Masuk Dalam Dunia Novel

Chapter 210 ( My Destiny )



Chapter 210 ( My Destiny )

0"Sudah mempelajari dan mencari tahu dengan benar. Tidak ada namanya pernikahan kedua dengan pasangan yang sama dalam peraturan ketat Geraldy. Itu sebabnya juga, angka perceraian sangat minim di negeri ini dan banyak yang berulang kali memikirkan perceraian sebelum memutuskan."     

Belhart nampak senang karena Monna ternyata sibuk mencari tahu kebenaran soal hukum perceraian di negeri Geraldy.     

Menunjukkan ketertarikan. Dan itu berarti, Monna juga pasti sempat mencari kesempatan atau usaha untuk kembali padanya.     

"Aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan, karena aku adalah Putra Mahkota."     

Tidak bisa melupakan fakta itu. Monna tetap tidak setuju.     

"Tidak bisa. Itu namanya menyalahi aturan dan aku tidak suka!"     

Belhart lalu berdiri. Berjalan ke arah meja kerjanya dan mengeluarkan sebuah dokumen.     

"Lalu, bagaimana jika perceraian kita adalah palsu? Telah membayar Vinpo Micheline, Kepala Komite pengurus perceraian untuk ilegalkan perceraian kita. Dan membuat kita seakan-akan benar bercerai, tapi juga tidak."     

Monna bergeming.     

Mencerna ucapan Belhart dan berusaha memahami.     

"Kau... ternyata selama ini mempermainkanku?"     

Mengagumi cara Belhart menipunya dan membuat dilema baru muncul dalam benaknya.     

"Aku melakukannya karena aku ingin membuatmu merasa lebih baik. Karena jika dengan perceraian, kau bisa merasakan nafas kebebasan yang kau cari-cari."     

Monna lalu berandai-andai.     

"Dan bagaimana jika tidak akan berubah pikiran? Bagaimana jika aku menikamti kebebasanku dan senang meninggalkanmu? Kau akan menggunakan dokumen palsu ini untuk menekanku?"     

Menggeleng lemah dan duduk kembali di samping Monna.     

Belhart membantah.     

"Tidak. Aku akan membiarkanmu bebas dan tidak akan memaksamu lagi.     

Pengorbanan dan keikhlasan.     

Benarkah semua itu Belhart lakukan?     

Meraih Monna dan memeluknya.     

"Aku senang bisa melihat hatimu,"     

Semua kegelisahan. Kecemasan. Dan kepahitan sirna.     

Berganti perasaan hangat dan baru.     

Monna menyambut pelukan Belhart.     

"Jadi, kita belum bercerai dan status kita masih adalah suami-istri?"     

Mengangguk pelan dan mengelus lembut punggung Monna. Belhart membenarkan.     

"Ya. Dan maafkan aku sekali lagi karena harus menempuh jalan ini. Harus bertaruh pada nasib kita dan berharap tinggi meski sangat kecil kemungkinannya. Aku senang, kau tidak benar-benar melupakanku."     

Monna mengangkat wajahnya. Menghentikan pelukan dan menatap Belhart dengan sangat serius.     

"Aku bukan Cattarina, Belhart!"     

Mengingatkan kembali dan merasa hubungan mereka aneh.     

Belhart membalas.     

"Ya. Aku tahu. Dan aku bisa mengerti. Aku mencintai pribadimu yang baru. Tidak peduli siapa kau dan darimana asalmu. Yang paling penting untukku saat ini adalah jiwamu!"     

Monna memeluk belhat lagi. Lebih erat dan pebuh haru.     

"Aku mencintaimu!" ucap Monna bahagia.     

"Tidak peduli Bagaimana masa lalu kita dan siapa aku serta asalku. Aku mencintaimu, Belhart. Sangat! Dan aku tidak ingin kehilangan kau!"     

Melakukan hal yang sama dan mengucapkan kata-kata yang mirip.     

"Begitu juga dengan aku. Bahkan harus menunggu puluhan tahun. Aku sanggup melakukannya."     

Monna menatap Belhart kembali.     

"Karena hal ini, kau membuat persyaratan perceraian yang aneh itu?"     

Menatap dengan serius dan mengingat-ingat lagi.     

"Kau bahkan mengizinkan aku yang memilih siapa calon istrimu yang berikutnya. Karena kau yakin, tidak ada yang akan bisa menggantikanku?"     

Membenarkan melalui anggukan kecil.     

Monna kembali melanjutkan.     

"Lalu karena kau masih takut kehilanganku dan tidak ingin aku cepat berpaling. Kau memberikan batas waktu aku untuk mencari suami baru?"     

Mengecup kening Monna dan mendadak menjadi gemas.     

