I'LL Teach You Marianne

The another happines come



The another happines come

0Bandar Udara Internasional Cointrin Jenewa.     

Anne duduk disamping Rose yang sedang menggendong Bryan putranya, sejak satu jam yang lalu Anne masih tak mau berpindah dari sisi Rose.     

"Kenapa kalian harus pulang? Bukankah Aaron punya banyak pekerjaan di Jenewa bersama Jack, Rose?"     

"Aku akan kesepian lagi jika kalian pindah."     

"Kau tega padaku, Rose. Aku kesal padamu."     

"Kalau kau sudah pulang nanti siapa yang akan menemaniku shopping?"     

"Ayolah Rose, batalkan kepulanganmu, ya."     

Anne terus mencoba merayu Rose agar tetap tinggal di Jenewa dengan berbagai kalimat memelas yang menyentuh, namun Rose yang tak bisa mengabulkan permintaan Anne pun hanya tersenyum saja tanpa bisa berbicara apa-apa. Kepulangannya ke Inggris adalah hal yang tak bisa dibatalkan atau ditunda, karena rumah mereka adalah di Inggris bukan di Jenewa.     

Dari kursinya Aaron hanya tersenyum mendengar percakapan Anne dan Rose. "Kau dengar itu bukan? Sepertinya Anne benar-benar butuh teman, Jack."     

"I know."     

"Ya sudah kalau begitu biarkan dia ikut kami ke Inggris saja kalau begitu,"ucap Aaron pelan menggoda Jack.     

"Are you insane?!"     

Aaron tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Jack, sebenarnya apa yang baru ia katakan itu juga hanya sebuah gurauan semata. Aaron tak benar-benar serius dengan ucapannya.     

"Kau tahu kan lingkup pertemanan istriku terbatas, jadi akan sulit baginya jika-"     

"Itu karena kau yang terlalu pencemburu, kau sangat membatasi pergaulan Anne. Istrimu bukan anak kecil yang harus kau larang-larang terus, Jack,"ucap Aaron dengan cepat memotong perkataan Jack dengan cepat.     

Jack memutar bola matanya. "Aku sangat membatasi pertemanannya karena selama ini orang-orang yang mendekatinya adalah laki-laki yang punya niat lain padanya, pengalaman yang sudah mengajarkanku semuanya. "     

"Damn, kau tidak sedang menyindirku, bukan?"     

Jack terkekeh. "Untuk itu kau sendiri yang tahu jawabannya."     

"Fuck you, itu dulu sebelum aku bertemu Rose. Jangan ungkit-ungkit hal itu lagi,"sahut Aaron ketus.     

"Aku tidak sepenuhnya menyindirmu, Connery. Aku hanya sedang mengingat beberapa pria yang beberapa bulan ini mencoba untuk mendekati istriku dan asal kau tahu ada satu pria gila yang terang-terangan mau memperistri Anne jika aku sudah bosan padanya, gila sekali bukan."     

"What the hell, kau tidak serius kan?"     

Jack tersenyum pias. "Menurutmu apakah saat ini aku sedang terlihat bergurau."     

"Sepertinya pria itu benar-benar sangat tidak tahut padamu, Jack,"ucap Aaron pelan.     

"Seorang sekretaris jendral PBB mana mungkin memiliki rasa takut untuk hal semacam itu."     

Aaron yang sedang minum hampir tersedak mendengar perkataan Jack, beruntung ia bisa mengendalikan dirinya dengan baik.     

"Apa maksudmu dengan sekretaris jendral PBB, Jack?"     

Jack menghela nafas panjang, perlahan ia menceritakan soal Chester Llyod yang pernah terang-terangan meminta Anne darinya. Selama Jack bicara Aaron nampak membuka mulutnya lebar-lebar, ia tak percaya seorang pria seperti Chester Llyod bisa berkata seperti itu pada seorang Jackson Knight Clarke yang sangat disegani pengusaha di wilayah Eropa dan Australia.     

"Sejak saat itulah aku tak mengizinkan Anne bepergian seorang diri, saat ini bukan hanya wanita penggoda saja yang perlu ditakutkan. Para lelaki penggoda seperti itu pun perlu diwaspadai." Jack mengakhiri ceritanya dengan ekspresi yang terlihat marah.     

"Damn, sepertinya ada yang lebih gila dari Leonardo Ganke di dunia ini."     

Jack tersenyum. "Begitulah."     

Secara tiba-tiba Aaron tersenyum lebar dan hal itu membuat Jack sedikit terganggu.     

"Apa yang kau tertawakan, brengsek!!"hardik Jack kesal.     

"Sepertinya ini hukum karma untukmu, Jack. Selama bertahun-tahun kau yang membuat hidup Anne tidak tenang nah kali ini sepertinya Tuhan yang membalik keadaan padamu,"ucap Aaron pelan sambil tertawa geli.     

"Fuck you, Connery!!"     

Tawa Aaron semakin keras terdengar, ia senang sekali melihat kemarahan Jack kali ini. Tawa Aaron baru hilang ketika terdengar panggilan untuknya dan Rose untuk segera naik ke pesawat, kali ini Aaron menggunakan pesawat komersil untuk kembali ke Inggris. Ia menolak tawaran Jack untuk menggunakan salah satu pesawat jetnya.     

