I'LL Teach You Marianne

Menunggu Karma



Menunggu Karma

0Leon nampak tak bisa berkata apa-apa saat melihat sang mantan istri ada didepan matanya, walaupun ia tak mencintai Anne namun karena sudah tinggal bersama hampir satu tahun membuatnya yakin kalau gadis cantik dan ceria yang ada dihadapannya saat ini adalah Marianne yang ia hina sejak pertama kali mereka bertemu sampai pertemuan terakhirnya di pengadilan. Steffi yang berdiri disamping Leon pun menunjukkan keterkejutan yang sama, setelah menjatuhkan minumannya Steffi masih amat sangat terkejut saat melihat Anne. Sang malaikat penolong yang ia tusuk dari belakang.     

"Permisi tuan silahkan isi data diri terlebih dahulu," ucap Agnes pelan memecah keheningan yang terjadi antara Leon, Steffi dan Anne yang hanya saling pandang.     

"Di-dimana aku harus mengisinya?" tanya Leon tergagap.     

"Disini Tuan," jawab Agnes dengan cepat sambil menunjukkan kolom kosong.     

Dengan perlahan Leon menunduk dan meraih pulpen yang diberikan Agnes, ia lalu membuat tanda tangan di kolom yang sudah masih kosong itu dengan jantung yang berdetak sangat cepat. Saat ia tanda tangan secara tak sengaja Leon melihat nama dan nomor induk mahasiswa milik Anne di Id card milik Anne yang tergeletak diatas meja, sementara itu Anne nampak menatap tanpa berkedip ke arah Steffi yang terlihat sangat salah tingkah. Ia yang biasanya angkuh dan arogan pada orang yang dianggapnya tak selevel mendadak seperti kehilangan keberanian ketika berhadapan dengan Anne.     

Tak bertemu dua tahun dengan Anne membuatnya tak bisa berkata-kata, apalagi penampilan Anne yang saat ini ia lihat sangat jauh berbeda dengan Anne yang ia kenal dua tahun lalu di Jerman. Setelah Leon berdiri kembali dengan tegap Anne menunjukkan arah tempat acara berlangsung, namun saat akan melangkah tiba-tiba dari kejauhan terlihat profesor Gilbert kembali datang untuk menyambut kedatangan tamu keduanya itu.     

"Selamat datang tuan dan nyonya Ganke, terima kasih atas waktu yang sudah disediakan," ucap profesor Gilbert ramah sembari mengulurkan tangannya ke arah Leon.     

"Sama-sama prof, ini juga sebuah kehormatan untuk saya bisa hadir diacara spesial ini," jawab Leon tergagap, ia masih belum bisa fokus karena keberadaan Anne.     

"Baiklah kalau begitu, mari kita ke dalam. Acara sudah hampir dimulai," ajak profesor Gilbert kembali sambil mengarahkan jalan untuk Leon dan Steffi yang masih menutup rapat bibirnya.     

Kedua mata Anne langsung berkaca-kaca saat Leon dan Steffi menghilang dari pandangannya, kedua kakinya yang sejak tadi ia paksa untuk tetap berdiri dengan kuat kini sudah tak bisa menahan beban tubuhnya lagi. Seketika Anne jatuh ke kursi yang ada dibelakangnya secara tiba-tiba sehingga membuat Agnes terkejut.     

"Anne kau baik-baik saja?" tanya Agnes khawatir karena melihat keringat dingin mengucur deras dari kening Anne.     

"A-aku cari udara segar sebentar, kau tak apa-apa kan kalau aku tinggal sebentar," jawab Anne terbata sambil menunduk.     

"Iya aku tak apa-apa, ya sudah sana kalau mau pergi," ucap Agnes dengan cepat, ia merasa khawatir melihat wajah Anne yang terlihat pucat.     

