I'LL Teach You Marianne

Merindukan sang tuan



Merindukan sang tuan

0Alice yang sedang menatap keindahan Tromso menggunakan teropong sangat terkejut saat melihat sosok pria yang sangat ia kenal tengah berdiri di balkon dengan memakai jubah mandi berwarna putih sembari menikmati secangkir kopi.     

Brakk     

Teropong di tangan Alice pun jatuh meluncur menuju tanah.     

Erick yang sedang menatap lautan dihadapannya terkejut mendengar suara benda yang cukup keras menghantam aspal. "Ada apa?"     

Dengan mata berkaca-kaca Alice menatap Erick. "A-aku melihat Tuan."     

"Melihat Tuan? Apa maksudmu?"     

Alih-alih menjawab pertanyaan dari sang kekasih, Alice justru mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah bangunan dimana ia sebelumnya melihat Jack. "Balkon itu, aku melihat Tuan berdiri disana Erick."     

Erick pun menoleh, mengikuti arah tangan Alice. Kedua matanya menyipit saat menyadari bahwa Alice ternyata menunjuk sebuah balkon hotel.     

"Aku rasa kau lelah Alice, ayo kita pulang saja ke villa tuan Antonio. Nanti malam kegiatan kita masih banyak,"ucapnya lembut.     

"Aku serius Erick, aku sangat hafal wajah Tuan Jack. Dan orang yang aku lihat tadi adalah dia, tak mungkin orang lain." Alice kembali mencoba menegaskan bahwa dirinya dalam keadaan sadar dan tak sedang berhalusinasi.     

Erick tersenyum mendengar perkataan Alice. "Balkon yang kau tunjuk itu adalah sebuah hotel, kau tahu kan di hotel banyak orang menginap apalagi di musim seperti ini."     

"Tapi Eric..."     

"Alice, aku tahu kau juga merasa kehilangan sama sepertiku yang hampir gila memikirkan kapan Tuan akan kembali. Tapi aku masih bisa menggunakan akal pikiranku Alice, saat ini kita sedang berada di Tromso. Kalau misalkan orang itu adalah Tuan seperti yang kau katakan tadi kenapa Tuan tak menghubungi aku atau nona Anne kekasihnya, kenapa malah berada di kota ini yang notabene sangat jauh dari Inggris ataupun Swiss."     

Alice terdiam mendengar perkataan Erick, ia pun mencoba untuk kembali berpikir dengan kepala dingin. Melihat Jack secara tiba-tiba seperti tadi membuat Alice sangat shock.     

"Aku sangat mengenal Tuan, orang pertama yang akan ia cari pasti nona Anne bukan orang lain. Jadi selama nona Anne tak memberikan kabar kalau Tuan menemuinya maka sudah dapat dipastikan Tuan belum kembali," Erick melanjutkan perkataannya dengan suara parau, membahas Jack selalu membuatnya sedih.     

Alice merasa bersalah membuat Erick sedih, perlahan ia kemudian menggerakkan kedua tangannya dan memeluk tubuh Erick. "Maafkan aku, aku tak bermaksud untuk membuatmu sedih."     

"It's ok, aku tahu Alice. Ya sudah ayo kita pulang, salju juga turun semakin lebat. Aku tak mau kita berdua sakit."     

Alice menganggukkan kepalanya perlahan memberikan respon atas kata demi kata yang Erick ucapakan, tak lama kemudian mereka pun memutuskan kembali ke villa sambil berpelukan dengan pengawalan dua bodyguard yang sejak tadi hanya diam mendengar percakapan Alice dan Erick. Sebenarnya Erick hampir berteriak kegirangan saat Alice berkata kalau ia melihat tuan mereka, namun karena logikanya bekerja akhirnya Erick pun menyanggah perkataan kekasihnya itu. Karena sangat tidak mungkin mereka akan bertemu dengan Jack di Tromso yang bermil-mil jauhnya dari London, sedangkan selama hampir dua tahun ini ia sudah mengerahkan orang-orang terbaiknya untuk mencari keberadaan Jack disekitar pelabuhan dan seluruh kota Portsmouth tempat dimana Jack menghilang.     

Wajah Erick pun mendadak suram saat mengingat tragisnya nasib hubungan percintaan tuannya. "Nona Anne, aku tahu kau pasti sangat merindukan Tuan. Semoga Tuhan selalu menjagamu dimanapun kau berada, terima kasih karena masih meyakini kalau Tuan masih hidup."     

