I'LL Teach You Marianne

Love in the air



Love in the air

0Rose masih tak percaya dengan kata-kata Aaron, ia tak menduga kalau anak laki-laki yang memberikannya kalung sekitar 15 tahun yang lalu saat ini sudah berada di hadapannya.     

"Awalnya aku juga tak mengingat soal kalung ini, akan tetapi saat melihat ukiran pada pengaitnya aku jadi teringat kalung ini adalah milikku yang diberikan oleh ibuku saat aku berulang tahun yang ke 12 tahun satu minggu sebelum kita bertemu di Paris."     

Dengan tatapan sedih Rose melihat langsung kedua mata Aaron. "Apa kau menginginkan kalung ini kembali? Tapi kalung ini sudah bersamaku selama 15 tahun, rasanya akan berat sekali berpisah dengan benda kesayangan yang sudah menemaniku selama bertahun-tahun."     

Aaron terkekeh melihat ekspresi yang Rose tunjukkan, perlahan ia merapikan rambut Rose yang menutupi wajahnya. "Aku bukan tipe orang yang akan meminta kembali barang yang sudah aku berikan Rose, apalagi jika untuk orang spesial."     

"Terima kasih." Rose langsung menggenggam kembali kalungnya kuat-kuat. "Tapi ini bukan berarti aku menerimamu Aaron, aku masih belum memutuskan."     

"Aku tahu, aku tak akan memaksamu Rose."     

Rose terdiam, ia benar-benar masih tak percaya akan bertemu anak lelaki yang memberikannya kalung bertahun-tahun yang lalu itu. Rasanya sebuah keajaiban bertemu lagi dengan orang asing yang kau temui saat masih kecil dulu.     

Dunia begitu sempit!     

Momen menyenangkan Rose dan Aaron terpaksa terhenti karena tiba-tiba Daniel bergabung dengan dua sejoli itu tanpa rasa bersalah, pria berkacamata itu bahkan duduk tenang disamping Aaron dengan menikmati makan paginya dengan lahap. Aaron yang kesal pada Daniel pun hanya bisa diam dan menahan amarah pada sahabatnya yang tak tahu diri itu, sementara Rose sangat bersyukur dengan kedatangan Daniel karena keadaan canggungnya akhirnya hilang.     

"Kenapa kalian berdua tak makan?"tanya Daniel tanpa rasa bersalah.     

"Aku tiba-tiba hilang selera,"jawab Aaron ketus.     

"Apa makanannya tak cocok denganmu bos?"     

Aaron menatap tajam kedua mata Daniel. "Aku yang sepertinya sudah mulai tak cocok denganmu."     

Daniel yang sedang mengunyah makanan hampir tersedak kalau tak segera meminum air yang ada disampingnya. "Apa salahku?"tanya Daniel bingung.     

"Tidak, kau tidak bersalah. Ini murni kesalahanku, salahku karena mengajak orang tak tahu diri sepertimu."     

Kedua mata Daniel membeliak mendengar perkataan Aaron, mulutnya pun bahkan sampai terbuka lebar dengan membentuk huruf O karena kaget. Rose hanya terkekeh melihat pertengkaran kedua sahabat itu, ia memilih untuk memakan salad yang berada didepannya tanpa berniat melerai pertengkaran kecil antara Aaron dan asistennya.     

"Sepanjang hidupku menjadi asistenmu baru kali ini aku mendengar kata-kata kejam seperti ini darimu bos, sakit sekali hatiku,"ucap Daniel penuh drama.     

"Jangan akting, aku mau muntah,"sengit Aaron kesal.     

"Aku serius bos...hatiku sakit, aku patah hati karena perkataanmu tadi bos."     

"Lebih baik isi mulutmu dengan makanan, daripada bicara omong kosong seperti itu,"sahut Aaron kembali.     

Rose yang sejak tadi sudah menahan diri akhirnya hilang kontrol, ia tertawa sampai air matanya keluar. Melihat Rose tertawa lepas ada rasa hangat yang menggelayar didalam dada Aaron, sebuah rasa yang tak pernah Aaron rasakan sejak terakhir kali ia bersama Anne.     

***     

Alan menatap Anne tanpa berkedip meski saat ini ia sedang dibantu Nicholas bersiap untuk pergi meninggalkan rumah sakit, meski baru beberapa jam tak menyentuh Anne rasanya ia sudah sangat rindu sekali.     

"Kau lambat sekali Nick, apa kau sudah tua sehingga tak gesit lagi seperti dulu?"sengit Alan jengkel.     

"Aku harus hati-hati Tuan, jarum infus masih terpasang pada tubuh anda,"jawab Nicholas dengan cepat mencoba menjelaskan alasannya tak terburu-buru saat membantu Alan berganti pakaian.     

"Akh fuck... jarum infus ini masalahnya..."     

"Tuan jangan..."     