Tanpa bicara Anne bangun dari kursi dan berjalan menuju ke arah area lapangan yang ada didekat area parkir, Anne berjalan dengan langkah gontai. Ia berusaha sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak turun saat berhadapan secara langsung dengan mantan suami dan mantan sahabatnya yang sudah mengkhianatinya itu, ia tak mau menangis dihadapan kedua orang yang sangat ia benci itu. Anne berjalan tanpa melihat medan yang sedang ia pijak karena setengah jiwanya sedang tak bersatu dengan dirinya.     

"Akhhhh..."     

"Anne!!!"     

Aaron datang tepat waktu dimana Anne hampir terjatuh ke parit kecil yang ada dihadapannya, kini Anne ada dalam pelukan Aaron yang sudah menariknya agar tak melangkah kembali.     

"Apa yang kau cari ditempat seperti ini hemm?"tanya Aaron pelan.     

Anne yang masih memejamkan kedua matanya masih tak menyadari kalau saat ini ia sedang ada dalam pelukan Aaron, setelah berhasil menguasai dirinya Anne membuka kedua matanya secara perlahan. Aroma parfum maskulin Aaron menusuk tajam ke hidung Anne yang sangat ini sedang bersandar di dada bidang Aaron, Anne mengangkat wajahnya ke atas untuk mencari tau siapa yang sedang memeluknya. Mulutnya terbuka lebar saat melihat Aaron sedang tersenyum padanya, kesadaran Anne pun langsung datang seketika. Ia langsung mendorong Aaron menjauh darinya dan berusaha menjauh dari Aaron dengan melangkah mundur, Aaron yang sudah tau kalau dibelakang Anne ada parit langsung kembali menarik Anne dengan cepat kembali ke pelukannya untuk kedua kali. Namun bedanya ia ditarik dalam posisi berhadapan.     

"Apa yang sedang kau pikirkan Anne!! Dibelakangmu ada parit lihatlah," hardik Aaron hampir kehilangan kesabaran, ia merasa Anne sedang tak fokus dan ini membuatnya kesal.     

"Aaron..aku mau pulang," ucap Anne lirih berusaha menahan tangis.     

Deg! Jantung Aaron berdetak sangat cepat mendengar perkataan Anne.     

Dengan cepat Aaron mengangkat wajah Anne yang tertunduk, seketika kedua matanya terbuka lebar saat melihat kedua mata Anne sudah dipenuhi air mata yang hampir tumpah.     

"Kau kenapa Anne...apa ada yang membuatmu kesal atau kau masih sakit?" tanya Aaron pelan.     

Alih-alih menjawab pertanyaan Aaron yang bertubi-tubi itu Anne justru menangis, ia langsung berjongkok tepat dibawah kaki Aaron. Melihat Anne berjongkok dengan cepat Aaron mengikuti apa yang dilakukan oleh Anne, dengan perlahan Aaron menggerakan tangannya dan membelai rambut Anne tanpa bicara.     

"Kalau kau tak mau cerita aku tak memaksa, kau boleh menangis tapi hanya untuk kali ini saja setelah itu kau tak kuijinkan menangis lagi," ucap Aaron lirih mencoba menenangkan Anne dengan caranya yang lembut.     

Mendengar perkataan Aaron membuat Anne semakin kencang menangis, suaranya yang tadi tak terdengar kini terdengar dengan keras yang akhirnya membuat Aaron tersenyum. Tanpa rasa sungkan Aaron meraih kepala Anne dan membawanya kedada, ia membiarkan air mata Anne jatuh membasahi jas mahalnya. Aaron memeluk Anne tanpa bertanya lagi apa yang menyebabkan Anne menangis, baginya itu adalah privasi Anne. Jika ia sudah bertanya satu kali dan Anne tak mau menjawab itu artinya tak ada pembicaraan lagi yang harus ia bahas, ia memilih menunggu Anne yang menjelaskan secara langsung kepada dirinya.     

