I'LL Teach You Marianne

Impoten?



Impoten?

0"Platonic love adalah cinta yang tak akan pernah bisa memiliki namun tetap mengasihi."      

Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam ingatan Daniel pasca Aaron mengucapkannya beberapa saat yang lalu, sebagai orang yang paling dekat dengan Aaron selama bertahun-tahun Daniel tahu kalau Aaron memang terlihat lebih besar dan dalam mencintai Anne. Sebagai sahabat ia merasa takjub sekaligus kasihan pada Aaron, sudah tak terhitung usaha Daniel untuk mengenalkan Aaron pada banyak wanita cantik yang baik hati. Namun tak ada satupun dari wanita itu yang berhasil bertahan dalam hatinya dan hal ini membuat Daniel bingung, ia takjub akan besarnya cinta Aaron untuk Anne namun dilain sisi ia merasa sedih. Ia sedih karena tahu cinta Aaron itu tak terbalas, pasalnya selama dua tahun ini Aaron berusaha meraih hati Anne namun semuanya sia-sia.      

Bunga-bunga yang dikirim Aaron untuk Anne tak ada satupun yang diterima, begitu pula dengan hadiah-hadiah yang lain. Anne dengan tegas selalu menolak hadiah-hadiah itu pada kurir yang membawanya, alhasil meskipun Aaron terus mengirimkan barang-barang itu untuk Anne namun selalu kekecewaanlah yang Aaron dapatkan.     

"Ayo pulang, aku sudah lelah. Tapi sepertinya kita pergi ke bar saja, sudah lama aku tak minum,"ucap Aaron pelan membuyarkan lamunan Daniel.      

"Hah…ke bar?"tanya Daniel kaget. "Di jam 3 pagi kau mengajakku pergi ke bar."     

Aaron yang baru saja bangun dari kursinya lalu menatap ke arah Daniel yang sedang bersantai di sofa. "Iya, memangnya kenapa kalau misalkan kita pergi ke bar di jam 3 pagi? Apakah ada larangan untuk orang dewasa seperti kita pergi ke bar untuk minum di jam 3 pagi?"     

"Ya memang tidak ada, akan tetapi kau yakin kita pergi ke bar disaat kau baru saja menyelesaikan semua pekerjaanmu seperti ini. Memangnya kau tidak lelah?"tanya Daniel kembali.      

"Sama sekali tidak, aku justru sangat bersemangat sekali ingin pergi ke bar. Sudah lama sekali aku tidak minum, jadi lebih baik sekarang kau bangun dan ikut aku. Karena jika kau menolak maka gajimu yang akan aku potong,"jawab Aaron kembali.     

Mendengar Aaron menyinggung soal gajinya yang akan dipotong, Daniel langsung bangun dari sofa dan berjalan menuju pintu untuk membukakan pintu bagi sang sahabat sekaligus bosnya itu. Aaron hanya tersenyum tipis melihat tingkah Daniel, ia kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu dan bergegas keluar dari ruangannya setelah meraih ponselnya yang berada di atas meja. Kedua pria single itu lalu menghilang dibalik lift dan menjadi orang terakhir yang berada di kantor, meskipun Aaron tak lagi menemui Anne pasca kematian Jack namun ia selalu memonitor apapun yang Anne lakukan. Termasuk kali ini dimana ia harus pergi ke Luksemburg untuk menjalankan tugas akhir semester yang diberikan profesor Gilbert, biasanya Aaron selalu mendatangi tempat yang Anne kunjungi. Namun kali ini ia tak berniat datang ke Luksemburg karena merasa negara kecil itu aman untuk gadis seperti Anne, karena itulah ia memilih menghabiskan malam bersama Daniel meski banyak wanita cantik yang mengantri untuknya.      

Ketika Aaron dan Daniel datang bar masih sangat ramai, meskipun pagi hampir menjelang namun para wanita malam yang bekerja di bar itu masih aktif. Mereka dengan senang hati melayani para pria hidung belang yang menjadi tamu eksklusifnya, pasalnya hanya orang-orang yang memiliki banyak uang sajalah yang akan berada di bar sampai pagi menjelang seperti ini. Apalagi bar yang sedang dikunjungi oleh Aaron dan Daniel Itu adalah sebuah bar yang berada di hotel bintang 5 yang paling terkenal di London, jadi tak heran kalau para wanita malam itu masih sangat bersejarah melayani keinginan para tamunya meskipun mereka harus rela tubuhnya dijamah sana sini.      

Melihat pemandangan yang ada di depan matanya Aaron tersenyum tipis, ia tak tergoda sama sekali untuk menyewa wanita sebagai teman minum. Baginya keberadaan Daniel sudah lebih dari cukup saat ini.     

"Cantik sekali."     