"Ya. Kau benar. Dan aku melakukan itu semua dengan berbagai pertimbangan. Hampir goyah dan ingin menarikmu kembali ketika kata tidak sanggup terus mampir di kepalaku!"     

Monna memamerkan tawa ceria.     

Membalas kecupan Belhart dan bergelut manja dalam pelukan Belhart.     

"Selama ini, kau sangat tersiksa?"     

Senang ketika bukan hanya Monna sendiri yang menjadi aneh dan tidak jelas keinginannya.     

Belhart malah memberikan senyum bahagia yang sama.     

"Ya. Dan semua itu akhirnya berbalas. Kita resmi berbaikan?"     

Seperti sedang marah dan merajut layaknya pasangan yang sedang bertengkar.     

"Ya. Dan aku merasa menjadi wanita yang paling beruntung!"     

Berhasil mengatasi berbagai masalah dan mengubah takdir. Kebahagiaan apa yang akan menanti Monna.     

Sudah tidak peduli dengan garis takdir yang dituliskan untuknya.     

"Aku sudah tidak mengerti lagi bagaimana aku harus berkata-kata. Segalanya terasa mimpi dan tidak nyata."     

Belhart lagi-lagi menunjukkan kehangatannya.     

"Bermimpi indahlah dan jangan pernah bangun. Karena aku tidak ingin kehilanganmu aku mencintaimu, Monna. Cattarina atau Monna. Siapapun kau yang saat ini berada di hadapanku."     

Monna membalas pertanyaan Belhart dengan keceriaan lebih besar.     

"Begitu juga dengan aku. Mencintaimu berapa kalipun aku berenkarnasi dan mengulang kisah cinta kita. Kau pasti adalah takdirku!"     

Ciuman hangat mendarat dengan mulus. Meluapkan hasrat yang sudah sejak lama ingin Belhart lakukan dan saatnya kini tiba.     

Belhart mendorong monna ke sisi sandaran kursi.     

Melakukan gerakan yang lembut dan menikmati luapan perasaan mereka satu sama lain. Belhart tiba-tiba berucap.     

"Ingin menginap?"     

Begitu tiba-tiba. Hingga Monna yang sedang memfokuskan diri pada sensasi ciuman mereka yang memabukkan, tersentak.     

"Ayah dan ibu pasti akan mencariku,"     

Beralasan dan hanya kalimat itu yang Monna pikirkan ketika pikiran kosong masih bersemayan dalam benaknya.     

"Tidak masalah. Aku akan menyuruh orang untuk pergi ke rumahmu dan memberitahukan mereka bahwa kau berhalangan pulang."     

Monn menyadarkan diri.     

"Yang benar saja! Apa yang akan mereka pikirkan dan katakan nanti?"     

Tahu ibunya sangat cerewet dan ayahnya tidak kalah mengkhawatirkannya secara berlebihan.     

Belhart masih saja mencumbu leher Monna. Memberikan kecupan demi kecupan yang tidak akan pernah dia hentikan sampai perasaan puas menjalar ke seluruh tubuhnya.     

"Itu bukan masalah. Karena mereka bebas memikirkan apapun."     

"Itu tidak benar! Dan aku tidak ingin mereka berpikir macam-macam!"     

"Dan aku juga tidak akan membiarkanmu pulang malam ini. Jadi, kita harus bagaimana?"     

"Ayah dan ibu tidak tahu soal perceraian palsu yang kau lakukan!"     

Lalu akan aneh jika Cattarina mendadak tidak pulang ke rumah sejak pagi dan menginap di istana!     

Belhart mengulas senyum senang. Senyum yang tidak pernah menghilang darinya, semenjak Belhart tahu bagaimana perasaan Monna yang sebenarnya.     

"Itu malah hal yang baik. Karena mereka sudah mengetahuinya."     

Mendorong Belhart menjauh dan terkejut.     

"Aoa maksudmu?"     

Menyibakkan rambut ke atas dan membasahi bibir.     

"Aku sudah mengatakan rencana perceraian palsuku pada mereka."     

Mengaku lebih dulu sebelum mendapatkan pukulan yang lebih hebat dari Monna yang Belhart yakin pasti akan marah.     

Belhart mempersiapkan diri.     

"Mereka sudah mengetahuinya dan tidak memberitahukannya padaku?"     

Membela dan mengatakan hal yang jujur.     

"Aku yang memintanya."     

Mengernyit dan menatap tajam.     

"Apa?"     

Monna tidak ingin mempercayai kegilaan ini.     

Belhart menghela napas.     

"Mereka sudah tahu dan mereka memberikan dukungan penuh padaku!"     

separuh benar dan separuh mengarang cerita.     

Monna yang mendengar mengerjap.     

"Mereka sudah tahu dan menyetujui kebohonganmu?!"     

Mengangguk pelan dan merasa sedikit bersalah.     

"Ya. Dan maaf,"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.