Waktu Bersamamu

Perjanjian Cerai…



Perjanjian Cerai…

0"Perjanjian cerai…" Lu Yuchen bergumam sejenak, kemudian dia mengerutkan keningnya, seolah tidak bisa membuat keputusan. Tidak merebut hak Tang Xinluo sebagai ibu adalah langkah mengalah terakhir yang bisa dia berikan padanya. Tapi berikutnya, dia harus mengingkari janjinya dengan Gu Xuan'er. Dalam ingatannya, sosok yang kurus itu telah menemaninya kehujanan selama semalaman di dalam semak belukar. Jika bukan karena hujan malam itu, Gu Xuan'er tidak akan mengidap penyakit jantung. Hubungan mereka sejak awal bukanlah hubungan antara pria dan wanita. Tapi sebagai pria, dia tidak bisa mengingkari janjinya dengan semudah itu.     

"Sementara tunggu dulu, aku perlu waktu untuk mempertimbangkan dengan jelas," jawab Lu Yuchen. Dia menutup telepon tersebut, lalu membiarkan jari panjangnya menekan-nekan dahinya. Setelah mengambil alih kekuasaan keluarganya, dia sudah lama tidak merasakan rasa serba salah seperti ini.     

***     

Tang Xinluo semalam disiksa dengan sangat parah. Walaupun ada bayi dalam kandungannya, sehingga Lu Yuchen tidak berbuat apa pun padanya, namun tempat lain yang bisa dimanfaatkan, semuanya sudah dimanfaatkan.     

Jam biologis yang sudah membangunkannya selama beberapa hari membuatnya yang kelelahan tetap terbangun tepat pada pukul tujuh pagi. Begitu membuka mata, wajah tampan pria itu terpampang di hadapannya. Tang Xinluo tercengang, beberapa waktu ini dia sudah terbiasa tidur sendirian. Dia bahkan nyaris menjerit terkejut melihat wajah itu.     

Lu Yuchen bangun lebih pagi darinya. Dia meletakkan satu tangannya di belakang kepala, menopang setengah badannya dan menatap wanita di sampingnya. Entah sudah berapa lama dia menatap wanita itu. Melihatnya sudah terbangun, dia terus terpaku menatapnya.     

"Sudah bangun?"     

"..." Tang Xinluo menganggukkan kepala tanpa bicara. Pria yang sangat gila semalam belum hilang dari ingatannya. Walaupun sekarang Lu Yuchen yang berbaring di sampingnya sambil menatap dengan dingin, tapi dia terlihat sangat penuh hasrat, sehingga membuatnya tidak berani meletakkan kewaspadaannya.     

"Kalau sudah bangun aku akan menggendongmu ke bawah untuk sarapan," tutur Lu Yuchen.     

Gendong lagi? Batin Tang Xinluo. Mendengar kata menggendong ini, dia langsung panik. Gendong, pasti akan meraba. Jika meraba, pasti akan mencium. Dan dirinya benar-benar sudah takut.     

"Apa kamu bisa tak perlu menggendongku, aku bisa jalan sendiri." Akhirnya Tang Xinluo berbicara, suaranya terdengar lembut, dia memohon dengan manja. Namun, Lu Yuchen hanya mengangkat alis dan tidak menjawabnya sama sekali.     

Melihat sorot matanya yang dingin, Tang Xinluo sudah mengetahui bahwa tidak ada harapan permintaannya dikabulkan. Dia hanya bisa duduk di ranjang dengan terpaksa. Baru saja dia duduk, selimut bulu angsa yang menutupinya melorot, sehingga memperlihatkan kulit putihnya yang penuh dengan tanda-tanda yang dibuat oleh Lu Yuchen kemarin. Mata hitam suaminya yang dalam tiba-tiba menjadi sinis. Kemudian, sebelum kakinya menginjak lantai, pria tersebut sudah menggendongnya.     

"Kamu… Lepaskan aku, aku bisa jalan sendiri…" kata Tang Xinluo. Bukannya dia mau menggendong aku untuk pergi sarapan di bawah? Kenapa sudah digendong tapi masih di dalam kamar, gumamnya dalam hati. Dia ingin menangis, tapi sudah tidak ada air mata lagi. Perlawanannya juga sia-sia dan dia akhirnya pasrah digendong oleh Lu Yuchen ke dalam toilet.     

Satu tangan Lu Yuchen merangkul merangkul dan mendekatkan tubuh Tang Xinluo ke pinggulnya sendiri. Sementara satu tangan menarik tubuh wanita itu, tangan lainnya menarik handuk dan melebarkannya di meja wastafel. Kemudian, dia meletakkan wanita mungil tersebut di atas handuk itu.     

Setelah Tang Xinluo diletakkan di sana, dia sedikit menggeliat. Setelah semalam mereka melakukan hal tersebut, Lu Yuchen tidur dengan memeluk dirinya yang telanjang. Pria itu sama sekali tidak memberikan pakaian untuk dikenakannya. Sekarang saat dia baru saja keluar dari selimut, dia juga tidak memakai apa-apa. Dia malah diletakkan di meja wastafel tanpa sehelai kain yang menutupinya. Dia hanya berusaha menutupi dirinya dengan tangannya, berharap bisa menutupi sedikit bagian tubuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.