I'LL Teach You Marianne

Pilihan sulit



Pilihan sulit

0Karena merasa diperhatikan Anne pun menoleh dan beradu pandang dengan Alan yang tengah menatapnya tanpa berkedip, sejenak Anne larut dalam perasaannya dan hampir menyebut nama Jack. Akan tetapi akhirnya ia sadar bahwa pria yang sedang menatapnya itu bukan Jack, pria yang ia tunggu selama dua tahun ini. Mengingat Jack membuat Anne sedih karena merasa gagal menjaga dirinya untuk Jack, perlahan Anne menundukkan kepalanya menghindari kontak mata dengan Alan.     

Menyadari Anne menghindari kontak mata dengannya Alan pun menipiskan bibir, perlahan ia berjalan menuju tempat Anne berada dan meraih dagu Anne keatas agar bisa menatap dirinya.     

"Apa yang sedang kau pikirkan?"tanya Alan penasaran.     

"Tidak, aku hanya penasaran kenapa kau lama sekali di atas. Memangnya apa yang kau lakukan sampai…"     

Anne langsung menutup mulutnya saat Alan membuka jaket yang ia kenakan, sepucuk pistol berwarna hitam terselip di pinggangnya.     

"Sekarang kau paham bukan?"tanya Alan lembut.     

"I-iya."     

"Ok, kalau begitu ayo keluar. Aku penasaran dengan apa yang ingin kau lakukan di udara sedingin ini,"ucap Alan kembali sambil melingkarkan tangannya ke pinggang Anne dengan posesif.     

"Alan…"     

"Apa? Aku tak boleh memelukmu seperti ini? Kau istriku Anne!!"     

Anne menghela nafas panjang mendengar perkataan Alan, ia mencoba menggali lebih dalam batas sabarnya menghadapi Alan yang sangat menyebalkan ini.     

"Ayo jalan."     

Dengan patuh Anne pun mengikuti kemauan Alan, meskipun sangat tidak nyaman berjalan sambil dipeluk seperti itu Anne tetap bersabar. Nicholas dan pars bodyguard yang lain pun mengekor tuannya dari belakang, meskipun hanya berjalan-jalan di sekitar hotel namun Nicholas dan para bodyguard yang lain tetap membawa pistol di balik jaket tebalnya seperti yang dilakukan oleh Alan. Mereka tak mau mengambil resiko sekecil apapun, apalagi saat ini Alan sedang berada di negeri orang yang keamanannya belum 100% terjamin.     

Berada dalam pelukan Alan membuat Anne merasa sedikit nyaman, ia tak terlalu kedinginan meskipun saat ini salju tengah turun dari langit.     

"Ada apa disana?"tanya Anne penasaran sambil menunjuk ke arah kerumunan yang berada tak jauh dari tempatnya berada saat ini.     

"Hilangkan rasa ingin tahumu itu, karena berbahaya," jawab Alan ketus sambil mengeratkan cengkraman tangannya di pinggang Anne.     

"Berbahaya apa? Jangan terlalu berlebihan,"ucap Anne kesal.     

"Kalau kau tak patuh denganku lebih baik kita kembali ke hotel dan melakukan kegiatan yang aku sukai,"sahut Alan dengan cepat.     

Anne langsung menutup mulutnya seketika mendengar perkataan Alan, ia tak bisa berkata-kata lagi jika Alan sudah berbicara seperti itu. Melihat perubahan sikap Anne membuat Alan senang, ia kemudian mendaratkan sebuah ciuman di pipi Anne secara tiba-tiba dan berkata "Kau milikku Anne, kau harus patuh denganku dan jangan suka melawan. Aku tak suka wanita pembangkang."     

Anne tak merespon perkataan Alan, Anne masih larut dalam pikirannya. Ia sangat kesal sekali dengan Alan yang sangat suka sekali memaksakan kehendaknya, niat Anne untuk mencari pertolongan pun akhirnya sirna. Ia benar-benar tak bisa menjauh dari Alan dalam posisi seperti ini, Alan sama sekali tak mau menjauh darinya.     

Setelah hampir dua jam berjalan santai diluar hotel Alan mengajak Anne masuk kembali kedalam hotel setelah Anne bersin dua kali, Alan tak mau Anne sakit. Meskipun awalnya Anne menolak, namun ia tak punya pilihan lain karena Alan yang keras kepala tetap memaksanya untuk kembali ke hotel. Akhirnya dengan pasrah Anne menuruti permintaan suaminya itu.     

"Aku tak mau kau sakit Anne, karena jika kau sakit maka kita tak bisa melakukan hal yang menyenangkan bersama. Jadi lebih baik kau patuh padaku,"ucap Alan berkali-kali saat akan masuk ke dalam hotel.     

