I'LL Teach You Marianne

Terpancing



Terpancing

0Anne berjalan dengan perlahan mendekat ke arah Steffi yang sedang menjadi pusat perhatian orang-orang karena pakaian dan tas yang dipakainya sangat mahal, senyum Anne tersungging ketika melihat Steffi hampir terjatuh karena bagian runcing sepatunya menginjak batu kerikil dan membuatnya tak seimbang.      

"Kalau anda ingin berjalan menggunakan sepatu setinggi itu lebih baik anda memarkirkan mobil tepat di area lobby nyonya, sehingga anda tak perlu sejalan seperti ini," ucap Anne pelan tepat dihadapan Steffi yang sedang menunduk.     

"Terima kasih atas sarannya, sebenarnya tadi itu…"     

Glek! Steffi menelan salivanya perlahan saat melihat sosok yang baru saja bicara.     

"Kau.."     

"Yes, its me Marianne," ucap Anne dengan cepat memotong perkataan Steffi sambil tersenyum.     

"A-apa yang kau lakukan disini, akh tidak maksudku kenapa kau bisa ada di kampus mahal ini?" tanya Steffi tergagap.     

Mendengar perkataan Steffi membuat Anne tersenyum, ia ingin sekali rasanya tertawa dengan keras saat mendengar pertanyaan konyol dari orang yang pernah ia tolong tahun yang lalu itu.     

"Bukankah saat pertama kali aku menolongmu di jalanan waktu itu kau juga tau kalau aku adalah seorang mahasiswi dari jurusan seni, lalu kenapa kau harus bertanya pertanyaan konyol seperti itu. Kalau aku ada di kampus ini, itu tandanya aku belajar di sini. Jadi seharusnya kau tak memberikan pertanyaan yang tidak masuk akal seperti itu Steff akh sorry nyonya Ganke," jawab Anne dengan cepat tanpa rasa takut.     

Wajah Steffi langsung memerah mendengar perkataan Anne yang sama sekali tak pernah ia duga itu, Anne yang ia kenal tiga tahun yang lalu sangat berbeda dengan Anne yang saat ini ada di hadapannya. Bahkan cara bicara Anne yang sekarang sangat jauh berbeda dengan sosok Anne yang ia kenal dulu. Anne yang ia kenal, adalah seorang gadis pemalu yang tidak akan mungkin berani berbicara dengan menatap mata secara langsung seperti yang dilakukannya saat ini kepada dirinya.      

Karena merasa tak nyaman berhadapan langsung dengan Anne seperti ini Steffi memilih pergi, ia ingin mencari suaminya yang sedang meeting bersama Profesor Gilbert. Merasa Steffi berusaha menghindar darinya membuat Anne justru semakin terpancing untuk mengajak bicara sahabat yang sudah menusuknya dari belakang itu.     

"Bagaimana rasanya menjadi Nyonya Ganke secara resmi, ya walaupun kau baru dinikahinya tiga bulan yang lalu setelah sekian lama hidup bersama tanpa status yang jelas," ucap Anne pelan mencoba memancing pembicaraan.     

"Stop Marianne!! apa maumu hah!!" sahut Steffi dengan keras menggunakan bahasa Jerman.     

"Ya, inilah sosokmu yang asli Steff. Jangan kau tutupi, karena keanggunan yang kau tampilkan itu sama sekali tak cocok untukmu," jawab Anne pelan sambil tersenyum, ia senang umpan yang baru dipasang ternyata langsung disambar oleh Steffi.     

"Jangan cari masalah denganku Marianne, aku bisa melakukan apa saja saat ini. Semua orang pasti akan mendukungku karena aku adalah seorang nyonya Ganke, mereka pasti akan menuruti perintahku untuk.."     

Prok     

Prok     

Prok     

Anne bertepuk tangan mendengar perkataan Steffi yang arogan, ia senang sekali melihat Steffi menyombongkan statusnya kepada dirinya. Steffi yang sedang bicara pun alhasil tak dapat menyelesaikan perkataannya karena Anne bertepuk tangan.     

"Bukankah selama ini kau tau siapa yang mencari masalah pada siapa, lalu kenapa kau berkata seperti itu padaku. Jangan memutar balikan fakta seolah-olah kau adalah korban Steff, sangat tidak pantas untukmu," ucap Anne dengan cepat sambil mengibaskan rambut panjangnya mendatang Steffi.     

"Lagipula jika kau ingin menyakitiku aku rasa kau harus berpikir dua kali, karena suamimu tercinta itu pasti tak akan tinggal diam," imbuh Anne kembali.     

Deg! Detak jantung Steffi kembali berpacu dengan cepat saat Anne menyinggung soal Leon.     