Ucapan Nicholas terhenti saat melihat Alan melepaskan jarum infus yang terpasang pada tangannya dengan paksa, rembesan darah segar pun mengalir dari tangannya dengan segera. Melihat kekonyolan suaminya Anne tak bergeming, ia masih berdiri di dekat meja sambil melipat kedua tangannya didada. Anne tak mau melepaskan energinya dengan mengomentari tingkah laku Alan yang sangat konyol itu, seorang suster yang baru saja masuk keruangan itu pun langsung turun tangan saat melihat tangan Alan mengeluarkan darah.     

"Dokter pribadiku, dimana mereka sus?"tanya Alan dingin.     

"Mereka semua sedang berada di ruangan direktur bersama Tuan David Clarke, Tuan,"jawab sang suster ramah.     

Alan menatap suster yang sedang membalut luka ditangannya tanpa berkedip. "Kau tahu siapa aku?"     

"Tentu saja Tuan, mana mungkin kami tak tahu kalau rumah sakit ini langsung di steril begitu anda masuk,"jawab suster itu kembali.     

"Di steril,"celetuk Anne tiba-tiba menyela percakapan mereka.     

"Betul Nona..."     

"Ehh no no...dia istriku bukan seorang nona, aku tak mau ada pria lain yang mengira dirinya masih single." Alan langsung memotong perkataan sang suster.     

"Maaf Tuan, maafkan kesalahan saya."     

"It's ok, lanjutkanlah pembicaraanmu dengan istriku. Aku akan menjadi pendengar yang baik,"ucap Alan tanpa rasa bersalah.     

Anne yang sudah kehilangan mood memilih untuk pergi keluar, ia sudah tak tahan melihat sikap kekanak-kanakkan suaminya. Akan tetapi baru saja akan berbalik Alan sudah berteriak, memintanya untuk tetap berada dikamar bersamanya.     

"Jangan pergi, please,"rengek Alan kembali untuk yang kesekian kali dari atas ranjang.     

"Aku butuh udara segar, aku juga sedang memikirkan harus memberi hukuman apa padamu,"jawab Anne ketus.     

"Hukuman? Memang aku salah apa?"tanya Alan dengan mata berkaca-kaca.     

Alih-alih menjawab pertanyaan Alan, Anne justru mendekati pria menyebalkan yang sedang sangat manja itu dan langsung mendekatkan wajahnya kedepan wajah Alan. "Banyak, banyak sekali rencana yang berputar dalam otakku saat ini untukk memberikan pelajaran padamu suamiku sayang. Hukuman paling besar yang ingin aku berikan padamu adalah karena kau berani melupakanku disaat kau sudah berjanji ingin melindungi dan menjagaku selamanya."     

"Tapi aku tak pernah melakukan itu Anne, aku..."     

Cup     

Alan menghentikan perkataannya saat Anne tiba-tiba mendaratkan sebuah kecupan di bibirnya, melihat Anne berinisiatif seperti itu membuat Nicholas hampir menjerit. Ia tak percaya akan melihat sang nyonya bertindak sejauh itu, Alan sendiri sampai mematung saat melihat Anne berani menciumnya terlebih dahulu.     

"Ingat itu baik-baik dan bersiaplah menima hukuman dariku, tapi yang pertama kau harus sembuh. Aku bukan orang kejam yang akan menghukum seseorang dalam keadaan sakit seperti ini,"ucap Anne pelan setengah berbisik.     

Seluruh darah dalam tubuh Alan berdesir mendengar perkataan Anne, ia benar-benar akan membawa Anne ke ranjang saat ini juga kalau hanya berdua saja dengan wanitanya itu. Anne yang masih menunduk perlahan meraba wajah suaminya dengan perasaan campur aduk, semua kebencian pada pria yang sudah merebut kesuciannya secara paksa itu langsung hilang saat tahu kalau pria itu adalah suaminya. Meski masih ada sedikit rasa kesal, namun semuanya hilang saat mengetahui kalau Jack yang selama dua tahun ini dianggap meninggal oleh orang-orang jutsru sudah menjadi suaminya secara sah.     

"Kau baik-baik saja kan Anne?"tanya Alan bingung.     

Anne menghentikan pergerakan tangannya di bibir Alan. "Aku sangat baik dan penuh semangat."     

"Anne..."     

"Sttt... jangan banyak bicara, menurutlah pada suster ini supaya kita bisa cepat keluar dari rumah sakit ini,"ucap Anne pelan memotong perkataan Alan dengan tersenyum hangat.     

Setelah berkata seperti itu Anne lalu berjalan pergi menuju pintu keluar meninggalkan ruangan itu karena ingin menghubungi Erick menggunakan ponsel baru pemberian Alan, kedua mata Alan tak melepaskan pandangannya dari Anne sampai Anne akhirnya menghilang dari balik pintu.     

"Nick, cubit aku...aku ingin tahu apakah aku sedang... aaouuchhh...sakit brengsek!!!"     

"Bu-bukankah anda yang meminta saya untuk mencubit anda Tuan."     

"Aarrgghhhh Nicholas!!!"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.