I'LL Teach You Marianne

Menyesal



Menyesal

0Dengan hati-hati Alan mengoleskan krim untuk menghilangkan memar yang ia minta dari staf hotel, selama mengoleskan krim itu tak ada percakapan apapun yang terjadi antara dirinya dan Anne. Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing, Anne yang masih terus mengutuk Alan atas apa yang baru saja dilakukannya kepada dirinya. Sementara Alan masih memikirkan bagaimana Anne bisa memiliki bekas memar seperti itu, hanya karena ia menyentuh tubuhnya dengan sedikit lebih kuat. Bahkan bekas tamparan yang cukup keras tadi saja sudah menghilang dari pipi Alan, tapi Anne tidak. Tanda merah keunguan yang berada di tubuhnya terlihat sangat menyesakkan dan memilukan siapapun yang melihatnya.      

"Ok kau sudah selesai, tidurlah aku akan meminta Nicholas membawakan baju baru untukmu,"ucap Alan lembut ketika sudah selesai dengan pekerjaannya.      

Anne yang tengah menatap ke arah jendela tak merespon perkataan Alan, ia hanya semakin mengeratkan cengkraman tangannya pada ujung selimut yang sedang ia pakai untuk menutupi tubuh telanjangnya.      

Melihat respon yang diberikan Anne membuat Alan tersenyum getir, suara ketukan di pintu membuat Alan akhirnya bangun dari ranjang meninggalkan Anne seorang diri.      

"Maaf Tuan, ini koper milik Nyonya." Dengan sopan Nicholas memberikan koper milik Anne kepada Alan, begitu tuannya itu membuka pintu kamarnya.     

"Terima kasih Nick,"jawab Alan singkat.     

"Kalau begitu saya permisi Tuan."      

Setelah berkata seperti itu Nicholas pun bergegas pergi dari hadapan sang tuan, ia tak mau mengganggu kesenangan pasangan pengantin baru itu. Alan pun masuk kembali kedalam kamarnya dengan membawa koper milik Anne.      

Setelah berada didalam kamar kembali Alan menatap Anne yang masih membelakanginya. "Istirahatlah, aku akan pergi keluar sebentar dan pakaian gantimu ada di dalam koper ini."     

Lagi-lagi Anne tak memberikan respon apapun, ia hanya diam dengan sesekali menarik nafas panjang untuk meredakan tangisnya. Karena Anne dalam kondisi yang tak bisa diajak berbicara Alan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Anne, ada hal penting yang ingin Alan tanyakan pada dokter Caitlyn terkait kondisi Anne yang baru ia ketahui.      

Dengan menggunakan jaket tebalnya Alan pun keluar dari kamar, ia membawa key card kamar hotelnya untuk berjaga-jaga. Alan tak mau Anne kabur dan meninggalkan dirinya, apalagi saat ini mereka berada di bandara. Alan tahu Anne adalah wanita cerdas, karena itulah ia tak mau mengambil resiko sekecil apapun itu.     

Begitu mendengar pintu kamar dikunci dari luar Anne langsung berbalik badan dan melompat ke arah pintu tanpa memakai pakaian terlebih dahulu, Anne berharap Alan meninggalkan kunci kamar. Namun ternyata harapan Anne tak sesuai dengan kenyataan, pasalnya ia tak menemukan kunci kamar hotelnya. Seketika seluruh tubuhnya langsung lemas saat menyadari ternyata ia dikunci oleh Alan dari luar, harapannya untuk bisa melarikan diri dari Alan pun langsung sirna. Dengan tertatih-tatih Anne lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa jamahan Alan, kedua matanya yang sembab menatap dirinya yang sangat kacau dari pantulan kaca.      

Bibirnya bengkak karena sempat ia gigit dengan kuat, bekas cengkraman tangan Alan pun masih membekas jelas di lehernya. Warna merah keunguan yang menyedihkan, belum lagi disekitar payudaranya yang sudah dipenuhi dengan love bite buatan Alan. Anne meraba tubuhnya dengan tangan gemetaran, meskipun sebelumnya Alan sudah berhasil memiliki dirinya secara utuh namun tetap saja ia merasa kotor ketika baru saja disentuh oleh suaminya itu. Anne belum rela tubuhnya dijamah lagi oleh pria yang sudah menjadi suaminya itu.     

"Kau jahat Alan, aku membencimu,"ucap Anne lirih dengan suara bergetar, air matanya pun kembali menetes saat mengingat apa yang baru saja Alan lakukan kepada dirinya di ranjang.      

Sementara itu Alan saat ini sudah duduk di restoran hotel seorang diri, semua anak buahnya termasuk Nicholas sudah istirahat di kamarnya masing-masing. Ditemani segelas kopi Alan berusaha untuk menghubungi dokter Caitlyn, pada percobaan pertama dokter Caitlyn tidak mengangkat panggilannya. Namun Alan tak menyerah, ia kembali menghubungi salah satu dokter pribadinya itu panggilannya akhirnya diterima oleh sang dokter pada percobaan keempat.      

"Hallo, selamat malam Tuan muda...apa ada yang bisa…"     

"Apakah ada orang yang bisa langsung memiliki memar di tubuhnya hanya karena sebuah tekanan? Apakah hal itu berbahaya? Apa itu penyakit mematikan? Apa ada obatnya? Bagaimana cara penanganannya dan pencegahannya dokter?"      