"Wow, tubuhnya indah."     

"Luar biasa, ini baru wanita."     

"Arrgghh tak sia-sia kau membawaku ke tempat ini bos, rasa kantukku langsung hilang saat melihat wanita-wanita ini."     

Daniel terus saja mengoceh, mengomentari para wanita malam berpakaian mini yang berlalu lalang di hadapannya itu. Para wanita cantik nan aduhai itu seperti ular jinak yang meliuk-liuk di depan mata para pria, mencoba menggoda para pengunjung termasuk Aaron dan Daniel yang hanya duduk berdua saja di sebuah ruangan VIP yang terbuat dari kaca sehingga bisa melihat orang-orang yang berlalu lalang di luar.     

"Bos, lihat itu...dia sepertinya punya darah timur tengah. Urgg bobsnya idamanku sekali,"celoteh Daniel yang semakin vulgar dengan gelas kosong berada dalam genggaman.      

"Kau mau dia?"tanya Aaron singkat.     

"Iya, aku ingin sekali menikmati tubuhnya. Aku ingin sekali membuatnya lemas tak berdaya di bawah tubuhku, aku ingin sekali…"     

Daniel yang belum terlalu mabuk langsung menghentikan ocehannya saat menyadari kesalahannya, sementara itu Aaron hanya tertawa kecil tanpa suara. Ia tahu kalau sahabatnya itu sangat membutuhkan wanita saat ini, selama hampir dua tahun bolak-balik London Northampton Daniel tak pernah bercinta lagi. Ia bahkan sampai putus dengan pasangan tanpa ikatan pernikahannya karena kesibukan ini, di lain sisi Daniel ingin menemani kesendirian Aaron. Karena itu ia memilih untuk menyibukkan diri dengan banyak pekerjaan bersama Aaron.     

Saat sudah mulai mengantuk Aaron pun mengajak Daniel untuk pergi, ia tak mau Daniel bertambah gila. Pasalnya saat ini Daniel sudah mulai menceracau bicara tak jelas mengomentari satu persatu wanita malam yang sedang bercumbu dengan para tamunya di atas sofa diruangan yang sama seperti dirinya saat ini, mereka tanpa malu saling menyesap bibir dengan tangan yang sudah bergerilya kemana-mana.      

"Ayo Daniel, sudah jam 5 pagi. Tempat ini akan tutup sebentar lagi,"ucap Aaron pelan.      

"Ke-kemana? Apa kau mau membawaku ke kamar? Apa sudah ada wanita di kamar itu?"celoteh Daniel tak jelas.     

"Pulang tentu saja, ayo cepat bangun atau aku marah,"jawab Aaron dengan suara meninggi.      

Daniel yang kesadarannya tinggal 10% itu mendongak dan menatap ke arah Aaron dengan mata merah. "Kau terlalu kaku Aaron, mana ada wanita yang akan dekat denganmu kalau kau seperti ini. Dan satu lagi, lupakan Marianne. Kalau gadis itu tak mencintaimu lepaskan dia, biarkan dia terus menangisi kekasihnya yang sudah mati itu. Dasar gadis tak tahu terima kasih, seharusnya ia senang ada kau yang mencintainya. Tapi si Marianne itu dengan angkuh menolakmu begitu saja, aku tahu dia cantik. Cantik sekali bahkan tapi come on... kecantikan itu akan sia-sia kalau tak memiliki pasangan. Ibarat bunga yang masih memiliki madu seharusnya biarkan saja lebah datang dan menikmati madunya, bukannya malah disembunyikan seperti itu...cihhh."     

"Dan mulai saat ini mau harus hidup normal Aaron, cari cintamu dan lupakan platonic love tak penting itu. Bulshit itu, tak ada namanya cinta sebesar itu. Kau masih muda, tampan, kaya raya dan kuat diranjang...apalagi yang kau cari? Atau jangan-jangan kau impoten bos? Ohh benarkah? Sejak kau mengenal si Marianne sok cantik yang memang cantik itu kau tak pernah tidur lagi dengan wanita lain...apakah benar kau…"     

Plak     

Aaron yang sudah kehabisan kesabaran langsung memukul kepala Daniel, ia kesal sekali dengan perkataan Daniel yang menyebutnya impoten.      

"Sakit brengsek."     

Aaron yang sedang membantu Daniel bangun dari sofa tak memperdulikan celoteh Daniel yang terus mengumpatnya itu.     

"Tunggu kau sadar besok pagi brengsek, k-kau akan membayar mahal atas semua ini. Beraninya kau menghina Anne dan menyebutku bodoh, lihat saja besok pagi saat kau sadar Daniel,"ucap Aaron terbata karena kesusahan membawa Daniel yang mabuk keluar dari bar.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.