Sementara itu dimeja Agnes saat ini Daniel nampak kebingungan karena sosok Aaron tak terlihat, padahal mereka harus segara masuk ke dalam tempat acara. Ia berkali-kali menghubungi Aaron namun tak kunjung diangkat oleh tuannya itu, dengan menahan kesal Daniel kembali menghubungi Aaron.     

"Benar-benar bos tak bertanggung jawab sekali," umpat Daniel dalam hati sambil terus menghubungi Aaron untuk yang kesekian kalinya sambil berusaha mencari keberadaan Aaron.     

"Tuan Daniel," sapa profesor Gilbert pelan sambil menyentuh pundak Daniel.     

"Ehh anda eh maksudku profesor Gilbert," ucap Daniel tergagap sambil menurunkan ponselnya dari telinga dan menyimpannya ke saku celananya dengan cepat.     

"Ayo masuk, acara hampir dimulai," ajak profesor Gilbert ramah.     

"Iya Prof, tapi Tuan Aaron dia masih belum ada disini," jawab Daniel panik.     

"Tak apa-apa tuan, nanti tuan Aaron kan bisa menyusul. Saya akan menyusulnya kembali, yang penting sekarang anda masuk ke dalam terlebih dahulu," sahut profesor Gilbert kembali.     

Daniel terdiam mendengar perkataan profesor muda dihadapannya, ia benar-benar dilema untuk menolak. Pasalnya profesor Gilbert adalah orang yang sangat ramah dan ia merasa tak nyaman untuk tak mengiyakan ajakannya, setelah pergulatan dalam hati Daniel pun masuk ke dalam tempat acara bersama profesor Gilbert dengan membawa koper yang berisi form kontrak yang sudah disetujui oleh Aaron tadi pagi.     

Aaron memberikan sapu tangan bersihnya pada Anne saat Anne sudah bisa mengusahai dirinya dan tak menangis lagi, wajah cantiknya kini terlihat makin menarik karena memerah secara alami pasca ia menangis. Kedua matanya pun nampak lebih indah dalam kondisi sembab seperti itu dan ini yang membuat Aaron tak mengalihkan pandangannya dari Anne yang masih menyeka air matanya yang tersisa di pipinya.     

"Sudah jauh lebih baik" tanya Aaron pelan sambil tersenyum.     

"Huum, terima kasih sudah menemaniku," jawab Anne sambil berusaha tersenyum.     

"Ya sudah ayo ke kampusmu lagi, bukankah saat ini didalam sedang acara..."     

"Wait...darimana kau tau dikampusku ada acara dan kau kenapa bisa ada dikampusku, lalu pakaianmu kenapa serapi ini?" tanya Anne dengan cepat memotong perkataan Aaron penuh curiga.     

"Itu kan aku sudah mengatakannya yang sebelumnya kepadamu, aku bekerja disebuah perusahaan pengembang properti terbaik di London dan saat ini perusahaan kami diundang dalam acara dikampusmu ini Anne," jawab Aaron pelan.     

"Ya Tuhan Aaron, acara pasti sudah dimulai. Cepatlah pergi, masuklah ke tempat acara atau kau akan dapat masalah kalau atasanmu tau," pekik Anne dengan keras saat melihat jam ditangan kiri Aaron.     

"Ayo denganmu," ucap Aaron singkat mengajak Anne untuk ikut bersama.     

"No, tugasku dimeja tamu. Aku dan Agnes bertugas menyambut tamu yang datang," jawab Anne dengan cepat menolak ajakan Aaron sambil menunjuk ke arah Agnes yang sedang duduk sendirian.     

Melihat arah yang ditunjuk oleh Anne membuat Aaron kaget, hampir saja identitas aslinya terbongkar. Ia masih belum mau mengatakan siapa dirinya pada Anne karena tak mau membuat jarak dengan Anne, Aaron mau mendekati Anne dengan cara lain. Ia ingin berteman melihat apakah Anne seorang gadis yang silau pada harta tau tidak seperti gadis lain yang pernah dekat dengannya, ia ingin tau apakah Anne akan menerimanya atau tidak kalau ia tak menunjukkan hartanya.     