Anne yang kesal pada Alan hanya diam mendengar perkataan suaminya, ia tak merespon atau menjawab ucapan bernada vulgar itu. Saat tiba di depan hotel Alan menghentikan langkahnya untuk menyingkirkan salju yang terperangkap di jaketnya, begitu juga dengan Nicholas dan para bodyguard. Hanya Anne saja yang berdiri tanpa melakukan apa-apa, ia masih ingin sekali berada di luar hotel menikmati salju yang turun. Pada saat Anne sedang menatap ke arah langit yang terus menurunkan salju, tiba-tiba ekor mata Anne menatap iring-iringan mobil serba hitam berhenti tepat di depan hotel. Karena penasaran Anne melihat ke arah iring-iringan mobil itu dan terkejut saat melihat Alice berada dalam mobil yang kacanya dibuka setengah itu.     

"Alice…"ucap lirih Anne tanpa sadar.     

"Apa Anne, kau bicara apa?"tanya Alan dengan cepat.     

"A-aa...tidak aku tak bicara apa-apa,"jawab Anne tergagap sambil terus menatap iring-iringan mobil serba hitam yang berhenti di sebuah hotel yang berada tak jauh dari hotelnya berada saat ini.     

"Lepas jaketmu dan bersihkan saljunya, kau akan sakit jika terus memakai…"     

"Iya aku mengerti,"jawab Anne dengan cepat sembari melepas jaket yang ia pakai dengan terus menatap ke arah mobil yang membawa Alice.     

Meskipun hanya melihat sekilas namun Anne yakin kalau wanita yang ia lihat sebelumnya adalah Alice, karena itulah Anne berusaha tetap berada di luar hotel selama mungkin untuk memastikan apakah yang ia lihat benar-benar Alice atau bukan. Anne hampir berteriak saat melihat Erick turun dari mobil, ternyata wanita yang ia lihat sebelumnya didalam mobil benar-benar Alice. Kedua asisten Jack kini berada sangat dekat dengannya, tiba-tiba kedua mata Anne berkaca-kaca saat bisa melihat Erick dan Alice kembali.     

Alan yang sudah selesai membersihkan salju dari jaketnya merasa aneh melihat Anne tiba-tiba berdiri mematung, dengan rasa penasaran yang tinggi Alan lalu berdiri tepat dihadapan Anne. Melihat Alan muncul secara tiba-tiba didepan wajahnya Anne terkejut dan hampir terjatuh kalau saja Alan tak langsung meraih tubuhnya.     

"Ceroboh!!"ucap Alan ketus pada Anne yang kini ia peluk dengan erat pasca hampir jatuh kebelakang.     

"Kau yang mengagetkan aku dengan muncul tiba-tiba seperti itu,"jawab Anne lirih dengan suara serak menahan tangis.     

"Hei..kau menangis? Kenapa menangis?" Alan langsung menyadari kedua mata Anne yang sudah dipenuhi air mata.     

Anne langsung mengerjapkan kedua matanya berkali-kali, berharap agar air matanya hilang. Akan tetapi cara yang Anne lakukan salah, air matanya justru mengalir keluar membasahi wajahnya.     

"A-ku tak menangis hiks,"jawab Anne cepat tanpa mengalihkan pandangannya dari Erick yang akan masuk kedalam hotel bersama Alice dan para bodyguardnya.     

"Kalau tak menangis ini apa namanya?"tanya Alan kembali sambil menyeka air mata yang berada di wajah Anne.     

Anne yang terlalu bahagia karena bisa melihat Erick dan Alice lagi tak bisa menahan diri sehingga menangis haru, akan tetapi kini ia bingung menjawab pertanyaan Alan.     

"Jawab aku, kenapa kau menangis?"     

"A-aku tak mau di hotel ini, aku mau pindah hotel,"jawab Anne terbata.     

"Pindah? Kenapa harus pindah? Kita bahkan belum bermalam di hotel ini Anne, kita bahkan belum merasakan empuknya ranjang di kamar kita. Jadi untuk apa kita pindah?"tanya Alan bingung.     

Dengan tangan gemetar Anne menyentuh kedua pipi Alan. "Aku hanya mau pindah saja...please…"     

Deg     

Deg     

Deg     

Jantung Alan berpacu sangat cepat melihat cara bicara Anne yang terlihat sangat menggemaskan itu, belum lagi saat ini kedua tangan lembut Anne berada di pipinya.     

"Kita bisa pindah tapi ada syaratnya."     

"Syarat? Syarat apa?"     

Alan menipiskan bibirnya saat Anne memakan umpan yang ia pasang, perlahan Alan mendekati wajah Anne dan berhenti tepat di belakang telinganya.     

"Layani aku dengan tulus, maka akan kulakukan apapun yang kau inginkan."     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.