"A-apa maksudmu? kenapa kau membawa suamiku dalam pembicaraan ini?"tanya Steffi tergagap, ia terlihat sangat panik saat Anne menyinggung soal Leon.     

"Aku tak melakukan apa-apa Steff, kenapa kau harus sepanik ini?" tanya balik Anne tanpa rasa berdosa.     

"Jangan macam-macam Marianne, walaupun kau kini sudah berubah tapi jangan pikir kau bisa merebut Leon dari tanganku. Dia adalah suamiku, kau tak akan mengambilnya dariku," jawab Steffi dingin mengancam Anne.     

"Hahahaha...tenang saja Steff, aku tak akan mungkin mengambil sampah yang sudah kubuang ke tempat daur ulang," sahut Anne dengan lantang.     

"Sampah..daur ulang...jaga ucapanmu Marianne, suamiku adalah pengusaha nomor satu di Berlin saat ini. Jadi jangan pernah bicara hal yang tidak masuk akal seperti itu, ingat Marianne aku bisa menuntutmu atas perkataanmu yang sangat tidak sopan itu," pekik Steffi dengan nada meninggi.     

"Waww..pengusaha nomor satu rupanya, hebat sekali dia. Tapi maaf kenapa kau harus marah, memangnya tadi aku menyebut nama suamimu sebagai sampah? coba kau ingat lagi apa perkataanku tadi," celetuk Anne pelan sambil memasukan kedua tangannya kedalam saku blazer yang sedang ia pakai.     

"Marianne kauuu…"     

"Sabarlah nyonya Ganke, jangan berteriak seperti itu. Nanti keanggunan yang sudah kau buat itu akan hilang," sahut Anne dengan cepat memotong perkataan Steffi yang akan berteriak.     

"Aku tak ada waktu untuk meladeni kegilaanmu itu Marianne, aku ke sini punya urusan penting dengan suamiku dan aku tak mau menghabiskan energi untuk bicara dengan orang sepertimu. Jadi lebih baik kau menyingkir dari hadapanku atau aku yang pergi dan memanggil security untuk menarik mu keluar dari kampus ini," jawab Steffi dingin mengancam Anne.     

Mendengar perkataan dari Steffi membuat Anne kembali bertepuk tangan, namun kali ini ia tidak sekeras tadi saat bertepuk tangan pertama kali. Tepukan tangannya kali ini seperti sedang memberikan sebuah penghargaan kepada seorang aktris yang baru saja mendapatkan piala Oskar.      

"Tanpa kamu memanggil security pun aku juga akan pergi dari hadapanmu Steffi, sebenarnya tadi aku datang untuk menyapamu dengan baik. Namun ternyata sambutanmu padaku tidak seperti yang aku harapkan, padahal niatku sebenarnya baik untuk sedikit memberikan nasehat kepadamu," ucap Anne pelan sambil melipat tangannya di dada.     

"Aku tak butuh nasehat darimu Marianne, aku bisa memanggil seorang motivator hebat jika aku butuh nasehat," sahut Steffi dingin sambil berusaha melangkahkan kakinya dari hadapan Anne.     

"Nasehat dari seorang motivator tak akan lebih baik dari nasehat seorang wanita yang pernah ada dalam posisimu saat ini Steff," ucap Anne dengan sedikit keras.      

Steffi langsung menghentikan langkah kakinya saat mendengar perkataan Anne, ia lalu menoleh dan menatap tajam kearah Anne yang masih berdiri ditempatnya semula.      

"Apa maksudmu pernah ada dalam posisiku saat ini?" tanya Steffi dingin.     

Alih-alih menjawab pertanyaan dari Steffi yang terlihat sangat penasaran itu, Anne justru berjalan mendekati Steffi dengan senyum cantik yang tersungging di wajahnya. Dengan perlahan Anne mengulurkan tangannya dan merapikan rambut Steffi yang berantakan karena terkena tiupan angin.     

"Seorang pria yang sudah pernah berselingkuh tidak menutup kemungkinan akan berselingkuh lagi di masa depan, kau tentu tau seperti apa selera suamimu itu bukan. Dia adalah seorang pria yang mudah tergoda saat melihat fisik dari seorang gadis muda yang cantik, seksi dan menggoda. Akh ia aku hampir lupa satu hal, saat itu aku juga melihat dengan jelas bagaimana kalian bercinta di kamar yang seharusnya menjadi milikku sebagai istrinya yang sah waktu itu. Saranku padamu adalah puaskan suamimu jangan sampai dia dipuaskan oleh wanita lain dan berhati-hatilah dengan wanita yang ada di dekatmu,  karena siapa yang akan tau wanita yang ada di dekatmu itu sedang mengincar suamimu seperti yang aku alami dulu. Kau tentu tau itu dengan baik bukan, aku harap kau belajar dari apa yang sudah menimpaku dulu. Jangan sampai kau merasakan juga apa yang aku rasakan dulu, karena percayalah dikhianati oleh orang terdekat itu rasanya lebih sakit dari saat melihat suami dan sahabat bercinta di depan mata kepalamu sendiri," jawab Anne pelan setengah berbisik.     