Pada saat akan masuk ke gate keberangkatan Aaron kembali memeluk Jack dengan erat. "Terima kasih atas tiga bulan ini, Jack. kau benar-benar sangat membantu keluargaku."     

"Itulah gunanya teman, saling membantu. Bukan tertawa diatas penderitaan temannya,"jawab Jack pelan menyindir Aaron atas apa yang ia lakukan beberapa saat yang lalu.     

Aaron terkekeh geli, ia kemudian melepaskan pelukannya dari Jack dan beralih memeluk Anne yang sudah mengangis. "Terima kasih atas semuanya, Anne. Terima kasih sudah menepati janjimu untuk menjadi teman baikku,"bisik Aaron lirih saat memeluk Anne.     

Anne tersenyum mendengar perkaatan Aaron, perlahan ia menepuk punggung Aaron dengan lembut. "Jaga Rose dan Bryan baik-baik, jangan terlalu banyak sibuk dikantor. Anak dan istrimu membutuhkan kasih sayangmu, Aaron."     

"Aku tahu,"jawab Aaron singkat seraya melepaskan pelukannya pada Anne.     

Setelah Aaron melepaskan pelukannya dari Anne dengan cepat Jack melingkarkan tangannya di pinggang Anne yang mana hal itu kembali membuat Aaron menggelengkan kepalanya, ia masih tak percaya Jack akan tetap seposesif itu pada Anne.     

Anne kembali memberikan ciumannya pada Bryan, si bayi tampan yang selama tiga bulan ini ia ikut rawat. Bayi tampan itu langsung tersenyum saat bibir Anne mendarat di pipinya, bayi itu seperti tahu wanita yang baru saja menciumnya itu sangat sayang padanya.     

"Kabari aku jika sudah sampai, ya,"ucap Anne kembali ketika Rose dan Aaron mulai berjalan menuju gate keberangkatan.     

"Yes, ma'am." Aaron dan Rose menjawab dengan kompak pesan yang Anne ucapkan sambil melambaikan tangannya.     

Anne dan Jack baru pergi meninggalkan bandara ketika pesawat yang membawa Rose dan Aaron sudah mengudara, menuju Inggris meninggalkan Swiss.     

"Pada akhirnya aku akan sendirian lagi,"ucap Anne serak menahan tangis.     

"Stop, jangan bicara seperti itu. Masih ada aku yang akan menemanimu sampai akhir hayatku, Anne. Aku tak suka kau bicara seperti itu,"sahut Jack dengan cepat.     

"Beda konsep, Jack. Kau suamiku, ayah anak-anakku. Bukan teman yang bisa kujadikan patner untuk berbelanja berjam-jam di mall, bukan-"     

Ucapan Anne terhenti saat Jack sudah meletakkan satu jarinya di bibir Anne.     

"Aku mau melakukan semuanya itu jika kau mau, aku akan menemanimu hunting baju atau tas koleksi terbaru di Paris atau Milan kapanpun kau mau. Jadi tolong jangan bicara seperti itu, aku sedih, Anne."     

Anne yang sudah hampir marah pada Jack pun kembali tersenyum, suaminya yang ajaib itu benar-benar membuatnya tak bisa marah kali ini. Dengan menahan tawa Anne melingkarkan tangannya ke tubuh Jack dengan erat.     

"Kau menyebalkan,"ucapnya pelan menahan tawa.     

"Aku serius, Anne. Aku mau melakukan apapun untukmu, tapi aku mohon jangan bicara seperti tadi lagi. Kita memulai hubungan ini sejak awal berdua, kalau pada akhirnya kita hanya akan berdua lagi tak masalah untukku. Tanpa ada orang tua dan mertua kita berhasil melewati segala badai dalam rumah tangga kita, jadi kalau pun kita tak memiliki teman aku rasa itu bukan hal besar yang harus dipermasalahkan, bukan?"     

Mendengar perkataan Jack membuat Anne melepaskan pelukan dari tubuh suaminya dan bersiap membalas apa yang diucapkan suaminya sampai akhirnya tiba-tiba dengan cepat Anne menutup mulutnya dengan tangan kanannya saat ia merasakan mual yang luar biasa.     

"Babe...kau kenapa?"tanya Jack panik ketika melihat Anne yang tiba-tiba ingin muntah.     

Anne terdiam beberapa saat, otaknya sedang memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan jadwal datang bulannya. Begitu berhasil mengingat jadwal datang bulan terakhirnya kedua mata Anne berbinar, hal yang sama pun nampak terlihat pada Jack.     

"Mungkinkah..."     

Anne mengangguk pelan dengan mata yang kembali berkaca-kaca. "Sepertinya iya Jack...."     

Dengan cepat Jack langsung memeluk Anne dengan erat, suara tangisnya pun terdengar jelas ketika memeluk Anne. Tak terhitung banyaknya ucapan I Love You yang Jack ucapkan untuk Anne, Jack tak peduli banyaknya orang yang melihat kearah mereka saat ini. Yang ada dalam pikiran Jack adalah ingin menunjukkan pada dunia betapa bahagianya ia saat ini, akhirnya setelah semua badai yang datang silih berganti, kehilangan demi kehilangan yang harus mereka relakan kini terganti dengan sebuah kabar bahagia yang luar biasa indah.     

END     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.