I'LL Teach You Marianne

Kain putih dan gereja



Kain putih dan gereja

0Setelah cuaca membaik keesokan paginya, pesawat jet milik Alan pun kembali meneruskan perjalanan menuju Norwegia yang akan memakan waktu 4 jam 25 menit dari Frankfurt. Sama seperti sebelumnya saat terbang dari Luksemburg menuju Frankfurt, dalam penerbangan kali ini pun tak terjadi percakapan Anne dan Alan. Anne memilih untuk menonton film melalui monitor yang ada di hadapannya, sementara Alan memilih berbincang dengan Nicholas dan beberapa bodyguard lainnya. Beruntung Anne membawa scarf, sehingga luka memar di lehernya tak diketahui orang lain kecuali Alan sang pembuat.     

"Kita akan mendarat sekitar 10 menit lagi di Oslo Tuan,"ucap Nicholas pelan saat ia baru kembali dari ruangan pilot.      

"Ok,"jawab Alan singkat sembari melirik ke arah Anne yang sudah tertidur dengan telinga yang masih terpasang headphone.      

Beruntung Anne masih memakai sabuk pengaman, jadi ia tak perlu memasangkan sabuk pengaman kepadanya. Seperti yang Nicholas katakan, pesawat itu pun akhirnya mulai melakukan pendaratan di bandara Oslo. Ketika pesawat mengalami guncangan saat akan mendarat Anne terbangun dari tidurnya, beruntung ia tidak panik karena bisa melihat keadaan di luar jendela. Setelah pesawat berhasil mendarat dengan baik satu persatu bodyguard turun, termasuk Nicholas yang langsung membawa keluar koper-koper milik sang tuan dan istrinya. Anne dan Alan menjadi orang terakhir yang keluar dari pesawat.      

Rombongan Alan pun langsung disambut oleh beberapa staf hotel yang akan membawa mereka ke hotel tempat mereka akan menginap, dengan menggunakan limosin Anne dan Alan duduk bagai raja dan ratu yang diperlukan sangat istimewa. Begitu masuk ke dalam mobil keduanya di sambut dengan welcome drink, akan tetapi karena Anne tak bisa minum alkohol ia tak menyentuh minuman itu dan hanya Alan saja yang menghabiskannya dalam sekali tenggak.     

Begitu tiba di hotel lagi-lagi mereka mendapatkan sambutan yang spesial, mengetahui tamu mereka bukan orang biasa pihak hotel benar-benar memperlakukan mereka dengan sangat khusus.      

"Ini adalah kamar paling prestisius di hotel ini, berada di lantai paling atas yang tentu saja memiliki view yang indah akan memberikan kenyamanan khusus untuk anda berdua Tuan dan Nyonya Clarke,"ucap seorang pria yang merupakan manager hotel menjelaskan kelebihan-kelebihan di kamar yang saat ini akan menjadi kamar Anne dan Alan dalam waktu beberapa hari kedepan.     

"Sebenarnya yang kau sebutkan tadi tidak terlalu penting, yang aku butuhkan ketika menginap di hotel adalah kenyamanan dan privasinya. Kau tahu kan kami baru saja menikah,"jawab Alan pelan, sambil terus menatap kondisi kamar president suite yang akan ia tempati itu.      

"Tenang tuan, kamar ini adalah kamar terbaik yang kami miliki. Jadi untuk masalah keamanan dan privasinya sudah pasti terjamin dengan baik, jadi anda tak usah khawatir selama anda dan nyonya berada di kamar ini tak akan ada orang yang berani mengganggu,"sahut sang manager kembali sambil tersenyum lebar.      

Alan terlihat menganggukan kepalanya perlahan merespon perkataan pria yang ada di hadapannya, sementara itu Anne yang sedang duduk di sofa tak memperdulikan apa yang Alan bicarakan dengan sang manager hotel. Ia memilih melihat pemandangan kota Oslo dari tempatnya berada saat ini, Nicholas dan para bodyguard yang lain juga hanya menjadi pendengar yang baik selama Alan berbicara.      

"Ok, aku suka tempat ini. Sekarang kau antar orang-orangku ini ke kamar mereka, pastikan mereka mendapatkan kamar yang nyaman juga. Kalau aku mendengar ada ketidakpuasan dari salah satu anak buahku maka kami akan langsung keluar dari hotel saat itu juga,"ucap Alan datar bernada ancaman.      