****     

Alan yang sebelumnya minum bersama Nicholas di bar terlihat membawa gelas yang berisi air putih dan berdiri dibalkon kamarnya untuk menenangkan diri, melihat Anne tidur meringkuk dengan bantal yang basah karena air matanya membuat hati Alan terasa sangat sakit. Selama berada di luar kamar Alan menghirup banyak oksigen dan berharap rasa sesak didadanya akan menghilang, akan tetapi harapannya itu sia-sia saja. Tak ada perubahan yang berarti dengannya, karena itulah ia memutuskan masuk kembali ke dalam kamar untuk mengajak Anne berbicara. Saat Alan masuk ke dalam kamar kembali ia akhirnya menyadari kalau Anne tidur sambil menangis.     

"Siapa kau sebenarnya Anne, kenapa aku tak ingin sekali kehilanganmu. Sihir apa yang sudah kau berikan padaku, sampai aku tak bisa berpaling darimu seperti ini."     

Alan bicara sendiri sambil berlutut tepat disamping ranjang, berada dekat sekali dengan Anne yang sudah memejamkan kedua matanya. Alan ingin sekali merapikan rambut-rambut di wajah Anne agar ia bisa tidur dengan nyaman, akan tetapi Alan membatalkan niatnya saat mendengar suara rintihan Anne. Mendengar itu membuat hati Alan semakin pilu, Alan tak mengerti kenapa ia merasa sesakit ini melihat seorang wanita menangis. Selama ini ketika ia mencampakkan para wanita yang sudah memuaskannya Alan sama sekali tak memiliki rasa bersalah, padahal para wanita itu menangis sambil berteriak saat ia tinggalkan. Akan tetapi saat ini keadaannya berbeda, melihat Anne menangis membuat dirinya ikut merasa sakit. Sungguh sebuah kondisi yang tak dapat ia mengerti.     

"Tidurlah kekasihku, maafkan kegilaanku tadi. Aku hanya terlalu takut kehilanganmu Marianne."     

Alan menutup perkataannya dengan sebuah ciuman lembut di telapak tangan Anne yang terbuka, Alan sengaja mencium telapak tangan Anne supaya tak membuat wanitanya itu terbangun atau terganggu karena dirinya     

Dengan hati-hati Alan bangun dari lantai, ia tak mau meninggalkan suara sekecil apapun saat ini. Bahkan ketika berjalan menuju kamar mandi Alan juga memilih untuk berjingkat, ia berusaha mengurangi pergesekan sepatunya dengan lantai hotel dengan maksud tetap menjaga keheningan kamar supaya Anne tetap berada dalam alam buaiannya.     

Ketika masuk kedalam kamar mandi ekor mata Alan melihat ada pakaian Anne yang sudah koyak di tempat sampah, begitu juga dengan celana yang sebelumnya ia gunakan. Melihat salah satu bukti keganasannya pada Anne beberapa saat yang lalu senyum kecut tersungging di wajah Alan dengan masih berpakaian lengkap Alan masuk ke bathub yang masih kering.     

Alan menyandarkan kepalanya pada pinggiran bathub dan menatap ke arah luar melalui kaca tembus pandang yang berada dikamar mandi. Butiran salju yang mulai turun dengan lebat nambak membuat kaca itu sedikit buram, Alan pun kembali mengingat pertemuan pertamanya dengan Anne. Meskipun sebenarnya saat itu tak bisa disebut dengan pertemuan pertama, karena hanya Alan yang melihat Anne namun Alan tetap menganggapnya pertemuan pertama mereka. Dimana saat itu dada Alan langsung terasa sesak saat melihat Anne tersenyum pada temannya, walaupun saat itu Alan tak tahu siapa gadis yang membuat jantungnya 10 x berdetak lebih cepat itu namun pertemuan itu sangat berarti untuknya.     

"Akan kubuat kau mencintaiku Anne, aku bersumpah. Selamanya kau adalah milikku, jadi jangan pernah berpikir untuk berpisah dariku. Meskipun pria bernama Jack itu datang, kau tetap akan menjadi wanitaku. Wanita Alan Knigt Clarke,"ucap Alan dingin dengan rahang yang mengeras, mengingat kembali ajakan berpisah dari Anne membuat amarah Alan kembali berkobar.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.