu sibuk merangkai kata-kata untuk dia katakan pada kedua orang tuanya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.