Alan langsung memberikan pertanyaan bertubi-tubi pada dokter Caitlyn, ia mengeluarkan semua rasa penasarannya kepada dokter Caitlyn. Di ujung telepon dokter Caitlyn yang belum siap menerima pertanyaan dari Alan nampak bingung, ia tak tahu harus menjawab pertanyaan yang mana terlebih dahulu. Pasalnya semua pertanyaan yang diucapkan oleh Alan tidak terdengar jelas olehnya, dokter Caitlyn pun memberanikan diri memberikan perintah kepada Alan untuk mengulangi pertanyaannya satu demi satu dengan jelas.      

Karena Alan sangat khawatir dengan kondisi sang istri, ia akhirnya menuruti permintaan dokter Caitlyn. Dengan perlahan Alan kemudian memberikan pertanyaan yang sama kepada sang dokter terkait dengan kondisi Anne yang memprihatinkan, saat bicara Alan terlihat sekali sangat khawatir dan hal itu berhasil dokter Caitlyn tangkap. Selama ia melayani keluarga Clarke bertahun-tahun ini, dokter Caitlyn belum pernah mendengar Alan bicara dengan nada penuh kekhawatiran seperti itu. Perlahan dokter baik hati itu tersenyum.      

"Banyak hal yang menyebabkan seseorang bisa memiliki luka memar seperti itu Tuan, selain karena pukulan atau tekanan yang ia terima terlalu kuat kondisi kulitnya yang tipis dan lemah pun bisa menyebabkan tanda itu terlihat sangat jelas di tubuhnya. Apalagi kalau misalkan orang itu memiliki tubuh yang putih bersih yang secara otomatis akan membuat memar sekecil apapun akan terlihat jelas di tubuhnya, kondisi ini tak berbahaya hanya saja kalau bisa untuk orang-orang yang mudah memiliki memar seperti ini jangan terlalu banyak melakukan aktivitas yang membuat tubuhnya terluka. Karena memar-memar seperti itu biasanya akan membutuhkan waktu lama untuk hilang dari tubuhnya,"ucap dokter Caitlyn panjang lebar, meskipun Alan tak mengatakan siapa orang yang sedang mereka bicarakan kondisinya itu namun dokter Caitlyn yakin sekali kalau saat ini Anne lah yang menjadi bahan perbincangan mereka.       

Mendengar perkataan dokter Caitlyn membuat Alan diam, ia tak mengeluarkan satu patah kata pun. Ia berusaha mencerna kalimat demi kalimat yang diucapkan sang dokter kepada dirinya.      

"Penanganan pertama untuk orang yang mudah memiliki memar seperti itu tentu saja adalah mengurangi kontak fisik yang terlalu kasar padanya dan kalau memang orang itu sudah memiliki banyak memar di tubuhnya, maka anda bisa memberikan krim untuk menyamarkan bekas memar seperti itu Tuan,"imbuh dokter Caitlyn kembali.      

"Apa krim seperti itu mampu menghilangkan memar seperti itu dok?"tanya Alan lirih.     

"Memang tidak akan langsung hilang, akan tetapi mampu tersamarkan tuan. Tapi kalau anda takut saya akan datang sekarang juga ke…"     

"Kami sedang dalam perjalanan menuju Norwegia dan sedang transit di Frankfurt dok,"sahut Alan dengan cepat memotong perkataan dokter Caitlyn.     

"Oh anda sedang berlibur, baiklah kalau begitu. Lakukan saja cara yang sudah saya katakan tadi tuan, anda bisa mengompres area yang memar lalu diberi krim khusus itu. Kalau memang anda masih khawatir besok saat tiba di Norwegia anda bisa pergi ke dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih detail,"ucap dokter Caitlyn kembali.     

Alan tersenyum mendengar perkataan sang dokter, tak lama kemudian ia mematikan panggilannya itu dan menghabiskan kopi yang sudah dingin dihadapannya. Alan pun bergegas kembali ke kamarnya untuk memeriksa kondisi Anne, selama berhubungan dengan banyak wanita Alan tak pernah mengetahui wanita yang mudah memiliki memar seperti Anne. Karena itulah ia sedikit tak tenang saat ini.     

Ketika Alan masuk ke dalam kamar, ia tersenyum saat melihat Anne sudah memakai pakaian lengkap. Dengan selimut yang membungkus tubuhnya Anne tertidur pulas, Alan masih bisa melihat ada tetesan air di sudut mata sang istri yang tengah terlelap itu.     

"Maafkan aku Anne, aku tak bisa mengontrol diriku. Aku terlalu takut kehilanganmu, aku juga tak tahu kenapa. Yang jelas aku tak mau kau pergi dariku, sejak pertama melihatmu aku sudah memiliki rasa aneh yang bergejolak di dalam diriku. Sebuah rasa yang tak pernah aku alami sebelumnya,"ucap Alan lirih sambil merapikan rambut Anne yang menutupi wajah cantiknya, melihat Anne seperti itu ada rasa penyesalan yang sangat besar dalam diri Alan saat ini.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.