"Te-tentu Tuan, kami juga sudah menyiapkan kamar terbaik untuk orang-orang anda ini. Jadi anda tak usah khawatir,"jawab sang manager hotel tergagap.     

"Bagus, sekarang antar mereka. Aku perlu waktu berdua dengan istriku."     

Mendengar perkataan Alan membuat wajah sang manager hotel memerah, meskipun ia seorang pria namun belum pernah ia bertemu dengan seorang tamu blak-blakan seperti Alan. Karena itu ia merasa sungkan mendengar perkataan Alan, sementara untuk Nicholas dan para bodyguard yang lain nampak biasa saja. Sudah melayani Alan bertahun-tahun membuat mereka tahu sikap tuannya, setelah berpamitan pada Alan akhirnya sang manager hotel itu pun melanjutkannya tugasnya untuk mengantar Nicholas dan yang lain menuju kamarnya masing-masing.      

Ketika hanya tinggal berdua Alan pun mendekati Anne yang masih dalam posisinya semula, duduk di pinggir kaca dengan tangan yang menopang dagunya menatap keindahan kota Oslo.      

"Anne…"     

"No!! A-apa yang ingin kau lakukan?"jerit Anne dengan keras saat menyadari Alan akan menyentuh dagunya.      

Alan tersenyum kecut mendengar perkataan Anne, ia lalu mengeluarkan krim untuk mengurangi luka memar dari dalam saku bajunya.      

"Aku ingin mengoleskan ini,"jawab Alan singkat sembari menunjukkan krim yang  didapatkan dari petugas hotel di Frankfurt pada Anne.      

"A-aku tak butuh itu,"sahut Anne terbata menolak niat baik Alan.     

"Aku hanya ingin membantu saja Anne, aku hanya…"     

"Untuk apa kau membantuku menghilangkan memar-memar ini kalau setelah itu kau membuat memar lagi di tubuhku." Anne langsung memotong perkataan Alan dengan cepat tanpa rasa takut, kedua mata Anne berkaca-kaca saat berbicara. Anne kembali mengingat perbuatan terakhir Alan kepada dirinya tadi malam.      

Alan tak bisa berkata-kata mendengar perkataan Anne, meskipun ia kesal dengan ucapan Anne yang sudah menuduh dirinya akan tetapi di lain sisi ia merasa bersalah karena Anne setakut itu saat ini kepada dirinya. Alan bisa melihat ketakutan yang sangat besar dari kedua mata Anne kepada dirinya dan hal itu membuatnya tersiksa, ia tak mau Anne takut padanya.      

Tanpa berbicara Alan kemudian meletakkan krim itu diatas meja dan pergi meninggalkan Anne menuju kamar mandi, Alan ingin berendam air hangat untuk menenangkan dirinya bersama segelas wine agar tak menyakiti Anne lagi. Alan berusaha menahan hasratnya yang sudah menggebu-gebu pada Anne, akan tetapi karena sadar Anne masih sangat ketakutan padanya akhirnya Alan memutuskan untuk menjauh dari istrinya supaya ia tak membuat istrinya itu semakin takut padanya.      

"Kenapa juga kau harus langsung bangun seperti itu junior, kau harus bisa menahan diri. Anne berbeda dengan wanita-wanita yang lain,"ucap Alan pelan pada kejantanannya yang sudah on fire, berada satu ruangan dengan Anne membuatnya tak bisa menahan diri lebih lama.     

Alan tak mengerti kenapa ia sangat berhasrat pada Anne, tanpa melihat Anne telanjang saja ia sudah bernafsu. Sejak Anne hadir dalam kehidupannya Alan sudah tidak pernah memimpikan lagi seorang gadis cantik yang selalu hadir dalam mimpinya selama 1 tahun terakhir dan jujur hal itu membuat Alan sedikit senang dan lega. Pasalnya ia tak lagi harus merasakan perasaan aneh dalam dadanya ketika bangun tidur pasca memimpikan gadis itu, gadis cantik yang wajahnya tak jelas dengan rambut panjang tengah menangis seorang diri di tepi sungai. Alan tak tahu kenapa gadis yang sama itu selalu hadir dalam mimpinya, ia juga tak tahu kenapa gadis itu menangis seorang diri di tepi sungai.      

Alan yang sedang memejamkan kedua matanya di bathtub sembari mengingat-ingat mimpinya yang hampir dua minggu ini tak datang lagi itu, tiba-tiba Alan tersentak saat sekelebat ingatan dari masa lalunya muncul.     

"Gereja, kain putih...apa maksudnya,"ucap Alan lirih.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.