Tak lama kemudian Aaron dan Anne pun meninggalkan tempat mereka berada menuju tempat Agnes, sesampainya dimeja tamu Anne mengusir Aaron untuk masuk ke tempat acara karena tak mau kalau Aaron dapat masalah.     

"Tak bisakah aku disini saja?" tanya Aaron pelan.     

"Bukankah tadi kau sendiri yang bilang kalau saat ini kau sedang bekerja, ya sudah cepat sana masuk. Aku tak mau kau dimarahi atasanmu Aaron," jawab Anne ketus.     

"Tenang saja, atasanku pasti tak akan...aaww sakit Anne" sahut Aaron dengan keras saat kupingnya dijewer oleh Anne secara tiba-tiba.     

"Cepat masuk makanya jangan nakal, aku tak mau kau mendapat masalah," ucap Anne kembali sambil menatap tajam ke arah Aaron sambil melipat kedua tangannya di dada.     

"Tapi aku mau bersamamu saja disini, sepertinya lebih menyenangkan ada disini daripada di dalam Anne," protes Aaron kembali.     

Mendengar perkataan Aaron membuat Anne menghela nafas panjang, terakhir kali ia mengusir Aaron pergi dari apartemennya saja ia membutuhkan waktu lebih dari tiga puluh menit. Senyum Anne tersungging saat ia melihat ada beberapa petugas catering berbolak-balik membawa makanan, sebuah ide tiba-tiba langsung datang.     

"Kalau kau tidak melanjutkan pekerjaanmu jangan harap kau bisa merasakan masakanku lagi," bisik Anne pelan sambil tersenyum lebar.     

"Ok, aku masuk Anne!!!dan jangan pernah berfikir kau bisa melakukan itu," ucap Aaron dengan cepat.     

"Ya sudah sana pergi, jangan sampai aku berubah pikiran," sahut Anne dengan cepat.     

Tanpa bicara lagi Aaron langsung berbalik badan lalu berjalan menuju tempat acara meninggalkan Anne yang masih berdiri didepan Agnes yang sejak tadi diam tanpa bicara melihat Aaron dan Anne bertengkar seperti sepasang kekasih, saat Aaron sudah menghilang dari pandangan Anne tersenyum dengan mata berkaca-kaca.     

"Terima kasih Aaron, terima kasih sudah menemaniku menangis tanpa bertanya apa penyebabnya. Aku menangis bukan karena aku masih sakit atas perbuatan dua penghianat itu, aku menangis karena aku masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bisa melihat karma yang akan menimpa mereka," ucap Anne dalam hati.     

Agnes yang sejak tadi diam sudah tak tahan, ia lalu menarik kemeja yang dipakai Anne dengan cukup keras.     

"Kau baik-baik saja kan Anne?" tanya Agnes penasaran.     

"Tentu saja aku baik, kenapa kau bicara seperti itu," tanya balik Anne bingung sambil duduk disebelah Agnes dengan tenang, rasa sesak di dadanya sudah hilang setelah menangis cukup lama bersama Aaron tadi.     

"Sejak pria tampan itu pergi ke dalam gedung kau terus melihat ke arah gedung, kalau kau rindu pada kekasihmu itu lebih baik kau susul saja Anne. Aku bisa sendiri," jawab Agnes sambil tersenyum lebar.     

"Jangan asal bicara, dia teman. Teman baikku bukan kekasih," sahut Anne dengan cepat.     

Mendengar perkataan Anne membuat Agnes tertawa lebar sampai mengeluarkan air mata, ia lalu meraih tissue dan menyeka air matanya dengan perlahan.     

"Tak ada yang namanya teman baik dari seorang laki-laki dan wanita dewasa Anne, kau pasti tau itu. Kalau kau hanya menganggapnya teman belum tentu dengan pria tampan itu," ucap Agnes sambil menyeka air matanya yang masih tersisa.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.