Mendengar perkataan Anne kali ini benar-benar membuat Steffi tak bisa berkata-kata, wajahnya pun langsung terlihat tanpa ekspresi menatap Anne seolah baru saja mendapatkan kabar buruk. Melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Steffi membuat Anne tersenyum, saat Anne akan membuka mulutnya lagi tiba-tiba dari arah belakang terlihat Leon berlari mendekati mereka berdua. Anne pun menahan diri untuk tak berbicara lagi, ia masih ingin bermain-main dengan Steffi yang sudah nyaris KO itu.     

"Kapan kau sampai Steff?" tanya Leon pelan mengagetkan Steffi yang sedang menatap Anne tanpa berkedip.      

"Aku...aku baru saja sampai sayang, dia...dia baru saja mencoba untuk…"     

"Terima kasih tuan Ganke," ucap Anne dengan cepat memotong perkataan Steffi.     

"Terima kasih untuk apa?"tanya Leon pelan, jantungnya berdegup kencang saat Anne mengajaknya bicara.     

"Terima kasih atas tiket liburan gratis nya ke Irlandia selama tiga hari itu Tuan," jawab Anne dengan cepat, ia sengaja membahas itu untuk membuat Steffi semakin gila.     

Deg!     

"Apa maksudmu Marianne, liburan tiga hari ke Irlandia apa?" tanya Steffi dengan suara meninggi, ia terlihat sangat shock mendengar kata-kata liburan dari Anne.     

"Akhhh anda belum tau rupanya Nyonya, wah maaf saya jadi tak enak mendahului Tuan Ganke," jawab Anne pura-pura merasa bersalah dengan memberikan ekspresi sedih.     

Darah Leon berdesir saat melihat ekspresi wajah Anne yang sangat menggemaskan itu, ia ingin sekali menyentuh pipi Anne yang sedang menyendu itu.     

"Jangan pura-pura Marianne!!!katakan ada apa!!!"pekik Steffi penuh emosi, ia sangat kesal melihat ekspresi wajah Anne yang pura-pura polos seperti itu.     

"Steffani!!! jaga bicaramu, ini dikampus. Kau tak bisa bicara dengan nada seperti itu," hardik balik Leon dengan keras pada Steffi.     

"Leon, dia yang memulai. Sejak tadi dia sudah memprovokasiku Leon, dengan mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal," ucap Steffi dengan cepat.      

"Maaf tuan kalau perkataanku baru saja membuat nyonya marah, padahal niatku sebenarnya baik. Aku hanya ingin mewakili teman-teman di kelas saja atas niat baik anda tadi, kalau memang niat baikku tidak diterima aku tidak masalah. Yang penting aku sudah mengucapkan terima kasih pada anda dan aku minta maaf kalau membuat Nyonya semarah ini, aku bukan maksudku untuk…"     

"No, ini bukan salahmu. Ini salah Steffi, dia yang salah paham," jawab Leon dengan cepat ia tak tega melihat wajah Anne yang terlihat sedih.      

"Leon kenapa kau menyalahkan aku, ini bukan salahku. Dia yang memulainya Leon, dia yang memancingku sejak tadi Leon," sahut Steffi membela diri.     

"Diam, atau aku akan mengirimmu ke Berlin. Lebih baik kita kembali ke hotel secepatnya, saat ini kau sedang tidak sehat Steffi,"ucap Leon dingin sambil menatap tajam kearah Steffi yang terlihat sangat kesal itu.      

"Tapi Leon..akhhh,"     

Steffi tak dapat menyelesaikan perkataannya karena ia sudah ditarik oleh Leon menuju ke mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berada saat ini, saat Leon akan masuk ke dalam mobil ia menoleh ke belakang ke arah Anne dan tersenyum. Melihat dua ikan yang ia pancing sudah memakan umpan, Anne pun meneruskan permainannya. Ia membalas senyuman Leon dengan sebuah anggukan kecil yang hangat. Tak lama kemudian mobil yang membawa Leon dan Steffi akhirnya meninggalkan kampus UAL dengan cepat.     

Sebuah senyum penuh kemenangan tersungging di wajah Anne saat melihat mobil yang ditumpangi dua orang yang ia benci sudah menghilang dari pandangan matanya.     

"Ini baru awal permainan Steff," ucap Anne lirih.      

Bersambung      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.